Kakawin Arjunawiwāha: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
berkas yang sudah dihapus
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 47:
Di bawah ini disajikan ringkasan cerita yang terdapat dalam ''kakawin Arjunawiwāha''. Ringkasan ini berdasarkan ulasan [[P.J. Zoetmulder]] (1983:298-302) dan terjemahan [[Ignasius Kuntara Wiryamartana]] (1990:124-182).
 
Niwātakawaca, seorang [[raksasa (''daitya'')]] mempersiapkan diri untuk menyerang dan menghancurkan kahyangan Batara Indra. Karena raksasa itu tak dapat dikalahkan, baik oleh seorang dewa maupun oleh seorang raksasa, maka Batara Indra memutuskan untuk meminta bantuan dari seorang manusia. Pilihan tidak sukar dan jatuh pada sang Arjuna yang sedang bertapa di gunung Indrakīla. Namun sebelum Arjuna diminta bantuannya, terlebih dahulu harus diuji ketabahannya dalam melakukan yoga, karena ini juga merupakan jaminan agar bantuannya benar-benar membawa hasil seperti yang diharapkan.
 
Maka tujuh orang bidadari yang kecantikannya sungguh menakjubkan dipanggil. Sebenarnya tujuh bidadari itu tercipta dari sebuah cahaya, yang kemudian mengalami pembiasan dan membentuk [[pelangi|tujuh cahaya beraneka warna]]. Kemudian, tujuh cahaya tersebut berubah bentuk menjadi tujuh wanita, dengan nama Supraba, Tilottama, Warsiki, Surendra, Gagarmayang, Tunjungbiru, dan Lenglengmulat. Dari tujuh bidadari itu, kedua bidadari yang memiliki peran penting dalam cerita ini bernama [[Dewi Supraba|Suprabhā]] dan [[Tilottama|Tilottamā]]. Mereka semua diutus dari kahyangan untuk mengunjungi Arjuna lalu mempergunakan kecantikan mereka untuk merayunya.
 
Maka berjalanlah para bidadari melalui keindahan alam di gunung Indrakīla menuju tempat bertapanya sang Arjuna. Mereka beristirahat di sebuah sungai lalu menghias diri dan membicarakan bagaimana cara terbaik untuk mencapai tujuan mereka.
Baris 77:
</center>
 
Dalam pada itu raja para raksasa telah mendengar berita apa yang terjadi di gunung Indrakila. Ia mengutus seorang raksasa lain yang bernama Mūka untuk membunuh Arjuna. Dalam wujud seekor babi hutan ia mengacaukan hutan-hutan di sekitarnya. Arjuna, terkejut oleh segala hiruk-pikuk, mengangkat senjatanya dan keluar dari guanya. Pada saat yang sama dewa Siwa, yang telah mendengar bagaimana Arjuna melakukan yoga dengan baik sekali tiba dalam wujud seorang pemburu dari salah satu suku terasing, yaitu suku Kirāṭa. Pada saat yang sama masing-masing melepaskan panah dan babi hutan tewas karena lukanya. Kedua anak panah ternyata menjadi satu. Terjadilah perselisihan antara Arjuna dan orang Kirāṭa itu, siapa yang telah membunuh binatang itu. Perselisihan memuncak menjadi perdebatan sengit. Panah-panah Siwa yang penuh sakti itu semuanya ditanggalkan kekuatannya dan akhirnya busurnya pun dihancurkan. Mereka lalu mulai berkelahi. Arjuna yang hampir kalah, memegang kaki lawannya, tetapi pada saat itu wujud si pemburu lenyap dan SiwaBatara Siwah menampakkan diri.
 
Batara SiwaSiwah bersemayam selaku ardhanarīśwara 'setengah pria, setengah wanita' di atas bunga padma. Arjuna memujanya dengan suatu madah pujian dan yang mengungkapkan pengakuannya terhadap SiwaSiwah yang hadir dalam segala sesuatu. SiwaSiwah menghadiahkan kepada Arjuna sepucuk panah yang kesaktiannya tak dapat dipatahkan; namanya Pasupati. Sekaligus diberikan kepadanya pengetahuan gaib bagaimana mempergunakan panah itu. Sesudah itu SiwaSiwah lenyapmenghilang sekejap.
 
