Nurtanio Pringgoadisuryo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
Andri.h (bicara | kontrib)
std
Baris 1:
[[Berkas:Nurtanio.jpg|thumb|Nurtanio Pringgoadisuryo]]
 
'''Nurtanio Pringgoadisuryo''' ({{lahirmati|[[Kandangan]], [[Kalimantan Selatan]], [[|3 Desember]] [[|12|1923]] – [[||21 Maret]] [[|3|1966]]}}) adalah sebagai [[perintis]] [[industri penerbangan]] Indonesia. Bersama [[Wiweko Soepono]], Nurtanio membuat pesawat layang [[Zogling NWG]] (Nurtanio-Wiweko-Glider) pada tahun [[1947]]. Ia membuat pesawat pertama ''all metal'' dan ''fighter'' Indonesia yang dinamai ''Sikumbang'', disusul dengan ''Kunang-kunang'' (mesin ''VW'') dan ''Belalang'', dan ''Gelatik'' (aslinya ''Wilga'') serta mempersiapkan produksi F-27.
 
Cita-citanya besar, keliling dunia dengan [[pesawat terbang]] buatan bangsanya. Untuk itu, disiapkanya pesawat ''Arev'' (''Api Revolusi''), dari bekas rongsokan [[Super Aero]] buatan [[Cekoslowakia]] yang tergeletak di [[Kemayoran]]. Karena dedikasinya yang tinggi, setelah Nurtanio gugur dalam penerbangan uji coba Arev, namanya diabadikan menjadi [[Industri Pesawat Terbang Nurtanio]] (sekarang IPT-Nusantara/[[IPTN]]/PT Dirgantara Indonesia).
Baris 18:
[[Prof. Ir. Rooseno]] dan [[Wiweko Soepono]]. Nurtanio kemudian diberi jabatan Sub Bagian Rencana di bagian Kepala Bagian Rencana dan Penerangan (semula dinamakan Propaganda namun diganti karena berkesan seperti Bagian Propaganda [[Nazi]] yang dijabat oleh sahabat [[Adolf Hitler]], [[Joseph Gobbels]]) yang dijabat oleh Wiweko Soepono sedangkan R.J Salatun mendapat jabatan bagian penerangan. Ketiga orang ini yang kemudian disebut sebut sebagai tiga serangkai perintis kedirgantaraan Indonesia tersebut kemudian melaksanakan tugasnya antara lain mendesain tata kepangkatan Angkatan Udara yang dibantu oleh [[Halim Perdanakusuma]] yang pernah berdinas di Angkatan Udara Kerajaan Inggris (Royal Air Force/RAF) dan persiapan-persiapan lainnya. Sedangkan Nurtanio langsung mendesain glidernya.
 
Kemudian Suryadarma memindahkan koleksi
Kemudian Suryadarma memindahkan koleksi buku-buku militer dan penerbangannya ke kantor yang menjadikannya sebagai perpustakaan Angkatan Udara yang pertama, yang sering hadir di perpustakaan itu adalah [[Adisutjipto]] dan [[Abdulrachman Saleh]].
 
Nurtanio akhirnya berhasil menyelesaikan rancangan glidernya, ia kemudian bersama Wiweko Soepono pindah ke [[Maospati]] karena lebih lengkap fasilitasnya dibandingkan di [[Maguwo]], Yogyakarta.
 
== Pesawat Glider NWG-1 ==
 
Setelah pindah ke Maospati, Nurtanio berhasil membuat beberapa glider yang dinamakan NWG-1 (Nurtanio Wiweko Glider). Pesawat ini adalah pesawat satu-satunya buatan Indonesia dengan kandungan lokal hingga 100 persen hingga hari ini. Dibuat dari kayu jamuju yang dicari di daerah [[Tretes]] untuk mengganti kayu spruce, sayap dibalut dengan kain blaco pengganti kain linen dan kemudian diolesi bubur cingur pengganti thinner. Pesawat Glider ini kemudian digunakan untuk melatih kadet-kadet penerbang yang akan dikirim ke [[India]] guna pendidikan penerbang lebih lanjut.
 
