Raden Trunajaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Abu elda (bicara | kontrib)
Memperbaiki kesalahan bahasa
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
AnsyahF (bicara | kontrib)
Menulis kembali sesuai dengan artikel di bahasa Inggris
Baris 1:
{{Infobox person
{{Noref|date=Mei 2021}}
| name = Trunajaya
'''Raden Trunajaya''' (juga dieja sebagai '''Trunojoyo''', memproklammirkan dirinya sebagai '''Panembahan Maduretna Panatagama'''{{Sfn|Hoëvell|1849|p=214}}) (lahir [[1649]] – meninggal [[1680]]) adalah seorang bangsawan Madura yang pernah [[Pemberontakan Trunajaya|melakukan pemberontakan]] terhadap pemerintahan [[Amangkurat I]] dan [[Amangkurat II]] dari [[Kesultanan Mataram|Mataram]]. Pasukannya yang bermarkas di [[Kediri]] pernah menyerang dan berhasil menguasai [[keraton]] Mataram tahun 1677, dan Amangkurat I melarikan diri dan meninggal dalam pelariannya. Pangeran Trunojoyo dikalahkan Mataram dengan bantuan dari [[VOC]] pada penghujung tahun 1679.
| image = Detail painting of Amangkurat II executed Trunajaya.jpeg
| alt = Raden Trunajaya dihukum mati oleh Amangkurat I pada 1680
| caption = Lukisan dari akhir abad ke-19 yang menggambarkan penghukuman mati Trunajaya (kanan) oleh Amangkurat II (kiri)
| birth_date = {{Birth year|1649}}
| birth_place = Arosbaya (kini [[Kabupaten Bangkalan|Bangkalan]]), [[Pulau Madura|Madura]], [[Kesultanan Mataram]]
| death_date = 2 Januari 1680
| death_place = [[Payak]], [[Kabupaten Bantul|Bantul]], [[Kesultanan Mataram]]
| other_names = Paenmbahan Maduretna
{{main| known_for = [[Pemberontakan Trunajaya}}]]
| notable_works =
}}
'''Raden Trunajaya'''{{Efn|Juga dieja '''Trunojoyo'''}} (1649 – 2 Januari 1680), menyatakan dirinya sebagai '''Panembahan Maduretna Panatagama'''{{Sfn|Hoëvell|1849|p=214}}, adalah seorang bangsawan dari [[Kabupaten Bangkalan|Bangkalan]], [[Pulau Madura|Madura]] yang dikenal memimpin [[Pemberontakan Trunajaya]] terhadap pemerintahan [[Kesultanan Mataram]] di [[Jawa]].
 
== Pemberontakan terhadap Kesultanan Mataram ==
== Penaklukan Madura ==
{{main|Pemberontakan Trunajaya}}Pada 1674, Trunajaya memimpin pemberontakan terhadap raja Mataram [[Amangkurat I]] dan [[Amangkurat II]] dengan dukungan dari para pejuang asal [[Kota Makassar|Makassar]] yang dipimpin oleh [[Karaeng Galesong]].{{sfn|Soekmono|2003|p=68}} Pemberontakan bergerak cepat dan ibu kota Mataram [[Keraton Plered]] [[Kejatuhan Plered|berhasil direbut]] pada pertengahan 1677.
Pada tahun 1624 Sultan Agung menaklukkan pulau Madura. [[Cakraningrat I|Raden Prasena]], salah seorang bangsawan Madura, ditawan dan dibawa ke Mataram. Karena ketampanan dan kelakuannya yang baik, Sultan Agung menyukai Raden Prasena. Ia kemudian diangkat menjadi menantu dan dijadikan penguasa bawahan Mataram untuk wilayah Madura Barat, dengan gelar Panembahan Cakraningrat atau [[Cakraningrat I]]. Cakraningrat I lebih banyak berada di Mataram daripada memerintah di Madura. Anak Cakraningrat dari selir, bernama [[Raden Demang Melayakusuma]], menjalankan pemerintahan sehari-hari di Madura Barat. Mereka berdua sekaligus juga menjadi panglima perang bagi Mataram.
 
