Abdul Wahid Hasyim: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Syuhud Al Haqq (bicara | kontrib)
koreksi beberapa pranala
Syuhud Al Haqq (bicara | kontrib)
penambahan kiprah-kiprah agar menjadi tertata rapi
Baris 1:
{{infobox officeholder
|honorific-prefix = [[Kyai|K.Kiai]] [[Haji (gelar)|H.]]
|name = Abdul Wahid HasjimHasyim
|image = Wahid Hasyim.jpg
|imagesize =200px
|caption =
|office = Menteri Negara Urusan Agama RI
Baris 10:
|term_end = 14 November 1945
|president = [[Soekarno]]
|predecessor = ''Tidak ada'', ''jabatan baru''
|successor = [[Rasjidi]]
|office2 = Menteri Agama Republik Indonesia Serikat
Baris 37:
|website =
|footnotes =
|office4=Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama|order4=Ke-5|term_end4=1954|term_start4=1951|predecessor4=KH. Nahrawi Thohir|successor4=[[Muhammad Dahlan|KH. Muhammad Dahlan]]}}
}}
[[Kiai]] [[Haji]] '''Abdul Wahid Hasyim''' ({{lahirmati|[[Kabupaten Jombang|Jombang]], [[Jawa Timur]]|1|6|1914|[[Cimahi]], [[Jawa Barat]]|19|4|1953}}) adalah pahlawan nasional yang pernah menjabat sebagai Menteri Negara dan juga pernah sebagai Menteri Agama pada era orde lama. Ia adalah ayah dari presiden keempat, [[Abdurrahman Wahid]] dan anak dari [[Hasyim Asy'arie|Muhammad Hasyim Asy'ari]], pendiri [[Nahdlatul Ulama]] dan pahlawan nasional Indonesia. Selain itu pada tahun 1951 ia menjabat sebagai [[Daftar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama|Ketua Umum]] [[Nahdlatul Ulama|Pengurus Besar Nahdlatul Ulama]]. Ia menikah di usia 25 tahun dengan Solichah, putri [[Bisri Syansuri|KH. Bisri Syansuri]] dan dikaruniai 6 putra putri.
[[Berkas:Wahid Hasyim when he was 12 years old.jpg|jmpl|ka|Wahid Hasyim saat usianya 12 tahun.]]
'''[[Kyai|K.]] [[Haji (gelar)|H.]] Abdul Wahid Hasjim''' ([[Ejaan yang Disempurnakan|EYD]]: Abdul Wahid Hasyim; {{lahirmati|[[Kabupaten Jombang|Jombang]], [[Jawa Timur]]|1|6|1914|[[Cimahi]], [[Jawa Barat]]|19|4|1953}}) adalah pahlawan nasional Indonesia dan menteri negara dalam [[Kabinet Presidensial|kabinet pertama]] Indonesia. Ia adalah ayah dari presiden keempat Indonesia, [[Abdurrahman Wahid]] dan anak dari [[Hasyim Asy'arie|Mohammad Hasyim Asy'ari]], salah satu pahlawan nasional [[Indonesia]]. Wahid Hasjim dimakamkan di Tebuireng, [[Jombang]].
 
== Pendidikan ==
Pada tahun 1939, [[NU]] menjadi anggota [[MIAI]] (Majelis Islam A'la Indonesia), sebuah badan federasi partai dan ormas Islam pada zaman pendudukan Belanda. Saat pendudukan [[Jepang]] yaitu tepatnya pada tanggal 24 Oktober 1943 ia ditunjuk menjadi Ketua ''Majelis Syuro Muslimin Indonesia'' (Masyumi) menggantikan MIAI. Selaku pemimpin Masyumi ia merintis pembentukan ''Barisan Hizbullah'' yang membantu perjuangan umat Islam mewujudkan kemerdekaan. Selain terlibat dalam gerakan politik, tahun 1944 ia mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang pengasuhannya ditangani oleh KH. A. Kahar Muzakkir. Menjelang kemerdekaan tahun 1945 ia menjadi anggota [[BPUPKI]] dan [[PPKI]].
[[Berkas:Wahid Hasyim when he was 12 years old.jpg|jmpl|Wahid Hasyim saat berusia 12 tahun.|pus|200x200px]]Sejak kecil ia menimba ilmu di Madrasah Salafiyah di [[Pondok Pesantren Tebuireng]]. Ia telah berhasil mengkhatamkan Al Quran di usia 7 tahun. Kemudian setelah lulus dari madrasah, ia diminta oleh ayahnya untuk membantu mengajar adik-adik dan santri-santri pesantren seuisanya. Kemudian setahun berikutnya ia menimba ilmu di Pondok Siwalanpanji, Sidoarjo.
 
