Sakramen: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: perubahan kosmetika !
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot melakukan perubahan kosmetika
Baris 36:
 
Ketujuh sakramen yang diakui oleh Gereja Katolik, pada umumnya juga diterima oleh [[Gereja Ortodoks|Gereja Ortodoks Timur]] dan [[Gereja Ortodoks Oriental]] serta banyak Gereja dari Komuni Anglikan, akan tetapi Gereja-Gereja ini tidak membatasi jumlah sakramen sampai tujuh saja, karena yakin bahwa apapun yang diperbuat oleh Gereja selaku Gereja dalam beberapa segi adalah sakramental.
Untuk lebih akuratnya, bagi Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Ortodoks Oriental istilah “Sakramen” adalah suatu faham Barat yang berusaha mengklasifikasikan sesuatu yang tidak mungkin diklasifikasikan. Mereka lebih suka menggunakan istilah “Misteri”, karena “Bagaimana hal itu mungkin terjadi” tak dapat difahami oleh manusia. Allah menyentuh kita melalui sarana-sarana material seperti air, roti, minyak, kemenyan, lilin, altar, ikon, dst. Bagaimana Allah melakukannya merupakan suatu misteri. Dalam makna luasnya, misteri-misteri (sakramen) merupakan suatu penegasan akan kebaikan benda-benda ciptaan, dan merupakan suatu deklarasi empatik dari maksud penciptaan benda-benda tersebut. Dalam makna yang lebih spesifik, meskipun tidak secara sistematik membatasi misteri-misteri dalam jumlah tujuh, Misteri yang paling agung tanpa diragukan lagi adalah Ekaristi, yang di dalamnya orang-orang yang mengambil bagian, dengan berpartisipasi dalam liturgi serta menerima roti dan anggur yang sudah dikonsekrasi, yang diyakini telah menjadi tubuh dan darah Kristus sendiri, secara langsung berkomuni (masuk dalam persekutuan) dengan Allah. Adanya kekurangjelasan tersebut dipandang Gereja Ortodoks sebagai kesalehan dan sikap hormat terhadap sesuatu yang mendalam dan tak terfahami. Gereja Ortodoks tidak ingin mencoba menggolong-golongkannya ke dalam jenjang-jenjang apapun karena tindakan tersebut dipandang sebagai tindakan buang-buang waktu yang tidak perlu terjadi dan tidak berfaedah.
 
Pendekatan ini merupakan karakteristik teologi Ortodoks pada umumnya, dan kerap disebut "apofatik," artinya setiap dan semua pernyataan positif mengenai Allah dan hal-hal teologis lainnya harus diimbangi dengan pernyataan-pernyataan negatif. Misalnya, meskipun bahwasanya benar dan