Selepas jatuhnya Plered, Amangkurat I melarikan diri ke pantai utara bersama putra sulungnya Amangkurat II dan meninggalkan putra bungsunya [[Pakubuwana I|Pangeran Puger]]. Karena tampak lebih tertarik pada keuntungan dan balas dendam daripada menjalankan kerajaan yang sedang direbut, pemberontak Trunajaya menjarah keraton dan mundur ke bentengnya di [[Kota Kediri|Kediri]], meninggalkan Pangeran Puger menguasai keraton yang lemah.
Setelah Sultan Agung wafat, pemerintahan Mataram dipegang oleh [[Amangkurat I]], yang memerintah dengan keras dan menjalin persekutuan dengan [[VOC]]. Hal ini menimbulkan gelombang ketidakpuasan pada kerabat istana dan para ulama, yang ditindak dengan tegas oleh Amangkurat I. Pertentangan yang sedemikian hebat antara Amangkurat I dan para ulama bahkan akhirnya berujung pada penangkapan, sehingga banyak ulama dan santri dari wilayah kekuasaan Mataram dihukum mati.
 
Ketika dalam perjalanan menuju [[Batavia]] meminta perlindungan [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]], Amangkurat I meninggal dunia di [[Kabupaten Tegal|Tegal]]. Amangkurat II kemudian naik menjadi raja Mataram menggantikan ayahnya.{{sfn|Soekmono|2003|p=68}} Amangkurat II pun hampir tidak berdaya sebagai raja setelah melarikan diri tanpa sebuah pasukan atau sumber daya untuk membangunnya. Sebagai upaya untuk mendapatkan kerajaanya kembali, ia membuat konsesi kepada VOC. Ia berjanji akan memberikan [[Semarang]] jika VOC membantu ia untuk menumpas pemberontakan.
[[Pangeran Alit]], adik Amangkurat I sendiri pada tahun 1656 melakukan pemberontakan. Cakraningrat I dan Demang Melayakusuma diutus untuk memadamkan pemberontakan berhasil dalam tugasnya, akan tetapi keduanya tewas dan dimakamkan di pemakaman Mataram di [[Imogiri]]. Penguasaan Madura kemudian dipegang oleh Raden Undagan, adik Melayakusuma yang kemudian bergelar Panembahan Cakraningrat II. Sebagaimana ayahnya, [[Cakraningrat II]] juga lebih banyak berada di Mataram daripada memerintah di Madura.
[[Berkas:Vorst Mangkoe Rat II doorsteekt met zijn kris, genaamd "de eerwaarde Blabor", den opstandeling Troenadjaja.jpg|jmpl|261x261px|Lukisan anonim {{Circa|1890}} yang menggambarkan Amangkurat II menghukum mati Trunajaya dengan cara ditusuk dengan keris yang disaksikan oleh kedua istrinya dan perwira VOC.]]
VOC setuju, karena bagi mereka, sebuah Kesultanan Mataram yang stabil yang sangat berutang budi kepada mereka akan membantu memastikan kelanjutan perdagangan dengan syarat-syarat yang menguntungkan. Pasukan VOC, terdiri dari pasukan bersenjata ringan dari Makassar dan [[Pulau Ambon|Ambon]], di samping tentara Eropa yang dipersenjatai lengkap, pertama kali [[Kampanye militer Kediri (1678)|mengalahkan Trunajaya di Kediri]] pada November 1678. Trunajaya sendiri ditangkap pada 1679 di dekat [[Ngantang, Malang|Ngantang]], [[Kota Malang|Malang]]. Ia dihukum mati dengan ditusuk [[keris]] secara pribadi oleh Amangkurat II di [[Situs Payak|Payak]], [[Kabupaten Bantul|Bantul]], pada 2 Januari 1680.{{Sfn|Pigeaud|2012|p=81-84}}
 
== Pemberontakan TrunajayaPeninggalan ==
Pemberontakan Trunajaya dikenang sebagai perjuangan heroik bagi rakyat Madura melawan kekuatan asing Kesultanan Mataram dan VOC. Muncul usulan agar Raden Trunajaya diangkat menjadi [[Pahlawan nasional|Pahlawan Nasional]].<ref>{{Cite web|date=6 Mei 2006|title=Trunajaya Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional|url=http://lipi.go.id/berita/single/Trunajaya-Diusulkan-Jadi-Pahlawan-Nasional/122|website=Berita LIPI|publisher=Kompas|language=|access-date=12 Maret 2022}}</ref><ref>{{Cite web|last=Ghazi|first=Mohammad|date=14 Agustus 2020|title=Usulan Pangeran Trunojoyo Sebagai Pahlawan Nasional Dimatangkan|url=https://mediaindonesia.com/nusantara/336497/usulan-pangeran-trunojoyo-sebagai-pahlawan-nasional-dimatangkan|website=[[Media Indonesia]]|language=id|access-date=12 Maret 2022}}</ref> Namanya kemudian diabadikan sebagai nama bandar udara di [[Kabupaten Sumenep|Sumenep]], [[Bandar Udara Trunojoyo]] dan [[Universitas Trunojoyo Madura|Universitas Trunojoyo]] di Bangkalan, Madura.
{{main|Pemberontakan Trunajaya}}
 