Setelah sebulan di Sidoarjo, ia berpindah ke [[Pondok Pesantren Lirboyo]], dan sepulang dari sana, ia menetap di rumahnya sendiri, yakni di Tebuireng dan belajar di sana. Meskipun ia tidak pernah mengikuti sekolah umum yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda, namun ia sangat pandai menguasai bahasa Inggris dan Belanda, termasuk juga menulis huruf latin.
Wahid Hasyim dengan segudang pemikiran tentang agama, negara, pendidikan, politik, kemasyarakatan, NU, dan pesantren, telah menjadi lapisan sejarah ke-Islaman dan ke-Indonesiaan yang tidak dapat tergantikan oleh siapapun.
 
Pada tahun 1932 ia belajar di Makkah bersama sepupunya, Muchammad Ilyas, ialah yang mengajari Wahid dalam belajar Bahasa Arab hingga ia fasih berbahasa Arab. Sehingga ia menguasai tiga bahasa asing, yakni Arab, Inggris, dan Belanda.
Wahid Hasjim adalah salah satu putra bangsa yang turut mengukir sejarah negeri ini pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia. Terlahir Jumat Legi, 5 Rabi’ul Awal 1333 Hijriyah atau 1 Juni 1914, Wahid mengawali kiprah kemasyarakatannya pada usia relatif muda. Setelah menimba ilmu agama ke berbagai pondok pesantren di Jawa Timur dan Mekah, pada usia 21 tahun Wahid membuat “gebrakan” baru dalam dunia pendidikan pada zamannya. Dengan semangat memajukan pesantren, Wahid memadukan pola pengajaran pesantren yang menitikberatkan pada ajaran agama dengan pelajaran ilmu umum.Sistem klasikal diubah menjadi sistem tutorial. Selain pelajaran Bahasa Arab, murid juga diajari Bahasa Inggris dan Belanda. Itulah madrasah nidzamiyah.
 
== Kiprah ==
Meskipun ayahandanya, Hadratush Syaikh [[Hasyim Asyari]], pendiri [[Nahdlatul Ulama]], butuh waktu beberapa tahun bagi Wahid Hasjim untuk menimbang berbagai hal sebelum akhirnya memutuskan aktif di NU. Pada usia 25 tahun Wahid bergabung dengan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), federasi organisasi massa dan partai Islam saat itu. Setahun kemudian Wahid menjadi ketua MIAI.
 
=== Ketua Masyumi ===
Karier politiknya terus menanjak dengan cepat. Ketua PBNU, anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), hingga [[Menteri Agama]] pada tiga kabinet (Hatta, Natsir, dan Sukiman).
Pada tahun 1939, [[NU|Nahdlatul Ulama]] menjadi anggota [[MIAI]] (Majelis Islam A'la Indonesia), sebuah badan federasi partai dan ormas Islam pada zaman pendudukan Belanda. Saat pendudukan [[Jepang]] yaitu tepatnya pada tanggal 24 Oktober 1943 ia ditunjuk menjadi Ketua ''Majelis Syuro Muslimin Indonesia'' (Masyumi) menggantikan MIAI. Selaku pemimpin Masyumi ia merintis pembentukan ''Barisan Hizbullah'' yang membantu perjuangan umat Islam mewujudkan kemerdekaan. Selain terlibat dalam gerakan politik, tahun 1944 ia mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang pengasuhannya ditangani oleh KH. A. Kahar Muzakkir. Menjelang kemerdekaan tahun 1945 ia menjadi anggota [[BPUPKI]] dan [[PPKI]].
Banyak kontribusi penting yang diberikan Wahid bagi agama dan bangsa.
 
=== Mendirikan sekolah ===
Rumusan "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam [[Pancasila]] sebagai pengganti dari "Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya" tidak terlepas dari peran seorang Wahid Hasjim. Wahid dikenal sebagai tokoh yang moderat, substantif, dan inklusif.
Selain keaktifannya dalam gerakan politik dan sumbangsihnya terhadap perjuangan melawan penjajah secara diplomatis, pada tahun 1944 ia mendirikan sebuah Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang saat itu pengasuh sekaligus pimpinannya dipegang oleh oleh [[Abdoel Kahar Moezakir|KH. A. Kahar Moezakkir]].<ref>{{Cite web|date=2021-10-07|title=Perjuangan Kiai Wahid Hasyim, Ayah Gus Dur|url=https://www.tebuireng.co/perjuangan-kiai-wahid-hasyim-ayah-gus-dur/|website=Tebuireng Initiatives|language=id-ID|access-date=2022-01-15}}</ref>
 