Sekitar tahun 1948, Nurtanio kemudian ditugaskan ke [[Manila]], [[Filipina]] untuk melanjutkan studi kedirgantaraannya di FEATI (Far Eatern Aero Technical Insitute). Sebagai bekal hidup, Nurtanio membawa kerajinan [[perak]] Yogyakarta yang ternyata susah untuk dijual.
 
== Sikumbang ==
 
Pada masa selesainya perang kemerdekaan (sekitar tahun 1950), Nurtanio berhasil merancang dan membuat pesawat Sikumbang yang merupakan pesawat ''all metal'' pertama Indonesia itu. Nurtanio kemudian berencana menerbangkan ke daerah [[Sekaten]], [[Yogyakarta]] dari [[Bandung]]. Sahabatnya R.J Salatun mempunyai firasat buruk tentang penerbangan itu dan berniat membatalkannya. Karena dia punya akses langsung kepada Kepala Staf Angkatan Udara Suryadarma, Salatun memberikan argumen kepada Suryadarma agar membatalkan rencana penerbangan Nurtanio ke Yogyakarta dengan alasan Nurtanio adalah satu-satunya kostruktur penerbangan yang dimiliki Angkatan Udara. Suryadarma setuju dengan alasan Salatun dan memerintahkan stafnya untuk memberikan radiogram pembatalan rencana penerbangan ke Yogyakarta. Untuk mengobati rasa kesalnya, Nurtanio menerbangkan pesawat Sikumbang itu keliling udara Bandung di sekitar Lanud Husein Sastranegara.
 
Tidak lama kemudian pesawat itu didaratkan di Lanud Husein karena mengalami gangguan berupa mesinnya mati. Nurtanio mengambil kesimpulan seandainya dia melakukan penerbangan ke Yogyakarta, maka dia harus mendarat darurat di daerah rawan yang masih dikuasai [[DI/ TII]] karena mengalami [[mesin]] mati.
 
Pada saat itu, Indonesia menerima berbagai macam pesawat dan peralatan perang dari Belanda sebagai pelaksanaan pengakuan kedaulatan yang merupakan buah dari [[Konfrensi Meja Bundar]]. Untuk Angkatan Udara, Indonesia menerima berbagai pesawat diantaranya [[P-51 Mustang]], Pembom sedang/ringan [[B-25 Mitchell]] dan pesawat angkut [[DC-3 Dakota]]. Pesawat-pesawat itu masih berwarna [[metal]] [[aluminium]] karena tidak diberi cat kamuflase. Alasan Nurtanio adalah pesawat itu permukaannya menjadi lebih licin sehingga mengurangi hambatan (''drag''). Namun kemudian muncullah gejala politik kurang baik yang diwarnai pembentukan dewan-dewan daerah oleh pimpinan wilayah politik dan pimpinan wilayah angkatan perang (yang dijuluki ''warlord'') sebagai protes akibat kebijakan pemerintah pusat yang secara ekstrim dapat menjurus kearah disintegrasi. Bila kemungkinan itu terjadi, maka Angkatan Perang Indonesia khususnya Angkatan Udara Republik Indonesia akan dibuat repot.
 
Untuk mempersiapkan diri terhadap kemungkinan terburuk, R.J Salatun yang menjabat sebagai Sekretaris Dewan Penerbangan merangkap Sekretaris Gabungan Kepala-Kepala Staf memberi masukan kepada KSAU Suryadarma untuk mulai memberi kamuflase kepada pesawat-pesawat AURI selagi PO (periodiek overhaul). Dengan demikian jika terjadi konflik, AURI tidak akan kerepotan. Nurtanio kecewa dan bertanya hal itu untuk apa. Tidak lama kemudian ketika AURI jadi ujungtombak penumpasan [[PRRI]]/[[Permesta]], seluruh armada udaranya sudah diberi kamuflase.
 
== Pesawat Gelatik dan merintis Aeroindustri ==
 
Pada masa Menteri Keamanan Nasional dijabat oleh Jenderal [[A.H. Nasution]] dan deputinya Jendral [[Hidayat]], Nurtanio memperoleh kredit dari [[Polandia]] sebesar (atau sekecil) 1,5 juta dollar Amerika Serikat untuk Depot Penyelidikan, Percobaan dan Pembuatan AURI menjadi LAPIP (Lembaga Persiapan Industri Penerbangan yang merupakan cikal bakal IPTN nantinya). Caranya, dengan alih teknologi produksi melalui perakitan pesawat pertanian [[PZL-104 Wilga]] yang dinamai Gelatik oleh Presiden [[Soekarno]]. Dalam mengajukan proposalnya, Jenderal Nasution maupun Jenderal Hidayat sangat terkesan oleh sifat Nurtanio yang begitu realistis dan tidak muluk-muluk.
 