Tengah Arjuna memperbincangkan, apakah sebaiknya ia kembali ke sanak saudaranya, datanglah dua apsarabidadari 'makhlukyang setengahbernama dewa[[Supraba]] setengahdan manusia'[[Tilottama]], membawa sepucuk surat dari Indra; ia minta agar Arjuna bersedia menghadap, membantu para dewa dalam rencana mereka untuk membunuh Niwatakawaca. Arjuna merasa ragu-ragu, karena ini berarti bahwa ia akan lebih lama lagi terpisah dari [[Pandawa|saudara-saudaranya]], tetapi akhirnya ia setuju. Ia mengenakan sebuah kemeja ajaib bersama sepasang sandal yang dibawa oleh kedua apsara,Supraba dan lewat udaraTilottama, menemaikemudian mereka bertiga terbang ke kahyanganistana batara Indra di Kahyangan. Ia disambut dengan riang gembira dan para bidadari merasayang tergila-gila padanya. Indra menerangkanmenjelaskan keadaantentang yangniat tidakjahat begituNiwatakawaca menguntungkanyang bagiakan paramemporakporandakan dewakahyangan akibatdan niat jahat Niwatakawacabumi. Raksasa itu hanya dapat ditewaskan oleh seorang manusia, tetapi terlebih dahulu mereka harus menemukan titik lemahnya. Sang bidadari Suprabhabernama Supraba yang sudah lama diincar oleh raksasa ituNiwatakaca, akan mengunjunginya dan akan berusaha untuk mengatahui rahasianya dengan ditemani oleh Arjuna. Arjuna menerima tugas itu dan mereka turun ke bumi. Suprabha pura-pura malu karena hubungan mereka tampak begitu akrab, akibat tugas yang dibebankan kepada mereka. Dalam kepolosannya SuprabhaSupraba tidak menghiraukan kata-kata manis Arjuna dan berusaha membelokkanmengalihkan percakapan mereka ke hal-hal lain. Waktu sore hari mereka sampai ke tempat kediaman si raja raksasa itu; di sana tengah diadakan persiapan-persiapan perang melawan para dewata. Sang SuprabhaSupraba, sambil membayangkan bagaimana ia akan diperlakukan oleh Niwatakawaca, merasa tidak berani melaksanakan apa yang ditugaskan kepadanya, tetapi ia diberi semangat oleh Arjuna. IaMisi ini pasti akan berhasil asal iaSupraba mempergunakanharus mau merayu Niwatakaca dengan segalaberbagai rayuancara seperti yang diperlihatkan ketika Arjuna sedang bertapa di dalam gua, biarpun pada waktu itu tidak membuahkan hasil.
 
SuprabhaSupraba menuju sebuah sanggar mestika (balai kristal murni), di tengah-tengah halaman istana. Sementara itu Arjuna menyusul dari dekat. Namun Arjuna memiliki ajiajian supaya ia tidak dapat dilihat orang. Itulah sebabnya mengapa para dayang-dayang yang sedang bercengkerama di bawah sinar bulan purnama, hanya melihat Suprabha. Beberapa dayang-dayang yang dulu diboyong ke mari dari istana Indra, mengenalinya dan menyambutnya dengan gembira sambil menanyakan bagaimana keadaan di kahyangan. SuprabhaSupraba menceritakan, bagaimana ia meninggalkan kahyangan atas kemauannya sendiri, karena tahu informasi bahwa itukahyangan akan dihancurkan kaum raksasa; sebelum ia bersama dengan segala barang rampasan ditawan, ia menyeberang kemenghampiri Niwatakawaca. Dua orang dayang-dayang menghadap raja dan membawa berita yang sudah sekian lama dirindukannya. Seketika ia bangun dan menuju ke taman sari. Niwatakawaca pun menimang dan memangku sang Suprabha. Suprabha menolak segaladengan halus rayuan dan sentuhan dari desakannyaNiwatakaca yang penuh nafsu birahi dan memohon agar sang raja bersabar sampai fajar menyingsing. Ia merayunya sambil memuji-muji kekuatan raja Niwatakaca yang tak terkalahkan itu, lalu bertanya tapa macam apa yang mengakibatkan ia dianugerahi kesaktian yang luar biasa oleh [[Batara Rudra]]. Niwatakawaca terjebak oleh bujukan Suprabha dan membeberkan rahasianya. Ujungbahwa lidahnyasumber merupakankekuatannya tempatterletak kesaktiannyadi ujung lidahnya. Ketika Arjuna mendengar itu ia meninggalkan tempat persembunyiannya dan menghancurkan gapura istana. Niwatakawaca terkejut oleh kegaduhan yang dahsyat itu; SuprabhaSupraba mempergunakan saat itu danlangsung melarikan diri bersama Arjuna.
 