=== Sebagai anggota BPUPKI dan PPKI ===
Wahid Hasjim meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan mobil di [[Kota Cimahi]] tanggal 19 April 1953. Hujan turun deras yang mengakibatkan mobil selip karena jalanan licin. Kecelakaan lalu lintas itu terjadi pada Sabtu, 19 April 1953.
Menjelang kemerdekaan tahun 1945 di usianya yang masih 23 tahun, ia menjadi anggota [[BPUPKI]] dan [[PPKI]]. Wahid Hasyim dengan segudang pemikiran tentang agama, negara, pendidikan, politik, kemasyarakatan, NU, dan pesantren, telah menjadi lapisan sejarah ke-Islaman dan ke-Indonesiaan yang tidak dapat tergantikan oleh siapapun.
 
=== Mengembangkan dunia pesantren ===
Setelah meninggalnya Wahid Hasjim, anak-anaknya diasuh oleh istrinya yang tengah hamil anak ke enam. Anak keduanya, Aisyah Hamid Baidlowi ikut membantu mengurus adik-adiknya disaat ibunya bekerja.
Wahid mengawali kiprah kemasyarakatannya pada usia relatif muda. Setelah menimba ilmu agama ke berbagai pondok pesantren di Jawa Timur dan Mekah, pada usia 21 tahun Wahid membuat “gebrakan” baru dalam dunia pendidikan pada zamannya. Dengan semangat memajukan pesantren, Wahid memadukan pola pengajaran pesantren yang menitikberatkan pada ajaran agama dengan pelajaran ilmu umum. Sistem klasikal diubah menjadi sistem tutorial. Selain pelajaran Bahasa Arab, murid juga diajari Bahasa Inggris dan Belanda. Itulah madrasah nidzamiyah. Meskipun ayahandanya, [[Hasyim Asyari|Hadratush Syaikh Hasyim Asyari]], pendiri [[Nahdlatul Ulama]], butuh waktu beberapa tahun bagi Wahid Hasjim untuk menimbang berbagai hal sebelum akhirnya memutuskan aktif di NU. Pada usia 25 tahun Wahid bergabung dengan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), federasi organisasi massa dan partai Islam saat itu. Setahun kemudian Wahid menjadi ketua MIAI.<ref>{{Cite journal|last=El-Rumi|first=Umiarso|last2=Asnawan|first2=Asnawan|date=2018-11-29|title=KH. ABDUL WAHID HASYIM PEMBARU PESANTREN Dari Reformasi Kurikulum, Pengajaran hingga Pendidikan Islam Progresif|url=https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Edukasia/article/view/3960|journal=Edukasia : Jurnal Penelitian Pendidikan Islam|language=id|volume=13|issue=2|pages=431–454|doi=10.21043/edukasia.v13i2.3960|issn=2502-3039}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Kurohman|first=M. Taofik|last2=Wahyuni|first2=Anny|last3=Purnomo|first3=Budi|date=2021-11-29|title=Analisis Kepemimpinan K.H Wahid Hasyim Terhadap Reformasi Pendidikan Pesantren|url=https://journal.uhamka.ac.id/index.php/jhe/article/view/7569|journal=Chronologia|language=en|volume=3|issue=2|pages=10–18|doi=10.22236/jhe.v3i2.7569|issn=2686-0171}}</ref>
 
=== Penggagas sila "Ketuhanan Yang Maha Esa" ===
Semua anak Wahid Hasjim tumbuh menjadi orang sukses yang berperan besar dalam kemajuan negara. Anak pertamanya [[Abdurrahman Wahid]] pernah menjadi Presiden RI yang ke 4, Aisyah Hamid Baidlowi dan Lily Chadijah Wahid merupakan mantan anggota DPR, [[Salahuddin Wahid]] pada masanya pernah menjadi Wakil Ketua Komnas HAM, Umar Wahid seorang dokter dan adiknya, Hasyim Wahid juga turut masuk ke dalam dunia politik.
Rumusan "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam [[Pancasila]] sebagai pengganti dari bunyi rumusan "Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya" tidak terlepas dari peran seorang Wahid Hasyim. Pada mulanya rumusan sila pertama tersebut ditolak oleh penduduk Indonesia yang beragama non-muslim, karena tidak hanya umat Islam saja yang ikut berperan dalam kemerdekaan Bangsa Indonesia, namun dari berbagai pihak. Kemudian Wahid mengusulkan diubahnya sila pertama yang berbunyi "Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya" menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Wahid memang dikenal sebagai tokoh yang moderat, substantif, dan inklusif.<ref>{{Cite web|title=KH Wahid Hasyim: Sebuah Kontribusi Kebangsaan NU Untuk Indonesia|url=https://nu.or.id/nasional/kh-wahid-hasyim-sebuah-kontribusi-kebangsaan-nu-untuk-indonesia-YMLQq|website=nu.or.id|language=id-id|access-date=2022-01-15}}</ref>
 
