Budaya organisasi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Serenity (bicara | kontrib)
54Irviene (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Budaya organisasi''' adalah sebuah [[sistem]] makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu [[organisasi]] dari organisasi-organisasi lainnya.<ref>Schein, E. H. {{en}}''Organizational Culture and Leadership'', San Fransisco: Jossey-Bass, 1985. hal. 168</ref>. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan [[karakter]]istik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.<ref name=kultur>Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 2, Jakarta: Salemba Empat. Hal.256-266</ref>.
 
== Budaya organisasi sebagai istilah deskriptif ==
Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana [[karyawan]] memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak.<ref name=kultur/>. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti [[kepuasan kerja]] yang lebih bersifat [[evaluasi|evaluatif]].<ref name=kultur/>.
 
Penelitian mengenai budaya organisasi berupaya mengukur bagaimana karyawan memandang organisasi mereka:<ref name=kultur/>
* Apakah mendorong kerja [[tim]]?
* Apakah menghargai [[inovasi]]?
* Apakah menekan [[inisiatif]]?
 
Sebaliknya, kepuasan kerja berusaha mengukur [[respons]] afektif terhadap [[lingkungan]] kerja, seperti bagaimana karyawan merasakan ekspektasi [[organisasi]], praktik-praktik imbalan, dan sebagainya.<ref name=kultur/>.
 
== Asal muasal kulturbudaya organisasi ==
[[Berkas:Kampradlectur.jpg|thumb|200px|right|Ingvar Kamprad, pendiri [[IKEA]]. Sumber dari budaya organisasi yang tumbuh di IKEA adalah pendirinya]]
{{wikify}}
[[Kebiasaan]], [[tradisi]], dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada di sebuah [[organisasi]] saat ini terutama merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya di masa lalu.<ref name=kultur/>. Ini membawa kita ke sumber tertinggi [[budaya]] sebuah organisasi: para pendirinya.<ref>Schein, E. H. {{en}}"the Role of the Founder in Creating Organizational Culture," The Leader of the Future, San fransisco: Jossey Bass, 1996, hal. 61-62.</ref>
 
Secara [[tradisional]], pendiri [[organisasi]] memiliki pengaruh besar terhadap budaya awal organisasi tersebut<ref name=kultur/>. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau [[ideologi]] sebelumnya.<ref name=kultur/>. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih jauh memudahkan pendiri memaksakan [[visi]] mereka pada seluruh anggota organisasi.<ref name=kultur/>. Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara.<ref name=proses>Schein, E. H. {{en}}"Leadership and Organizational Culture," ''The Leader of the Future'', San Fransisco: Jossey Bass, 1996, hal. 61-62.</ref>. Pertama, pendiri hanya merekrut dan mempertahankan [[karyawan]] yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka.<ref name=proses/>. Kedua, pendiri melakukan [[indoktrinasi]] dan menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan.<ref name=proses/>. Terakhir, perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri dan, dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, [[nilai]], dan [[asumsi]] pendiri tersebut.<ref name=proses/>. Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor penentu utama keberhasilan itu.<ref name=proses/>. Di titik ini, seluruh [[kepribadian]] para pendiri jadi melekat dalam budaya organisasi.<ref name=proses/>
 
== Karakteristik budaya organisasi ==
Penelitian menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang, secara keseluruhan, merupakan hakikat kultur organisasi.<ref>O'Reilly; Chatman, J; Caldwell, D. F. {{en}}"People and Organizational Culture: A Profile Comparison Approach to Assessing Person-Organization Fit," ''Academy of Management Journal'', hal. 487-516.</ref>.
* ''Inovasi dan keberanian mengambil [[risiko]]''. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.
* ''Perhatian pada hal-hal rinci''. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, d perhatian pada hal-hal detail.
Baris 28:
 
== Nilai dominan dan subbudaya organisasi ==
Budaya organisasi mewakili sebuah [[persepsi]] yang sama dari para anggota organisasi atau dengan kata lain, budaya adalah sebuah sistem makna bersama.<ref name=integrasi>Meyerson, D;Martin, J. "{{en}}"Cultural Change: An Integration of Three Different Views," ''Journal of Management Studies'', 1987, hal. 623-647.</ref> Karena itu, kita bisa berharap bahwa [[individu]]-individu yang memiliki latar belakang yang berbeda atau berada di tingkatan yang tidak sama dalam organisasi akan memahami budaya organisasi dnegan pengertian yang serupa.<ref name=integrasi/>.
 
