Blangkon: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgx (bicara | kontrib)
k {{rapikan}}
Relly Komaruzaman (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 4:
'''Blangkon''' adalah tutup [[kepala]] yang dibuat dari [[batik]] dan digunakan oleh kaum [[pria]] sebagai bagian dari [[pakaian]] [[tradisional]] [[Jawa]]. Untuk beberapa tipe blangkon ada yang menggunakan ''tonjolan'' pada bagian belakang blangkon. ''Tonjolan'' ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat [[rambut]] panjang mereka di bagian belakang [[kepala]], sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon.
 
Blangkon sebenarnya bentuk praktis dari ''iket'' yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional [[Jawa]]. Untuk beberapa tipe blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon yang disebut ''mondholan''. Mondholan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang [[kepala]], sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon. Lilitan [[rambut]] itu harus kencang supaya tidak mudah lepas.
 
Sekarang lilitan rambut panjang yang menjadi ''mondholan'' sudah dimodifikasi karena orang sekarang kebanyakan berambut pendek dengan membuat ''mondholan'' yang dijahit langsung pada bagian belakang blangkon. Ada 2 jenis blangkon yaitu gaya [[Surakarta]] (Sala) dan gaya [[Yogyakarta]]. Blangkon gaya Surakarta mondholannya trepes atau gepeng sedang mondholan gaya Yogyakarta berbentuk bulat seperti [[onde-onde]].
 
''Blangkon iku sejatine wujud modern lan praktis saka iket. Iket digawe saka kain batik sing radha dawa banjur dililitake miturut cara-cara lilitan tinentu neng kepala. Lilitan kain iku kudhu isa nutup kabeh kepala (ndhuwur kuping). Lilitane kudhu kenceng dadi ora gampang ucul. Jaman saiki iket iki wis luwih praktis merga lilitane wis didadi wis dijait dadi blangkon. Ana 2 jinis utama iket yaiku gaya Solo sing mburine trepes lan gaya Yogya sing ana mondolan neng mburine.''
 
Memahami budaya Jawa dari sudut pandang orang Jawa (modern) seperti saya yang juga orang Jawa tulen masih saja kesulitan. Orang Jawa senang mbulet dan tidak to the point. Apabila ditawari sesuatu pun akan menjawab matur nuwun, mboten, sampun semuanya penolakan halus, padahal hatinya mau. Maka orang sering mengatakan orang Jawa itu ya dalam ketidakan dan tidak dalam keiyaan.
 
Jangan salah sangka orang Jawa yang halus berbahasa mlipir sesuai dengan sifatnya yang halus. Justru harus diwaspadai apabila ada yang di depan kita bersikap halus bak sutra tetapi dibelakang dia sebenarnya musuh dalm selimut. Sebagai orang Jawa pun saya sering terbentur dan tertipu dengan sikap yang sangat kontradiksi ini. Tutur kata dan sikap santun yang ditunjukkan hanyalah untuk menutupi niat dalam hati.
 
Maka falsafah blangkon layak disematkan pada sikap orang Jawa yang seperti itu. Dari depan blangkon terlihat rapi tetapi di belakang ada mbendholnya (mondholan), persis dengan sikap beberapa orang Jawa yang pandai menyimpan maksud sebenarnya dari sebuah sikap yang menipu.
 
{{budaya-stub}}