== Catatan ==
Ketidakpuasan terhadap Amangkurat I juga dirasakan putra mahkota yang bergelar Pangeran Adipati Anom. Namun Adipati Anom tidak berani memberontak secara terang-terangan. Diam-diam ia meminta bantuan Raden Kajoran alias Panembahan Rama, yang merupakan ulama dan termasuk kerabat istana Mataram. Raden Kajoran kemudian memperkenalkan menantunya, yaitu Trunajaya putra Raden Demang Melayakusuma sebagai alat pemberontakan Adipati Anom.
{{notelist}}
 
Trunajaya dengan cepat berhasil membentuk laskar, yang berasal dari rakyat Madura yang tidak menyukai penjajahan Mataram. Pemberontakan Trunajaya diawali dengan penculikan Cakraningrat II, yang kemudian diasingkannya ke [[Sutojayan, Blitar|Lodoyo]], [[Kabupaten Blitar|Blitar]]. Tahun 1674 Trunojoyo berhasil merebut kekuasaan di Madura, dia memproklamirkan diri sebagai raja merdeka di Madura barat, dan merasa dirinya sejajar dengan penguasa Mataram. Pemberontakan ini diperkirakan mendapat dukungan dari rakyat Madura, karena Cakraningrat II dianggap telah mengabaikan pemerintahan.
 
Laskar Madura pimpinan Trunajaya, kemudian juga bekerja sama dengan [[Karaeng Galesong]], pemimpin kelompok pelarian warga [[Makassar]] pendukung [[Sultan Hasanuddin]] yang telah dikalahkan VOC. Kelompok tersebut berpusat di Demung, [[Panarukan, Situbondo|Panarukan]]. Mereka setuju untuk mendukung Trunajaya memerangi Amangkurat I dan Mataram yang bekerja sama dengan VOC. Trunajaya bahkan mengawinkan putrinya dengan putra Karaeng Galesong untuk mempererat hubungan mereka. Selain itu, Trunajaya juga mendapat dukungan dari Panembahan Giri dari Surabaya yang juga tidak menyukai Amangkurat I karena tindakannya terhadap para ulama penentangnya.
 
Di bawah pimpinan Trunajaya, pasukan gabungan orang-orang Madura, Makassar, dan Surabaya berhasil mendesak pasukan Amangkurat I. Kemenangan demi kemenangan atas pasukan Amangkurat I menimbulkan perselisihan antara Trunajaya dan Adipati Anom. Trunajaya diperkirakan tidak bersedia menyerahkan kepemimpinannya kepada Adipati Anom. Pasukan Trunajaya bahkan berhasil mengalahkan pasukan Mataram di bawah pimpinan Adipati Anom yang berbalik mendukung ayahnya pada bulan Oktober 1676. Tanpa diduga, Trunajaya berhasil menyerbu ibu kota Mataram, [[Keraton Plered|Plered]]. Amangkurat I terpaksa melarikan diri dari keratonnya dan berusaha menyingkir ke arah barat, akan tetapi kesehatannya mengalami penurunan. Setelah terdesak ke Wonoyoso, ia akhirnya meninggal di [[Kota Tegal|Tegal]] dan dimakamkan di suatu tempat yang bernama Tegal Arum. Oleh karena itu, Susuhunan Amangkurat I kemudian juga dikenal dengan julukan [[Sunan Tegal Arum]]. Adipati Anom dinobatkan menjadi [[Amangkurat II]], dan Mataram secara resmi menandatangani persekutuan dengan VOC untuk melawan Trunojoyo. Persekutuan ini dikenal dengan nama Perjanjian Jepara (September 1677) yang isinya Sultan Amangkurat II Raja Mataram harus menyerahkan pesisir Utara Jawa jika VOC membantu memenangkan terhadap [[pemberontakan Trunajaya]].
 
Trunajaya yang setelah kemenangannya bergelar ''Panembahan Maduretno'', kemudian mendirikan pemerintahannya sendiri. Saat itu hampir seluruh wilayah pesisir Jawa sudah jatuh ke tangan Trunajaya, meskipun wilayah pedalaman masih banyak yang setia kepada Mataram. VOC sendiri pernah mencoba menawarkan perdamaian, dan meminta Trunajaya agar datang secara pribadi ke benteng VOC di Danareja. Namun, Trunajaya menolak tawaran tersebut.
 
