Jailangkung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Menghilangkan referensi VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 3:
 
== Sejarah ==
Asal penggunaan istilah "Jailangkung" diduga berhubungan dengan sebuah [[Kepercayaan tradisional Tionghoa]] yang telah punah. Ritual ini adalah tentang adanya kekuatan dewa "Poyang" dan "Moyang" (mirip istilah "[[nenek moyang]]") yaitu '''''Cay Lan Gong''''' ("菜篮公", "Dewa Keranjang") dan ''Cay Lan Tse'' yang dipercaya sebagai dewa pelindung anak-anak. Permainan ''Cay Lan Gong'' juga bersifat ritual dan dimainkan oleh anak-anak remaja saat [[Festival musim gugur|festival rembulan]].
 
Dalam ritual ''Cay Lan Gong'', dewa "Poyang" dan "Moyang" dipanggil agar masuk ke sebuah boneka keranjang yang tangannya dapat digerakkan. Pada ujung tangan boneka tersebut diikatkan sebuah [[alat tulis]], biasanya [[kapur]]. Boneka tersebut juga dihiasi dengan pakaian manusia, dikalungi kunci dan dihadapkan ke sebuah [[papan tulis]], sembari menyalakan [[dupa]]. Saat boneka tersebut menjadi terasa berat menurut mereka menjadi pertanda bahwa boneka itu telah dirasuki dewa, dan bergerak mengangguk sebagai pertanda setuju setelah ditanyakan siap tidaknya untuk ditanyai, jawaban-jawaban dari pertanyaan yang diajukan akan dituliskan oleh dewa yang merasuki boneka tersebut pada papan tulis yang disediakan.
 
Ritual ''Cay Lan Gong'' sendiri telah punah di Tiongkok, namun diduga ritual dan namanya kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia, menjadi '''Jailangkung''' dan masih hidup karena hubungan negeri Tiongkok dan [[Nusantara]] yang telah berlangsung ribuan tahun. Berbeda dengan ''Cay Lan Gong'', media yang digunakan untuk menampung dewa yang dipanggil dalam ''Jailangkung'' adalah [[gayung]] penciduk air yang diiringi dengan nyala [[kemenyan]] dan perapian. Jaman dahulu gayung terbuat dari tempurung [[kelapa]] yang digagangi kayu, sehingga dalam perkembangannya, permainan ''Jailangkung'' di Nusantara lebih dikenal dengan ritual pemanggilan dewa lewat boneka berkepala tempurung kelapa yang didandani pakaian. Tetap sebagai permainan anak, boneka ini akan dipegang oleh dua anak yang masih kecil dan dipandu oleh seorang pawang yang memanggil dewa dengan sebuah [[mantra]]. Jawaban dari semua pertanyaan akan dituliskan pada sehelai kertas, batu tulis atau kapur. Ritual ini dalam perkembangannya di Indonesia mulai digunakan untuk hal-hal selain permainan belaka, seperti untuk mencari informasi tentang diagnosa penyakit dan pengobatannya oleh praktisi kesehatan non-konvensional.
 
=== Versi Jawa ===
Oleh [[orang Jawa]], permainan ''Jailangkung'' dikenal dengan sebutan "'''''Nininini Thowong'''''thowong" atau "'''''Nini Thowok'''''". Permainan ini tidak hanya dikenal sebagai permainan tradisional anak-anak, tetapi juga dilakukan sebagai usaha menjaga keselamatan desa dan menolak [[bala]]. Untuk tujuan tersebut, ritual ini dilakukan bukan oleh anak kecil, melainkan orang yang sudah dewasa.
 
Versi Jawanya juga dapat dimainkan dengan menggunakan peralatan tulis [[jangka]]. Versi permainan yang berkembang di daerah-daerah khususnya di pulau jawa, umumnya dahulu dimainkan di desa-desa dengan menggunakan medium [[orang-orangan sawah]] untuk memanggil makhluk halus.
 
=== Versi Minangkabau ===
Ritual serupa yang dikenal [[orang Minangkabau]] disebut "'''''[[Lukah Gilo]]'''''". Permainan ini berkembang dalam bentuk seni pertunjukan di [[Desa Lumpo Timur]], [[Kecamatan Ampek Balai Juran]], [[Kabupaten Pesisir Selatan]]. Pertunjukan ini dimainkan oleh seorang pawang atau "Dukun Lukah" dan satu sampai empat orang pemain yang bertugas memegang "lukah" tersebut. "Lukah" adalah alat untuk menangkap [[ikan air tawar]] yang terbuat dari [[bambu]] yang dianyam, bentuknya menyerupai [[vas bunga]]. Keranjang "Lukah" ini digunakan untuk pertunjukan ''Lukah Gilo'' dengan mendandaninya menyerupai orang-orangan seperti halnya dalam permainan ''Cay Lan Gong''. Tangannya dibuat dari kayu lurus atau bambu, dan kepalanya dibuat dari [[labu]] atau tempurung [[kelapa]]. "Lukah" itu juga dirias dengan kain, [[baju]], [[selendang]], [[korset]], dan wajahnya dirias layaknya perempuan.
 
"Lukah" tersebut kemudian dibisiki mantra oleh pawangnya hingga menjadi "gila" karena bergerak kian kemari. Gerakan itu akan semakin menjadi-jadi setiap kali pawang membaca mantra. Yang menjadi tontonan dalam pertunjukan ini adalah para pemain yang memegang lukah itu. Mereka akan terbawa kian kemari seiring semakin meng"gila"nya "lukah" tersebut. Penonton pun akan menyoraki pemain agar suasana semakin ramai. Gerakan "lukah" tersebut baru akan berhenti apabila pawang berhenti memantrainya atau ada seseorang yang memasang "ijok", yaitu bagian dalam dari ekor lukah.