Muhammad Quraish Shihab: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Modera18 (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 53:
 
== Karier ==
Nama lengkapnya Muhammad Quraish Shihab, biasa dipanggil Pak Quraish Shihab, lahir di [[Rappang]], [[Kabupaten Sidenreng Rappang]], [[Sulawesi Selatan]], Iaia lahir pada tanggal 16 Februari 1944 dari pasangan Abdurrahman Shihab dan Asma Aburisyi. Quraish adalah anak keempat dari 12 bersaudara. Ia menikah dengan Fatmawaty Assegaf pada 2 Februari 1975 di Solo dan dikaruniai lima orang anak; Najelaa Shihab, Najwa Shihab, Nasywa Shihab, Ahmad Shihab, dan Nahla Shihab.[https://www.viva.co.id/siapa/read/100-prof-dr-muhammad-quraish-shihab-ma] Ia berasal dari keluarga keturunan [[Suku Quraisy|Arab Quraisy]]-[[Suku Bugis|Bugis]], yang merupakan keturunan [[Muhammad|Nabi Muhammad]] dari marga Shihab, yang terpelajar. Ayahnya, Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang ulama, pengusaha, dan politikus yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya membina dua perguruan tinggi di [[Ujungpandang]], yaitu Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebuah perguruan tinggi swasta terbesar di kawasan Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin Ujungpandang. Ia juga tercatat sebagai rektor pada kedua perguruan tinggi tersebut: UMI 1959-1965 dan IAIN 1972–1977.
 
Sebagai seorang yang berpikiran progresif, Abdurrahman percaya bahwa pendidikan adalah merupakan agen perubahan. Sikap dan pandangannya yang demikian maju itu dapat dilihat dari latar belakang pendidikannya, yaitu Jami’atul Khair, sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Murid-murid yang belajar di lembaga ini diajari tentang gagasan-gagasan pembaruan gerakan dan pemikiran Islam. Hal ini terjadi karena lembaga ini memiliki hubungan yang erat dengan sumber-sumber pembaruan di Timur Tengah seperti Hadramaut, Haramaian dan Mesir. Banyak guru-guru yang didatangkan ke lembaga tersebut, di antaranya Syaikh Ahmad Soorkati yang berasal dari Sudan, Afrika. Sebagai putra dari seorang guru besar, Quraish Shihab mendapatkan motivasi awal dan benih kecintaan terhadap bidang studi tafsir dari ayahnya yang sering mengajak anak-anaknya duduk bersama setelah magrib. Pada saat-saat seperti inilah sang ayah menyampaikan nasihatnya yang kebanyakan berupa ayat-ayat al-Qur'an. Quraish kecil telah menjalani pergumulan dan kecintaan terhadap al-Qur’an sejak umur 6-7 tahun. Ia harus mengikuti pengajian al-Qur’an yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Selain menyuruh membaca al-Qur’an, ayahnya juga menguraikan secara sepintas kisah-kisah dalam al-Qur’an. Di sinilah, benih-benih kecintaannya kepada al-Qur’an mulai tumbuh.[2]