== Kekalahan oleh VOC ==
[[Berkas:Battle of Surabaya (1677) 4.VEL 1279.jpg|jmpl|Peta Belanda yang menggambarkan posisi kedua pihak dalam [[pertempuran Surabaya (1677)|pertempuran]] antara Trunajaya dan VOC tahun 1677 di Surabaya|294x294px]]
Setelah usaha perdamaian tidak membawa hasil, VOC di bawah pimpinan [[Gubernur Jendral]] [[Cornelis Speelman]] akhirnya memusatkan kekuatannnya untuk menaklukkan perlawanan Trunajaya. Di laut, VOC mengerahkan pasukan [[Bugis]] di bawah pimpinan [[Aru Palakka]] dari [[Bone]] untuk mendukung peperangan laut melawan pasukan Karaeng Galesong; dan mengerahkan pasukan [[Maluku]] di bawah pimpinan [[Kapitan Jonker]] untuk melakukan serangan darat besar-besaran bersama pasukan Amangkurat II.
 
Pada April 1677, Speelman bersama pasukan VOC berangkat untuk menyerang [[Kota Surabaya|Surabaya]] dan berhasil menguasainya. Speelman yang memimpin pasukan gabungan berkekuatan sekitar 1.500 orang berhasil terus mendesak Trunajaya. Benteng Trunajaya sedikit demi sedikit dapat dikuasai oleh VOC. Akhirnya Trunajaya dapat dikepung, dan menyerah di lereng [[Gunung Kelud]] pada tanggal 27 Desember 1679 kepada Kapitan Jonker. Trunajaya kemudian diserahkan kepada Amangkurat II yang berada di Payak, Bantul. Pada 2 Januari 1680, Amangkurat II menghukum mati Trunajaya.
 
== Keadaan sesudahnya ==
Dengan padamnya pemberontakan Trunajaya, Amangkurat II memindahkan [[Keraton Plered]] yang sudah ambruk ke [[Keraton Kartasura|Kartasura]]. Mataram berutang biaya peperangan yang sedemikian besarnya kepada VOC, sehingga akhirnya kota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa diserahkan sebagai bayarannya kepada VOC. Cakraningrat II juga diangkat kembali oleh VOC sebagai penguasa di Madura. Sejak saat itu, VOC pun terlibat dalam penentuan suksesi dan kekuasaan di Madura dan Jawa.
 
== Referensi ==
 
=== Catatan kaki ===
[[Kategori:Bangsawan Madura]]
[[Kategori:Tokoh Madura]]
[[Kategori:Tokoh yang dibunuh]]
 
<references />
 
=== Daftar pustaka ===
* {{Cite book|last=Hoëvell|first=W. R. V.|date=1849|url=https://books.google.co.id/books?id=u56o81YWqPIC&vq=amral&hl=id&pg=RA2-PA214#v=onepage&q&f=false|title=Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie͏̈|publisher=Becht|language=nl|ref=harv|url-status=live}}
* {{cite book|last=Pigeaud|first=T. G. Th.|last2=De Graaf|first2=H. J.|authorlink=Theodoor Gautier Thomas Pigeaud|date=2012|orig-year=1972|url=https://doi.org/10.1163/9789004287006|title=Islamic States in Java 1500–1700|location=Den Haag|publisher=Brill}}
* {{Cite book|last=Ricklefs|first=M.C||author-link=Merle Calvin Ricklefs|date=2005|url=https://books.google.com.sb/books?id=D-Tka8Zv6qIC|title=Sejarah Indonesia Modern 1200-2004|publisher=Serambi|isbn=9791600120|url-status=live}}
* {{cite book|last=Soekmono|first=R.|author-link=Soekmono|date=2003|orig-year=1973|title=Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3|edition=2|location=Yogyakarta|publisher=Penerbit Kanisius|isbn=979-413-291-8}}
 
[[Kategori:Bangsawan Madura]]
* {{Cite book|last=Hoëvell|first=W. R. V.|date=1849|url=https://books.google.co.id/books?id=u56o81YWqPIC&vq=amral&hl=id&pg=RA2-PA214#v=onepage&q&f=false|title=Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie͏̈|publisher=Becht|language=nl|ref=harv|url-status=live}}
[[Kategori:Tokoh Madura]]
*{{Cite book|last=Ricklefs|first=M.C|date=2005|url=https://books.google.com.sb/books?id=D-Tka8Zv6qIC|title=Sejarah Indonesia Modern 1200-2004|publisher=Serambi|isbn=9791600120|url-status=live}}
[[Kategori:Tokoh yang dibunuh]]