Parakitri Tahi Simbolon: Perbedaan antara revisi

jurnalis Indonesia
Konten dihapus Konten ditambahkan
Estiwahyu (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi ''''Parakitri Tahi Simbolon''' (lahir di Rianiate, Pulau Samosir, 28 Desember 1947), adalah seorang esais, sosiolog, cerpenis, novelis, wartawan/eks redaktur senior [[''Ko...'
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 10 April 2010 09.54

Parakitri Tahi Simbolon (lahir di Rianiate, Pulau Samosir, 28 Desember 1947), adalah seorang esais, sosiolog, cerpenis, novelis, wartawan/eks redaktur senior ''Kompas'', pengelola Pusat Informasi dan Litbang Kompas, dan pendiri penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG).

Lulus dari SMA Katholik Budi Mulia Pematangsiantar, dia sempat setahun penuh belajar di Seminari Menengah Pematangsiantar untuk memuaskan minatnya menjadi pastor. Kemudian dia melanjutkan studi di Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta (1967-1972). Pada tahun 1974-1975 dia mendapatkan beasiswa kerja sama Indonesia-Prancis untuk belajar di Institut International d’Administration Publique (IIAP), Paris. Laporan penelitiannya, Les Aides de Developpement et La Haute Volta, penelitian lapangan mengenai bantuan luar negeri untuk pembangunan ekonomi di Burkina Faso, ketika itu bernama Volta Hulu (La Haute-Volta), Afrika Barat, mengakhiri studinya di IIAP.

Sejak Februari 1976, sepulangnya dari Prancis, dia bergabung dengan harian Kompas dan mulai menulis kolom-kolomnya yang dikenal sebagai Cucu Wisnusarman (1979-1984), yang telah dibukukan dan diterbitkan oleh PT Grafindo Mukti (1993) dan penerbit Nalar (2005). Tahun 1986-1990, dengan dibiayai oleh harian Kompas, dia memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi di Vrije Universiteit, Amsterdam. Pada 5 Februari 1991, dia mempertahankan disertasinya mengenai etnisitas dan perdagangan besar di kota metropolitan Jakarta. Karena etnisitas adalah produk sejarah, maka dia merunut gejala itu dari tahun 1619, sejak Jakarta bernama Batavia. Kegemarannya akan sejarahlah yang mendorongnya melahirkan buku Menjadi Indonesia pada 1995, buku pertama dari tiga buku yang direncanakan Kompas mengenai proses kebangsaan Indonesia.

Hobi menulisnya telah menghasilkan banyak karya, tak hanya berupa artikel maupun buku, dia juga pernah menulis skenario film. Salah satu skenario filmnya, yaitu ''Gadis Penakluk'' berhasil memenangkan Piala Citra dalam Festival Film Indonesia (FFI) pada 1981. Tahun 1982, skenario filmnya, Topaz Sang Guru yang disadur dari naskah drama Marcel Pagnol, Topaze, mendapat nominasi untuk aktor terbaik Piala Citra FFI. Dia pun melakukan beberapa penelitian pendahuluan, antara lain mengenai proses awal “Orde Baru”. Sebagian hasil penelitian tersebut diterbitkan sebagai artikel dalam Prisma, Desember 1977. Artikel tersebut, Di Balik Mitos Angkatan ‘66, kemudian dimuat dalam buku kumpulan artikel pilihan Prisma, yaitu Analisa Kekuatan Politik di Indonesia (LP3ES, 1985).

Karya-karyanya antara lain adalah novel Ibu (1969), pemenang sayembara mengarang cerita anak-anak muda UNESCO dan Ikapi, juara dua sayembara majalah Sastra (1969) lewat cerpen Seekor Ikan Gabus, dan novel Si Bongkok (1981) yang meraih hadiah kedua dalam sayembara mengarang novel Gramedia Kompas. Selain itu buku-bukunya adalah Kusni Kasdut (Gramedia, 1981), Politik Kerakyatan saduran dalam bentuk cergam dari Discorsi karya Niccolò Machiavelli (KPG, 1997), buku pegangan wartawan Vademekum Wartawan: Reportase Dasar (KPG, 1997), Matinya Ilmu Ekonomi 1, saduran dalam bentuk cergam dari The Death of Economics karya Paul Ormerod (KPG, 1997), Pesona Bahasa Nusantara Menjelang Abad ke-21 (KPG, 1999), kumpulan cerpen Tawanan (PBK, 2003), terjemahan Batas Nalar: Rasionalitas dan Perilaku Manusia (KPG, 2004).

Saat ini dia tengah menyelesaikan buku The Power of Prophecy: Prince Dipanagara and The End of An Old Older in Java 1785-1855 karya Peter Carey. Sebuah buku tentang sejarah perjalanan kepahlawanan Pangeran Diponegoro.