Meluaplah angkara murka sang raja yang menyadari bahwa ia telah tertipuditipu; ia memerintahkan pasukan-pasukannya agar seketika berangkat ke kahyangan dan berbaris melawan para dewa-dewa. Kahyangan diliputi suasana gembira karena Arjuna dan Suprabha telah pulang dengan selamat. Dalam suatu rapat umum oleh para dewa diperbincangkan taktik untuk memukul mundur si musuh, tetapi hanya Indra dan Arjuna yang mengetahui senjata apa telah mereka miliki karena ucapan Niwatakawaca yang kurang hati-hati. Bala tentara para dewa, apsara dan gandharwa menuju ke medan pertempuran di lereng selatan pegunungan Himalaya.
 
Menyusullah pertempuran sengit yang tidak menentu, sampai Niwatakawaca terjun ke medan laga dan mencerai-beraikan barisan para dewa yang dengan rasa malu terpaksa mundur. Arjuna yang bertempur di belakang barisan tentara yang sedang mundur, berusaha menarik perhatian Niwatakawaca. Pura-pura ia terhanyut oleh tentara yang lari terbirit-birit, tetapi busur telah disiapkannya. Ketika rajaNiwatakaca para raksasa mulai mengejarnya dan berteriak-teriak dengan amarahnya, Arjuna menarik busurnya, anak panah melesat masuk ke mulut sang raja dan menembus ujung lidahnya. Ia jatuh tersungkur dan mati. Para raksasa melarikan diri atau dibunuh, dan para dewa yang semula mengundurkan diri, kini kembali sebagai pemenang. Mereka yang tewas dihidupkan dengan air amrtatirta danamerta semuadan pulang ke sorgakahyangan. Di sana istri para istridewa menunggu kedatangan mereka dengan rasa was-was bahwa jangan-jangan suami mereka lebih suka kepada wanita-wanita yang ditawan, ketika mereka merampas harta para musuh. Inilah satu-satunya awan yang meredupkan kegembiraan mereka.
 
Kini Arjuna menerima penghargaan bagi bantuannya. Selama tujuh hari (menurut perhitungan di sorga, dan ini sama lama dengan tujuh bulan di bumi manusia) ia akan menikmati buah hasil dari kelakuannya yang penuh kejantanan itu: ia akan bersemayam bagaikan seorang raja di atas singgasana Indra. Setelah ia dinobatkan, menyusullah upacara pernikahan sampai tujuh kali dengan ketujuh bidadari. Satu per satu, dengan diantar oleh Menaka (ketua para bidadari), mereka memasuki ruang mempelai. Yang pertama datang ialah Suprabha, sesudah perjalanan mereka yang penuh bahaya, dialah yang mempunyai hak pertama. Kemudian Tilottama lalu ke lima yang lain, satu per satu; namaWarsiki, merekaSurendra, tidakTunjungbiru, Gagarmayang, dan disebutLenglengmulat. Hari berganti hari dan Arjuna mulai menjadi gelisah. Ia rindu akan sanak saudaranya yang ditinggalkannya. Ia mengurung diri dalam sebuah balai di taman dan mencoba menyalurkan perasaannya lewat sebuah syair. Hal ini tidak luput dari perhatian Menaka, Supraba, dan Tilottama. Yang terakhir ini berdiri di balik sebatang pohon dan mendengar, bagaimana Arjuna menemui kesukaran dalam menggubah baris penutup bait kedua. Tilottama lalu menamatkannya dengan sebuah baris yang lucu dan jenaka. Maka setelah tujuh bulan itu sudah lewat, Arjuna berpamit kepada Indra; ia diantar kembali ke bumi oleh Matali dengan sebuah kereta sorgawi. [[Kakawin]] ini ditutup dengan keluh kesah dan kegalauan para bidadari yang ditinggalkan di sorgakahyangan dan sebuah [[kolofon]] mpu Kanwa.
 
== Manggala ==