Menurut [[Ir. Hoo Kian Lam]] (pemilik pesawat terbang [[Walraven W-2 PK-KKH]] dan pernah berusaha mendirikan industri penerbangan pada masa [[Hindia-Belanda]]), yang ikut serta dalam kunjungan ke pabrik PZL di [[Warsawa]], Nurtanio yang memimpin delegasi menerbangkan sendiri pesawat Wilga hingga sangat mengesankan bagi pejabat-pejabat Polandia.
 
Namun ketika usulan R.J Salatun berdasarkan pengalamannya pada tahun 1958 ketika ditawari Perdana Menteri [[RRC]], [[Chou-en Lai]] untuk memproduksi pesawat jet Type 56 (lisensi [[MiG-17]] versi China), Nurtanio berkata bahwa untuk proyek Gelatik yang begitu membumi saja dukungan dana dan pembiayaannya sudah tersendat-sendat. Ketika proyek Wilga/Gelatik berjalan, Nurtanio mengeluhkan kondisi sosial ekonomi para karyawannya yang membuat kaget orang Polandia. Sampai satu kali mereka perhatikan, kenapa semua karyawan meninggalkan pekerjaannya. Ternyata sedang mengantri minyak tanah.
 
Namun sejarah mencatat, bahwa SDM yang dididik di perakitan pesawat Gelatik berperan besar saat Lapip menjadi Lipnur (Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio) yang merupakan modal dasar IPTN pada tahap permulaan. Pada dasawarsa 70-an, Marsekal TNI (purn) [[Ashadi Tjahjadi]] ( mantan Kepala Staff Angkatan Udara/KSAU) melihat ''jig'' (cetakan untuk produksi) pesawat Gelatik yang diterlantarkan di udara terbuka di halaman Lipnur. Ashadi berniat memanfaatkan lagi untuk suatu usaha bagi para purnawirawan AURI (TNI-AU) berupa major overhaul pesawat -pesawat Gelatik. Alangkah mengecewakan ketika gagasan itu ditolak oleh [[B.J. Habibie]] dengan alasan itu termasuk aset perusahaan.
 
Selain kegiatannya di LAPIP, Nurtanio bersama staf dan penerbang AURI juga aktif dalam memantau kesiapan teknis armada-armada udara yang dimiliki AURI saat itu. Diantaranya adalah kelemahan pada pesawat tempur [[MiG-19 Farmer]] versi awal yang dioperasikan AURI yang selalu memberikan indikasi adanya kesalahan saat digunakan meski pesawat ini memberikan keselamatan dan keamanan dengan penggunaan mesin ganda. Setelah terjadi pembicaraan antara R.J Salatun, Nurtanio dan [[Leo Wattimena]] (salah seorang penerbang legendaris AURI selain [[Rusmin Nuryadin]]), kesalahan itu terletak pada tongkat kemudinya (''stick force'') yang selalu berubah-ubah (tidak stabil). Sebenarnya KSAU Suryadarma menolak menerima pesawat itu namun Deputi KSAU [[Uni Soviet]] Marsekal Rudenko dalam perundingan di [[Kremlin]] dimana R.J Salatun ikut hadir, mengancam bahwa dua skadron (sekitar 24 pesawat) pesawat tempur [[MiG-21 Fishbed]] tidak dapat diberikan kecuali Indonesia mau menerima 10 pesawat tempur MiG-19 Farmer. Pesawat MiG-19 ini kemudian pada awal [[orde baru]] dijual ke [[Pakistan]].
 
