Masjid Jami Pontianak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{inuseuntil|15 April 2010}}
'''Masjid Jami' Pontianak''' atau dikenal juga dengan nama '''Masjid Jami' Sultan Abdurrahman''' adalah masjid yang berlokasi di [[Kota Pontianak]], [[Kalimantan Barat]]. Masjid ini merupakan satu dari dua bangunan yang menjadi pertanda berdirinya Kota Pontianak pada [[1771]] Masehi, selain Keraton Kadriyah.
 
== Sejarah ==
Pendiri masjid sekaligus pendiri [[Kota Pontianak]] adalah [[Syarif Abdurrahman Alkadrie]]. Ia seorang keturunan Arab, anak Al Habib Husein, seorang penyebar agama [[Islam]] dari Jawa. Al Habib Husein datang ke Kerajaan Matan pada 1733 Masehi.
Al Habib Husein menikah dengan putri Raja Matan (kini Kabupaten Ketapang) Sultan Kamaludin, bernama Nyai Tua. Dari pernikahan itu lahirlah [[Syarif Abdurrahman Alkadrie]], yang meneruskan jejak ayahnya menyiarkan agama Islam.
 
Syarif Abdurrahman melakukan perjalanan dari Mempawah dengan menyusuri [[sungai Kapuas]]. Ikut dalam rombongannya sejumlah orang yang menumpang 14 perahu. Rombongan Abdurrahman sampai di muara persimpangan [[Sungai Kapuas]] dan Sungai Landak pada [[23 Oktober]] [[1771]].
Al Habib Husein menikah dengan putri Raja Matan (kini Kabupaten Ketapang) Sultan Kamaludin, bernama Nyai Tua. Dari pernikahan itu lahirlah Syarif Abdurrahman, yang meneruskan jejak ayahnya menyiarkan agama Islam.
 
Syarif Abdurrahman melakukan perjalanan dari Mempawah dengan menyusuri sungai Kapuas. Ikut dalam rombongannya sejumlah orang yang menumpang 14 perahu. Rombongan Abdurrahman sampai di muara persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak pada 23 Oktober 1771.
 
Kemudian mereka membuka dan menebas hutan di dekat muara itu untuk dijadikan daerah permukiman baru. Abdurrahman mendirikan sebuah kerajaan baru Pontianak. Ia pun membangun masjid dan istana untuk sultan.
 
Masjid yang dibangun aslinya beratap rumbia dan konstruksinya dari kayu. Syarif Abdurrahman meninggal pada [[1808]] Masehi. Ia memiliki putera bernama Syarif Usman. Saat ayahnya meninggal, Syarif Usman masih berusia kanak-kanak, sehingga belum bisa meneruskan pemerintahan almarhum ayahnya.
Maka pemerintahan sementara dipegang adik Syarif Abdurrahman, bernama Syarif Kasim. Setelah Syarif Usman dewasa, dia menggantikan pamannya sebagai Sultan Pontianak, pada [[1822]] sampai dengan [[1855]] Masehi.
 
Maka pemerintahan sementara dipegang adik Syarif Abdurrahman, bernama Syarif Kasim. Setelah Syarif Usman dewasa, dia menggantikan pamannya sebagai Sultan Pontianak, pada 1822 sampai dengan 1855 Masehi.
 
Pembangunan masjid kemudian dilanjutkan Syarif Usman, dan dinamakan sebagai Masjid Abdurrahman, sebagai penghormatan dan untuk mengenang jasa-jasa ayahnya.
 
Baris 19 ⟶ 17:
 
Menurut Syarif Mansyur, bangunan masjid tersebut dapat menampung sekitar 1.500 jamaah shalat. Masjid akan penuh terisi jamaah shalat, saat waktu shalat Jumat dan tarawih Ramadan.
Pada sisi kiri pintu masuk masjid, terdapat pasar ikan tradisional. Di belakangnya, permukiman padat penduduk Kampung Dalam Bugis dan Kampung Beting. Di bagian depan masjid, yang juga menghadap ke barat, terbentang [[Sungai Kapuas]].
 
== Arsitektur ==
Pada sisi kiri pintu masuk masjid, terdapat pasar ikan tradisional. Di belakangnya, permukiman padat penduduk Kampung Dalam Bugis dan Kampung Beting. Di bagian depan masjid, yang juga menghadap ke barat, terbentang Sungai Kapuas.
 
Jika melihat ke bagian dalam masjid, terdapat enam pilar dari kayu belian berdiameter setengah meter. Dua pelukan tangan orang dewasa tak akan mampu mencapai lingkaran pilar. Selain pilar bundar, juga ada enam tiang penyangga lainnya yang menjulang ke langit-langit masjid, berbentuk bujur sangkar.
 
Baris 33 ⟶ 31:
 
Jarak antara lantai masjid dengan tanah, sekira 50 centimeter. Namun menurut seorang pemuda setempat, Veri Irawan (30), saat usianya masih 13 tahun, tinggi antara lantai masjid dengan tanah sekitar dua meter.
 
"Waktu kecil saya biasa main kejar-kejaran dengan teman di kolong masjid," katanya.
 
Kini kolong masjid sudah dicor semen, agar lantainya tidak semakin turun. Struktur tanah yang labil dan sebagian besar bergambut, menjadikan bangunan-bangunan di Pontianak gampang amblas.
Ironisnya, barau yang melindungi halaman masjid dari kikisan air [[Sungai Kapuas]] dan dibangun dalam dua tahun terakhir, kini menjadi proyek gagal karena kesulitan keuangan.
 
Sepintas, terlihat tak banyak berubah dari masjid tua tersebut.
Ironisnya, barau yang melindungi halaman masjid dari kikisan air Sungai Kapuas dan dibangun dalam dua tahun terakhir, kini menjadi proyek gagal karena kesulitan keuangan.
 
Sepintas, terlihat tak banyak berubah dari masjid tua tersebut. Ketika lima tahun lalu berkunjung ke sana, suasana saat ini masih sama. Keheningan selalu menyergap bersamaan terpaan angin sungai Kapuas.
 
Ketika semua sedang berubah dan berkembang, Masjid Jami' Sultan Abdurrahman tetap menampakkan wajah lamanya<ref>[http://www.banjarmasinpost.co.id/rubrik/ramadan/read/artikel/20667/menjenguk-masjid-jami-sultan-abdurrahman-pontianak Banjarmasin Post - Menjenguk Masjid Jami' Sultan Abdurrahman Pontianak]</ref>.