Sebagian besar organisasi memiliki [[budaya]] dominan dan banyak subbudaya.<ref name=subkultur>Yukl, G. {{en}}''Leadership in Organization'', Saddle River: Prentice Hall, 2002, hal. 141-174.</ref>. Sebuah budaya dominan mengungkapkan nilai-nilai inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas anggota organisasi<ref name=subkultur/>. Ketika berbicara tentang [[budaya]] sebuah organisasi, kita merujuk pada budaya dominannya, jadi inilah pandangan makro terhadap budaya yang memberikan [[kepribadian]] tersendiri dalam organisasi.<ref>Roberts, J. L. {{en}}"Striking a Hot Match," Newsweek, 24 Januari 2005, hal. 54-55.</ref>. [[Subbudaya]] cenderung berkembang di dalam organisasi besar untuk merefleksikan [[masalah]], situasi, atau pengalaman yang sama yang dihadapi para anggota.<ref name=subkultur/>. Subbudaya mencakup nilai-nilai inti dari budaya dominan ditambah nilai-nilai tambahan yang unik.<ref name=subkultur/>.
 
Jika organisasi tidak memiliki budaya dominan dan hanya tersusun atas banyak subbudaya, nilai budaya organisasi sebagai sebuah variabel [[independen]] akan berkurang secara signifikan karena tidak akan ada keseragaman penafsiran mengenai apa yang merupakan [[perilaku]] semestinya dan perilaku yang tidak semestinya.<ref name=kultur/>. Aspek "makna bersama" dari budaya inilah yang menjadikannya sebagai alat potensial untuk menuntun dan membentuk perilaku.<ref name=kultur/>. Itulah yang memungkinkan kita mengatakan, misalnya, bahwa budaya [[Microsoft]] menghargai keagresifan dan pengambilan risiko dan selanjutnya menggunakan informasi tersebut untuk lebih memahami perilaku dari para eksekutif dan karyawan Microsoft.<ref name=microsoft>Hamm, S. {{en}}"No Letup-and No Apologies," ''Business Week'', 26 Oktober 1998, hal. 58-64.</ref>. Tetapi, kita tidak dapat mengabaikan kenyataan bahwa banyak organisasi juga memiliki berbagai subbudaya yang bisa mempengaruhi perilaku anggotanya.<ref name=kultur/>.
 
== Pengaruh budaya ==
=== Fungsi-fungsi budaya ===
Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi.{{fact}}<ref name=kultur/>
====Batas====
Pertama, hal iniBudaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya, budaya menciptakan perbedaan atau yang membuat [[unik]] suatu organisasi dan membedakannya dengan organisasi lainnya.<ref name=kultur/>.
====Identitas====
Kedua, hal iniBudaya memuat rasa identitas suatu organisasi.<ref name=kultur/>.
====Komitmen====
Ketiga, budayaBudaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu.<ref name=kultur/>.
====Stabilitas====
Keempat, budayaBudaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi denandengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan.<ref name=kultur/>.
====Pembentuk sikap dan perilaku====
Kelima, budayaBudaya bertindak sebagai mekanisme alasan yang masuk akal (''sense-making'') serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku karyawan.<ref name=kultur/>. Fungsi terakhir inilah yang paling menarik<ref>O'Reilly, C. A. "Culture as Social Control: Corporations, Cults, and Commitment," ''Research in Organizational Behavior'', Greenwich, CT: JAI Press, 1996, hakl. 157-200.</ref>. Sebagaimana dijelaskan oleh kutipan berikut, budaya mendefinisikan aturan main:
 
