Weltevreden: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
Afandri (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
[[Berkas:Karte_Batavia_MKL1888.png|thumb|Peta Batavia tahun 1888]]
'''Weltevreden''' ([[bahasa Belanda]], yang berarti ''dalam suasana tenang dan puas'') adalah daerah tempat tinggal utama orang-orang [[Eropa]] di pinggiran [[Batavia]], [[Hindia-Belanda]]. Daerah ini terletak kurang lebih 1210 kilometer dari [[Jakarta Kota|Batavia lama]] ke arah selatan. Letaknya kini di sekitar [[Gambir, Jakarta Pusat]] yang membentang dari RSPAD Gatot Subroto hingga [[Museum Gajah]]. Pada masa pendudukan [[Jepang]] (1942-1945), nama Weltevreden merujuk kepada hampir seluruh daerah [[Jakarta Pusat]] sekarang.
 
==Sejarah==
Karena iklim yang lebih baik untuk kesehatan orang-orang Eropa dibandingkan dengan Batavia lama, maka dari awal abad ke-19 Weltevreden dijadikan pusat pemerintahan Kolonial. Pada tahun [[1809]] Gubernur Jendral [[Herman Willem Daendels]] mendirikan ''[[Paleis van Daendels]]'' atau disebut juga ''Het Groote Huis''. Kantor pemerintahan pun dipindahkan ke sana dan ditempati Departemen Keuangan Hindia Belanda sampai masa [[Sejarah Indonesia (1942-1945)|pendudukan Jepang]] sebelum akhirnya menjadi kantor [[Departemen Keuangan Republik Indonesia]].
===Zaman VOC===
Di tengah-tengah Weltevreden terletak ''Waterlooplein'' (sekarang [[Lapangan Banteng]]) sebagai tempat apel militer, karena di dekatnya terdapat tangsi (sekarang di daerah Jalan Kwini). Selanjutnya didirikan pula ''Koningsplein'' (sekarang menjadi Lapangan Medan Merdeka atau Lapangan Monas) yang lebih besar dan dikelilingi Museum Sejarah serta Stasiun Weltevreden (sekarang Stasiun Gambir). Pada tahun [[1821]] didirikan di Theater Schouwburg Weltevreden, yang sekarang disebut [[Gedung Kesenian Jakarta]]. [[Gedung]] ini direnovasi di tahun [[1987]].
Pada tahun 1648 pemerintah kolonial Hindia Belanda memberikan sebidang tanah kepada Anthonij Paviljoun. Kemudian Paviljoun mengembangkan rumah-rumah peristirahatan kecil yang dinamainya Weltevreden.
 
Pemilik tanah Paviljoun berikutnya adalah Cornelis Chastelein, seorang anggota [[Dewan Hindia]] (1693). Ia termasuk orang pertama di Indonesia yang berusaha mengembangkan sebuah perkebunan kopi di tengah-tengah kota Jakarta saat ini dengan memanfaatkan [[Budak|budak-budak]] yang diambilnya dari [[Bali]]. Pada 1733, Justinus Vinck membeli sebagian tanah Weltevreden dan membuka dua pasar besar, yakni Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang. Pada tahun 1735, ia menghubungkan kedua pasar tersebut dengan sebuah jalan, yang sekarang disebut Jl. Prapatan dan Jl. Kebon Sirih yang juga merupakan jalur penghubung timur-barat pertama di Jakarta Pusat kini.
Daerah Weltevreden sekarang lebih kurang mencakup wilayah Kelurahan [[Gambir, Gambir, Jakarta Pusat|Gambir]], [[Jakarta Pusat]].
 
Pemilik berikutnya, Gubernur Jenderal [[Jacob Mossel]] (1704-1761), membangun rumah mewah di tikungan [[Ciliwung]]. Mossel juga menggali Kali Lio untuk memudahkan sekoci kecil mengangkut kebutuhan pasar. Pada 1767, rumah Weltevreden dibeli Gubernur Jenderal [[Petrus Albertus van der Parra]]. Tanah itu kemudian dijual kembali pada Gubernur Jenderal VOC terakhir, [[Pieter Gerardus van Overstraten]]. Sejak masa itu, Weltevreden menjadi kedudukan resmi gubernur jenderal dan pemerintahannya.
 
===Zaman Hindia Belanda===
Karena iklim yang lebih baik untuk kesehatan orang-orang Eropa dibandingkan dengan Batavia lama, maka dari awal abad ke-19 Weltevreden dijadikan pusat pemerintahan Kolonial. Pada tahun [[1809]] Gubernur Jendral [[Herman Willem Daendels]] mendirikan ''[[Paleis van Daendels]]'' atau disebut juga ''Het Groote Huis''. KantorIstana pemerintahanini pundirancang dipindahkanKolonel keJ.C.Schultze, namun bangunan ini baru dapat diselesaikan pada sana1826 dan 1828 oleh insinyur Tromp atas perintah Pejabat Gubernur Jenderal Du Bus de Ghisignies. Istana yang besar dan megah itu ditempati oleh Departemen Keuangan Hindia Belanda sampai masa [[Sejarah Indonesia (1942-1945)|pendudukan Jepang]], sebelum akhirnya menjadi kantor [[Departemen Keuangan Republik Indonesia]].
 
Untuk latihan militernya, Daendels mengalokasikan lapangan Buffelsveld (lapangan kerbau) yang kini menjadi [[Monas|Lapangan Monumen Nasional]]. Lapangan itu juga biasa disebut ''Champs de Mars''. Sesudah masa kuasa sementara [[Inggris]] (1818), lapangan itu diberi nama baru lagi, yakni Koningsplein (lapangan raja). Lapangan itu dikelilingi oleh Museum Gajah, Istana Merdeka, serta Stasiun Weltevreden (sekarang [[Stasiun Gambir]]). Pada tahun [[1821]] didirikan di Theater Schouwburg Weltevreden, yang sekarang disebut [[Gedung Kesenian Jakarta]].
 
Pada tahun 1937, pemerintah kolonial mengesahkan sebuah rencana induk kota Batavia dengan Koningsplein (Lapangan Monas) sebagai pusatnya. Rencana induk itu sendiri merupakan tindak lanjut dari dikukuhkannya Undang-Undang Desentralisasi tahun 1903 dan berbagai ordonansi tentang kewenangan lokal dalam pengaturan kota. Berbagai prasarana kota dalam skala makro pun mulai digarap. Saluran pengendali banjir ([[Banjir Kanal Jakarta|banjir kanal]]) mulai dibangun dari Karet-Tanah Abang terus ke laut. Pembangunan Banjir Kanal telah direncanakan sejak 1870, tidak lama setelah Batavia dilanda banjir besar dan baru selesai pada tahun 1920. Sementara itu, rel kereta api juga mulai dikembangkan. Dimulai dengan jalur tengah dan timur, kemudian ditambah jalur barat melalui Manggarai - Tanah Abang - Duri - Kota.
 
==Referensi==
* [http://www.bapekojakartapusat.go.id/node/39 Situs Resmi Badan Perencanaan Kotamadya Jakarta Pusat]
 
[[Kategori:Jakarta]]