Tahun 1964, AURI menjalin kerjasama dengan [[Insitut Teknologi Bandung]] dan [[Pindad]] untuk mengembangkan roket di bawah proyek "PRIMA" (Proyek Pengembangan Roket Ilmiah dan Militer Awal) yang dipimpin Budiardjo dan R.J Salatun. Hasil kongkritnya adalah terciptanya [[Roket Ilmiah Kartika I]] yang merupakan roket sounding kedua di negara [[Asia]]-[[Afrika]] saat itu, sesudah [[Jepang]]. Alat [[telemetri]]nya yang kedua sesudah [[India]], berhasil merekam sinyal-sinyal dari satelit cuaca [[TIROS]] dengan alat buatan dalam negeri. Pada waktu roket Kartika sedang didesain, para sarjana dan teknisi LAPIP ikut dikerahkan.
 
Sekitar pertengahan tahun 1965, didirikan KOPELAPIP yang bertujuan membuat pesawat [[Fokker]] [[F -27]]. Pilihan atas F -27 dapat dimengerti, karena pasarnya besar meskipun pabrik Fokker rupa -rupanya menganggap bahwa pesawat itu sudah melewati puncak produksinya sehingga yakin akan mengalami penurunan. F-27 secara operasional merupakan pesawat yang handal, meskipun jika diperhatikan dari teknik produksi bagi industri penerbangan pemula semacam KOPELAPIP di Indonesia pada masa itu sangat terlalu maju yakni teknik pembuatannya tidak pakai paku keling tetapi dengan merekatkan lempengan-lempengan aluminium (''[[metal bonding]]'').
 
Proyek itu merupakan suatu langkah maju yang ambisius mengingat investasi di bidang industri penerbangan sangat minim. Pengambil keputusan yang tertinggi tidak ayal lagi tergiur oleh cara pendanaan proyek yang mengandalkan hasil ekspor komoditi lemah seperti [[kumis kucing]] atau [[kayu manis]].
 
KOPELAPIP dipimpin seorang menteri. Pengurusnya terdiri dari orang-orang yang (maaf), sebelumnya tidak pernah terdengar ada kaitannya dengan pembuatan pesawat terbang atau kedirgantaraan. Sahabatnya, R.J Salatun tidak tega menanyakan kepada Nurtanio tentang KOPELAPIP karena setelah berjerih-payah puluhan tahun dalam merintis industri kedirgantaraan di Indonesia dari nol, sekali tempo ada jabatan menteri, ternyata bukan diberikan kepadanya. Kemudian terdengar kabar bahwa bertentangan dengan gagasan semula tentang cara pendanaan dengan komoditi lemah, sang menteri minta izin ekspor [[minyak bumi]].
 
Akibat meletusnya [[G-30S/PKI]] dan pergantian pemerintahan, maka KOPELAPIP mengalami kegagalan. Bahkan kemudian hal itu membawa keuntungan bagi pabrik Fokker, larisnya [[pesawat]] [[turboprop]] Fokker F-27 yakni timbulnya krisis energi terutama minyak bumi akibat konflik di [[Timur Tengah]] karena pecahnya [[Perang Enam Hari]] dan [[Perang Yom Kippur]], yang membuat pasaran pesawat turboprop yang dikenal hemat bahan bakar melonjak disamping munculnya seorang salesman berbangsa Inggris yang ulung telah mendongkrak pemasaran pesawat F -27 hingga menjadi paling laris diantara produk-produk Fokker.
 
== Akhir pengabdiannya ==
 
Nurtanio tetaplah seorang Nurtanio, dari seorang aero-modeller hingga menjadi pejabat resmi yang memimpin LAPIP. Pekerja keras, tidak banyak omong (bombastis), rendah hati, sopan santun, serta bekerja dengan serba apa adanya dengan biaya rendah (''low cost''). Pesawat-pesawat yang diciptakannya memanfaatkan komponen dan suku cadang yang ditemukan di berbagai gudang yang tak terpakai. Gaya pendekatan yang serba rasional, tidak muluk-muluk dan sangat membumi, sesuai dengan kondisi Indonesia yang sejak awal kemerdekaan dianggap praktis tidak pernah ideal hingga sulit menciptakan kontinuitas dan konsistenitas. Tetapi gaya Nurtanio yang realistis juga, yang menyebabkan dirinya kurang dihargai karena dianggap tidak bisa mengikuti arus ''megalomania''.
 