{{cquote|Dalam definisinya, bersifat samar, tanmaujud, implisit, dan begitu adanya. Tetapi, setiap organisasi mengembangkan sekmpulan inti yang berisi asumsi, pemahaman, dan aturan-aturan implisit yang mengatur perilaku sehari-hari di tempat kerja... Hingga para pendatang baru mempelajari aturan, mereka tidak diterima sebagai anggota penuh organisasi. Pelanggaran aturan oleh pihak eksekutif tinggi atau karyawan lini depan membuat publik luas tidak senang dan memberi mereka hukuman yang berat. Ketaatan pada aturan menjadi basis utama bagi pemberian imbalan dan mobilitas ke atas.<ref>Deal, T. E. {{en}}"Culture: A New Look Through Old Lenses," ''Journal of Applied Behavioral Science'', November 1996, hal. 501</ref>}}
 
=== Budaya sebagai beban ===
====Hambatan untuk perubahan====
Budaya menjadi kendala manakala nilai-nilai yang dimiliki bersama tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dapat meningkatkan efektivitas organisasi.<ref name=kultur/> Hal ini paling mungkin terjadi bila lingkungan sebuah organisasi bersifat dinamis<ref name=kultur/>.
* '''Hambatan bagi keragaman'''. Merekrut karyawan baru yang, karena faktor ras, usia, jenis kelamin, ketidakmampuan, atau perbedaan-perbedaan lain, tidak sama dengan mayoritas anggota organisasi lain akan menciptakan sebuah paradoks.<ref>Lndsay. {{en}}"Paradoxes of Organizational Diversity," ''Proceedings of the 50th Academy of Management Conference,'' San Fransisco, 1990, hal 374-378.</ref>
* '''Hambatan bagi akuisisi dan merger'''. Secara historis, faktor kunci yang diperhatikan manajemen ketika membuat keputusan akuisisi atau merger terkait dengan isu keuntungan [[finansial]] atau sinergi produk.<ref name=kultur/>. Belakangan ini, kesesuaian budaya juga menjadi fokus utama.<ref name=kultur/>
 
== Menciptakan kulturbusaya organisasi yang etis ==
 
Isu dan kekuatan suatu budaya memengaruhi suasana etis sebuah organisasi dan perilaku etis para anggotanya. <ref name=etis>Victor, B.; Cullen, J. B. {{en}}"The Organizational Bases of Ethical Work Climates," ''Administrative Science Quarterly'', Maret 1988, hal. 101-125.</ref> Budaya sebuah organisasi yang punya kemungkinan paling besar untuk membentuk standar dan etika tinggi adalah budaya yang tinggi toleransinya terhadap risiko tinggi, rendah, sampai sedang dalam hal keagresifan, dan fokus pada sarana selain juga hasil.<ref name=etis/>.
 
[[Manajemen]] dapat melakukan beberapa hal dalam menciptakan budaya yang lebih [[etis]]<ref name=etis/>.
Manajemen dapat melakukan beberapa hal dalam menciptakan budaya yang lebih etis<ref name=etis/>. Pertama, menjadi model peran yang visibel. Karyawan akan melihat perilaku manajemen puncak sebagai acuan standar untuk menentukan perilaku yang semestinya diambil<ref name=etis/>. Kedua adalah mengomunikasikan harapan-harapan yang etis. Ambiguitas etika dapat diminimalkan dengan menciptakan dan megomunikasikan kode etik organisasi. Ketiga adalah memberi pelatihan yang etis untuk memperkuat standar, tuntunan organisasi, menjelaskan praktik yang diperbolehkan dan yang tidak, dan menangani dilema etika yang mungkin muncul<ref name=etis/>.
 
===Model peran yang visibel===
[[Berkas:20061012-6_v101206db-0217jpg-515h.jpg|thumb|200px|left|Mengomunikasikan harapan yang etis adalah salah satu cara menciptakan budaya organisasi yang etis]]
Karyawan akan melihat perilaku manajemen puncak sebagai acuan standar untuk menentukan perilaku yang semestinya diambil<ref name=etis/>.
 
===Komunikasi harapan etis==
Ambiguitas etika dapat diminimalkan dengan menciptakan dan mengomunikasikan kode etik organisasi.<ref name=etis/>
 
===Pelatihan etis===
Pelatihan etis digunakan untuk memperkuat standar, tuntunan [[organisasi]], menjelaskan praktik yang diperbolehkan dan yang tidak, dan menangani dilema [[etika]] yang mungkin muncul.<ref name=etis/>
 
== Referensi ==