Dursasana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 47:
== Versi pewayangan Jawa ==
 
Dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], Dursasana memiliki tempat tinggal bernama KasatrianKasatriyan Banjarjunut. Istrinya bernama Dewi Saltani, yang darinya lahir seorang putra sakti bernama [[Dursala]]. Namun Dursala tewas sebelum meletusnya perang [[Baratayuda]] di tangan [[Gatotkaca]] putra [[BimasenaWrekudara]].
 
Kisah kematian Dursasana dalam pewayangan lebih didramatisasididramatisir lagi. Dikisahkan setelah kematian putra [[DuryodanaDuryudana]] yang bernama Lesmana Mandrakumara pada hari ketiga belas, Dursasana diangkat sebagai [[putra mahkota]] yang baru. Namun DuryodanaDuryudana melarangnya ikut perang dan menyuruhnya pulang ke [[Hastinapura|Hastina]] dengan alasan menjaga Dewi Banowati, istrinya.
 
Banowati merasa risih atas kedatangan Dursasana. Ia menghina adik iparnya itu sebagai seorang pengecut yang takut mati. Dursasana ganti membongkar perselingkuhan Banowati dengan [[Arjuna]]. Ia menuduh Banowati sebagai mata-mata [[Pandawa]]. Buktinya, Banowati lebih menyesali kematian [[Abimanyu]] putra Arjuna daripada kematian Lesmana, anaknya sendiri.
 
Karena terus-menerus dihina sebagai pengecut, Dursasana pun kembali ke medan perang dan bertempur melawan [[BimasenaBima]]. Dalam perkelahian itu ia kalah dan melarikan diri bersembunyi di dalam sungai Cingcing Gumuling. Bima hendak turut mencebur namun dicegah [[Kresna]] (penasihat Pandawa) karena sungai itu telah diberi mantra oleh [[Resi]] [[Drona]]. Jika Pandawa mencebur ke dalamnya pasti akan bernasib sial.
 
Dursasana kembali ke daratan dan mengejek nama [[Pandu]]. Bima marah dan mengejarmengejarnya lagi. Namun Dursasana kembali mencebur ke dalam sungai. Hal ini berlangsung selama berkali-kali. Sampai akhirnya muncul arwah dua orang tukang perahu bernama Tarka dan Sarka yang dulu dibunuh Dursasana sebagai tumbal kemenangan [[KorawaKurawa]].
 
Ketika Dursasana kembali ke daratan untuk mengejek nama Pandu sekali lagi, Tarka dan Sarka mulai beraksi. Ketika Dursasana hendak mencebur karena dikejar Bima, mereka pun menjegal kakinya sehingga KorawaKurawa nomor dua itu gagal mencapai sungai. Bima pun segera menjambak rambut Dursasana dan menyeretnya menjauhi sungai Cingcing Gumuling.
 
Melihat adiknya tersiksa, DuryodanaDuryudana muncul memohon agar Bima mengampuni Dursasana. DuryodanaDuryudana bahkan menjanjikan perang berakhir hari itu juga dengan Pandawa sebagai pemenang. Ia juga merelakan [[Hastinapura|Kerajaan Hastina]] dan [[Indraprastha]] asalkan Dursasana dibebaskan.
 
Bima mulai bimbang. Namun Kresna mendesaknya supaya Dursasana jangan diampuni. Menurutnya, Pandawa sudah jelas menang tanpa harus membebaskan Dursasana. Kresna mengingatkan kembali kekejaman para KorawaKerawa membuat emosi Bima bangkit kembali. Bima pun menendang DuryodanaDuryudana hingga terpental jauh. Kemudian ia memutus kedua lengan Dursasana secara paksa.
 
Dalam keadaan buntung, tubuh Dursasana dirobek-robek dan diminum darahnya sampai habis oleh Bima. Belum puas juga, Bima menghancurkan mayat Dursasana dalam potongan-potongan kecil.
 
Pada saat itulah Dewi [[DropadiDrupadi]] muncul diantarkan [[Yudistira]] untuk menagih janji darah Dursasana. Bima pun memeras kumis dan janggutnya yang masih basah oleh darah musuhnya itu dan diusapkannya ke rambut Dropadi.
 
Setelah Korawa tertumpas habis, Kerajaan Hastina pun jatuh ke tangan para Pandawa. BimasenaBima menempati istana Dursasana, yaitu Banjarjunut sebagai tempat tinggalnya.
 
== Lihat pula ==