=== Menjadi Menteri ===
Wahid Hasyim pernah ditunjuk oleh [[Presiden Soekarno]] sebagai Menteri Negara pada tahun 1945, kemudian pada 20 September 1949 ia menjadi Menteri Agama hingga 6 September 1950, kemudian pada 6 September 1951 ia kembali menjadi Menteri Agama hingga 3 April 1952
 
=== Menjadi Ketua Umum PBNU ===
Pada [[Muktamar Nahdlatul Ulama]] ke-19 di [[Palembang]] pada tahun 1951, Wahid Hasyim terpilih sebagai [[Daftar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama|Ketua Umum]] [[Nahdlatul Ulama|Pengurus Besar Nahdlatul Ulama]] dengan Rais 'Aam [[Abdul Wahab Hasbullah|KH. A. Wahhab]] [[Abdul Wahab Hasbullah|Hasbullah]].
 
Menjad
 
== Karya ==
 
# Artikel ''“Abdullah Ubaid Sebagai Pendidik”''. Berisi tentang bagaimana sebaiknya mendidik anak dan pengamatannya terhadap Abdullah Ubaid dalam mendidik anak.
# Artikel ''“Kemadjuan Bahasa, Berarti Kemadjuan Bangsa”''. Berisi tentang cara-cara menumbuhkan rasa kebangsaan dengan mendorong anak bangsa untuk menggunakan Bahasa Indonesia.
# ''“Nabi Muhammad dan Persaudaraan Manusia”''. Merupakan pidatonya pada perayaan Maulid Nabi Muhammad di Istana Negara Jakarta, pada 2 Januari 1950.
# ''“Kebangkitan Dunia Islam”''. Merupakan tulisannya di media Mimbar Agama edisi No. 3-4 Maret April 1951.
# ''“Beragamalah Dengan Sungguh dan Ingatlah Kebesaran Tuhan”''. Merupakan semacam pidato untuk perayaan Hari Raya Idul Fitri yang pada saat itu Indonesia masih berbentuk RIS (Republik Indonesia Serikat).
# ''“Hari Raya Sebagai Ukuran Maju Mundur Umat”''. Masuk dalam Berita Nahdlatul Ulama, No. 3, Th. Ke 7 Desember 1937, hlm 2-5.
# ''“Arti dan Isi al-Fatihah”''. Masuk dalam Berita Nahdlatul Ulama, No. 14, Th. VII, 15 Mei 1938, hlm 1-3.
# ''“Islam Agama Fitrah (Dasar Manusia)”.'' Masuk dalam Suara Muslimin Indonesia, No. 7, Th. Ke II, April 1944, hlm 2-4.
# ''“Latihan Lapar adalah Kebahagiaan Hidup Perdamaian”.'' Masuk dalam Penyiaran Kementerian Agama No. 4, 1309, hlm 3-4.
# ''“Perkembangan Politik Masa Pendudukan Jepang dan Nota Politik"''. (November 1945).  
 
== Wafat ==
Wahid Hasjim wafat dalam sebuah kecelakaan mobil di [[Kota Cimahi]] tanggal 19 April 1953. Hujan turun deras yang mengakibatkan mobil terselip karena jalanan licin. Kecelakaan lalu lintas itu terjadi pada Sabtu, 19 April 1953. Setelah meninggalnya Wahid Hasjim, anak-anaknya diasuh oleh istrinya yang tengah hamil anak keenam. Anak keduanya, Aisyah Hamid Baidlowi ikut membantu mengurus adik-adiknya disaat ibunya bekerja. Semua anak Wahid Hasjim tumbuh menjadi orang sukses yang berperan besar dalam kemajuan negara. Anak pertamanya [[Abdurrahman Wahid]] pernah menjadi Presiden RI yang ke 4, Aisyah Hamid Baidlowi dan Lily Chadijah Wahid merupakan mantan anggota DPR, [[Salahuddin Wahid]] pada masanya pernah menjadi Wakil Ketua Komnas HAM, Umar Wahid seorang dokter dan adiknya, Hasyim Wahid juga turut masuk ke dalam dunia politik.
 
{{S-start}}