Pitis Palembang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 28:
== Sejarah ==
[[File:Bird's eye view of Palembang.JPG|right|300px|thumb|Suasana kota Palembang sekitar tahun 1659.]]
Kesultanan Palembang mulai bangkit sebagai kerajaan tersendiri seiring dengan surutnya pamor [[Kesultanan Demak]] setelah kematian [[Sultan Trenggana]] pada tahun 1546. Antara dasawarsa 1560-an dan 1620-an, Palembang turut ambil andil dalam perdagangan dua komoditas penting masa itu: [[lada]] dan [[timah]].{{sfn|Hall|1968|pp=277-279}} Berkat perdagangan, koin dari berbagai kerajaan beredar di Palembang, di antaranya koin [[Kesultanan Banten|Banten]], Demak, [[Kesultanan Siak|Siak]], [[Kabupaten Kampar|Kampar]], dan [[Kesultanan Jambi|Jambi]], ditambah pula dengan [[Uang (koin Tiongkok)|koin Tiongkok]] (dan imitasi setempat) yang telah lama [[Uang kepeng di Indonesia|beredar di Nusantara]].{{sfn|Mitchiner|2012|pp=22-38}} Seri koin paling awal yang dihasilkan oleh Palembang berasal dari periode ini, yakni imitasi koin Tiongkok dengan kata "pangeran" atau "sultan" yang ditulis secara fonetis menggunakan [[hanzi]] menjadi ''bāngrǎnpanglân'' (邦闌){{efn|Mitchiner (2012:35-36) menulis 邦㒷 sebagai bagian koin yang berarti "pangeran" dengan pelafalan ''pang lan''. Namun begitu, Karakter [[:en:wikt:㒷|㒷]] (penyederhanaan dari [[:en:wikt:興|興]]) tidak tercatat pernah dilafalkan dengan suku kata yang senada dengan ''lan'' dalam variasi [[Bahasa Tionghoa lisan]] manapun. Tampaknya Mitchiner salah mengutip Millies (1871:54) yang menulis 邦闌㒷宝 dengan pelafalan ''pang lan hing paò''.}} dan ''shǐdānsútan'' (史丹), diproduksi antara tahun 1600 dan 1658.{{sfn|Millies|1871|pp=54}}{{sfn|Mitchiner|2012|pp=35-36}}{{sfn|Yih|2010|pp=27-31}} Seri ini diikuti oleh koin dengan [[abjad Jawi]] yang bertuliskan '''alamat Sulṭan'' (علامت سلطان), diproduksi antara tahun 1658 dan 1710.{{sfn|Yih|2011|pp=32-35}} Kedua seri koin tersebut dibuat dari bahan timah, mengikuti tren penggunaan uang timah di Nusantara sejak abad ke-15.{{sfn|Aelst|1995|page=369-370}} Pada paruh kedua abad ke 17, monopoli [[Kompeni Hindia Belanda|Kompeni Hindia Belanda (VOC)]] akan lada dan timah mulai meningkat. Monopoli ini berpengaruh buruk pada jaringan perdagangan serta ekonomi kerajaan-kerajaan lokal. Koin-koin lokal pun menjadi langka di Palembang, kecuali koin yang dicetak di Palembang sendiri.{{sfn|Mitchiner & Yih|2013|pp=31-32}}
 
Sekitar 1710, cadangan bijih timah ditemukan di [[Pulau Bangka]], yang pada masa itu merupakan bagian dari Kesultanan Palembang.{{sfn|Millies|1871|pp=117}}{{sfn|Wicks|1983|pp=287-288}} Penemuan ini menghasilkan surplus timah yang diperdagangkan dalam bentuk batangan oleh Palembang serta dijadikan bahan untuk uang berdenominasi rendah dalam jumlah besar. Uang keluaran Palembang pada abad ke 18 terdiri dari dua seri koin yang terpisah. Seri pertama adalah koin-koin kecil keluaran sultan dengan tulisan Arab Jawi,{{sfn|Mitchiner & Yih|2013|pp=33-43}} sedangkan seri kedua adalah koin-koin bergaya Tionghoa dengan ukuran lebih besar dan tulisan Hanzi.{{sfn|Mitchiner & Yih|2013a|pp=29}} Koin bergaya Tionghoa dicetak untuk komunitas penambang Tionghoa di Bangka dan umum dianggap hanya berlaku di Bangka. Meskipun demikian koin Tionghoa tampaknya juga dicetak di [[Kota Palembang]] sehingga memungkinkan kedua seri koin beredar dan diterima di dalam wilayah inti Palembang.{{sfn|Mitchiner & Yih|2013|pp=32}} Bersamaan dengan pitis keluarannya sendiri, [[duit VOC]] dan [[dolar Spanyol]] yang mulai beredar pada dasawarsa awal 1700-an juga digunakan di Palembang.{{sfn|Bucknill|1931|p=15}}{{sfn|Mitchiner & Yih|2013|pp=32}}