Zaman Shōwa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Midori (bicara | kontrib)
dikembangkan
Midori (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{History of Japan|Shinkansen-type-0.jpg|Image explanation = [[Shinkansen]]}}
 
{{nihongo|'''Zaman Shōwa'''|昭和}} atau '''Periode Shōwa''' ([[25 Desember]] [[1926]]–[[7 Januari]] [[1989]]) adalah salah satu [[nama zaman di Jepang]] pada [[abad ke-20]]. Zaman Shōwa berlangsung pada masa pemerintahan Kaisar Shōwa ([[Hirohito]]), sejak Kaisar Hirohito naik tahta pada 25 Desember 1926 hingga wafat pada 7 Januari 1989. Tahun Shōwa berlangsung hingga tahun 64 Shōwa, dan merupakan [[nama zaman di Jepang|masa pemerintahan]] terpanjang dari seorang kaisar di Jepang (62 tahun 2 minggu), walaupun tahun terakhir zaman Shōwa (tahun 64 Shōwa) hanya berlangsung selama 7 hari.
 
Selama zaman Shōwa, Jepang memasuki periode [[totalitarianisme]] politik, [[ultranasionalisme]], dan [[fasisme]] yang berpuncak pada [[Perang Sino-Jepang Kedua|invasi]] ke [[Cina]] pada tahun 1937. Peristiwa tersebut merupakan bagian dari masa konflik dan kekacauan di seluruh dunia, seperti halnya [[Depresi Besar]] dan [[Perang Dunia II]]. Keiikutsertaan Jepang dalam konflik global pada tahun 1941 merupakan awal dari akhir Kekaisaran Jepang.
Baris 7:
[[Kapitulasi Jepang]] membawa Jepang ke arah perubahan radikal, untuk pertama kalinya dalam sejarah [[bangsa Jepang]], Jepang diduduki oleh kekuatan asing dan berlangsung selama 7 tahun. Pendudukan Sekutu membawa reformasi dalam bidang politik, termasuk mengubah Jepang menjadi negara [[demokrasi]] berdasarkan [[monarki konstitusional]]. Setelah ditandatanganinya [[Perjanjian San Francisco]] pada tahun 1952, Jepang kembali menjadi negara berdaulat.
 
Jepang dari tahun 1960-an hingga 1980-an mengalami masa [[keajaiban ekonomi Jepang pascaperang|keajaiban ekonomi pascaperang]]. Dekade 1980-an merupakan masa keemasan ekspor otomotif dan barang elektronik ke Eropa dan Amerika Serikat sehingga terjadi surplus neraca perdagangan yang mengakibatkan konflik perdagangan. Setelah ditandatanganinya [[Perjanjian Plaza]] pada tahun 1985, dolar AS mengalami depresiasi terhadap yen. Pada Februari 1987, tingkat diskonto resmi diturunkan hingga 2,5% agar produk manufaktur Jepang bisa kembali kompetitif setelah terjadi kemerosotan volume ekspor akibat menguatnya yen. Akibatnya, terjadi surplus [[likuiditas]] dan [[penciptaan uang]] dalam jumlah besar. Spekulasi menyebabkan harga [[saham]] dan [[realestat]] terus meningkat, dan berakibat pada [[penggelembungan harga aset di Jepang|penggelembungan harga aset]].
 
{{jepang-stub}}