Nurtanio banyak pengalaman, baik sebagai penerbang maupun pejabat yang bertanggung jawab atas
pemeliharaan seluruh armada udara AURI selama tahun-tahun sulit. Ia pernah menceritakan suatu paradoks yakni ketika anggaran untuk ''security'' dan ''prosperity'' masih serasi, industri lokal mampu menghasilkan ''rubber hose'' untuk pesawat DC-3 Dakota. Tapi ketika anggaran untuk pertahanan keamanan meningkat sampai 75 persen dari anggaran total, kemampuan lokal tadi lenyap. Padahal di negara yang sudah maju, anggaran pertahanan justru akan menggairahkan industri dalam negeri yang dimanfaatkan untuk menyembuhkan resesi. Begitulah tragedi yang harus dialami bangsa yang belum mandiri.
 
Nurtanio pernah mengatakan, bahwa pendekatan ke arah pembuatan pesawat terbang bisa juga ditempuh melalui peningkatan ''maintenance'' (perawatan dan pemeliharaan) secara bertahap. Dimulai dengan ''maintenance by repair'', dan akhirnya ''maintenance by manufacturing''. Ia mengatakan, melalui kerjasama dengan Polandia dalam pembuatan pesawat Gelatik dia bertujuan meningkatkan SDM ke produksi pesawat.
 
Nurtanio sendiri lebih memilih realistis, dan memilih berkonsentrasi kepada bagaimana mencapai sasaran yang sedang dihadapinya. Penolakannya akan modifikasi pesawat [[Lavochkin LA-11]] menjadi pesawat jet juga berdasarkan pilihannya itu. Menjelang akhir hayatnya, dia baru memberitahu bahwa dia sedang memodifikasi pesawat STOL (''Short Take Off Landing''/Tinggal Landas dan Mendarat di landasan pendek) bermotor ganda. Nurtanio juga mengungkapkan keprihatinannya atas terpuruknya AURI paska peristiwa G30S/PKI yang gagal.
 
Meski mengedepankan rasio, sebagai orang timur, Nurtanio juga percaya dengan hal-hal yang bersifat ghaib, seperti kemunculan hantu dalam perjalanan kereta api yang dihubungkan dengan tragedi atau kecelakaan, atau munculnya bau wangi ketika pada waktu uji terbang dengan ''Kolentang'', gyrocopter rakitan disain Benson di atas sebuah hanggar Lanud [[Husein Sastranegara]], atau bahkan kecelakaan ringan yang dialami di [[Pameungpeuk]], ketika dia menjabat sebagai Direktur Jenderal [[LAPAN]] saat kegiatan pembangunan stasiun peluncuran roket giat-giatnya dibangun. Meski minat Nurtanio hanya sebatas gejala-gejala paranormal.
 
Nurtario gugur pada suatu kecelakaan pesawat terbang pada tanggal [[21 Maret 1966]], ketika menerbangkan pesawat Aero 45 atau Arev yang sebenarnya buatan [[Cekoslowakia]], yang telah dimodifikasi dengan memberi tangki bahan bakar ekstra. Pesawat ini sebenarnya akan digunakan untuk penerbangan keliling dunia, dan Nurtanio mengalami kecelakaan saat kerusakan mesin, dia berusaha untuk mendarat darurat di lapangan [[Tegallega]] Bandung namun gagal karena pesawatnya menabrak toko.
 
Namun sejarah kemudian mencatat bagaimana setelah gugur Nurtanio tertimpa aib. LIPNUR diubah menjadi
IPTN. Nama Nurtanio dihapus. Alasan menghapus nama Nurtanio yang disampaikan secara resmi, sangat
sepele. Tuduhannya, adanya surat pribadi dengan kop perusahaan sehingga keluarga Nurtanio difitnah akan
memiliki saham IPTN. Isu itu kemudian, yang sangat disayangkan, dibesar-besarkan bahkan didramatisir.
 
== Referensi ==
 
* Nurtanio Dalam Kenangan, catatan pribadi Marsekal Muda Purnawirawan R.J Salatun, mantan Kepala dinas penerangan TNI-AU pertama.
 
 
{{DEFAULTSORT:Pringgoadisuryo, Nurtanio}}
 
[[Kategori:Penerbang Indonesia]]
[[Kategori:Kelahiran 1923]]
[[Kategori:Kematian 1966]]