Keraton Kartasura: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Maulana.AN (bicara | kontrib) |
Inayubhagya (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{Infobox
| name =
| native_name = {{jav|ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦏꦂꦠꦱꦸꦫ}}<br>Karaton Kartasura
| native_name_lang = Jawa
| image = Karaton Kartasura Map.jpg
| caption = Peta Kartasura, sketsa oleh [[Balai Arkeologi Yogyakarta]].
| location = [[Kabupaten Sukoharjo]]
| type = [[Keraton|karaton]] (istana), telah hancur▼
|
| coordinates = {{coord|-7.557082831131126|110.74026636549284}}▼
| area = ▼
| architect =
| owner = [[Kesultanan Mataram]]
|
|
| engineer =
| inauguration_date = 11 September 1680
|
| style = [[Arsitektur Jawa]]
▲| coordinates = {{coord|-7.557082831131126|110.74026636549284|display=inline | format = dms}}
| map_type = Kabupaten Sukoharjo#Indonesia Java
}}
[[Berkas:Kartasura Fortress, Kartasura, Central Java 2015-07-31 01.jpg|thumb|250px|Bangunan benteng yang tersisa dari karaton Kartasura]]▼
'''Keraton Kartasura''' ({{lang-jv|ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦏꦂꦠꦱꦸꦫ|karaton kartasura}}) adalah bekas keraton dan ibu kota [[Kesultanan Mataram]] pada tahun [[1680]]–[[1755]], setelah [[Keraton Plered]].
Keraton ini didirikan oleh [[Amangkurat II]] pada tahun 1680, karena Keraton Plered saat itu telah diduduki [[Pangeran Puger]] yang ditugasi mempertahankan Plered oleh [[Amangkurat I]], ketika terjadi [[pemberontakan Trunajaya]]. Pangeran Puger akhirnya dapat dibujuk untuk bergabung ke Kartasura dan mengakui kedaulatan kakaknya sebagai Amangkurat II.<ref name ="pige76">{{cite book|last=Pigeaud|first=Theodore Gauthier Thomas|title=Islamic States in Java 1500–1700: Eight Dutch Books and Articles by Dr H.J. de Graaf|date=1976|publisher=Martinus Nijhoff|isbn=90-247-1876-7}}</ref>
Bekas Keraton Kartasura sekarang terletak di wilayah administratif [[Kabupaten Sukoharjo]], di daerah yang kini disebut [[Kartasura, Sukoharjo|Kecamatan Kartasura]]. Peninggalan yang masih tersisa dari Keraton Kartasura hingga saat ini adalah sebagian dinding cepuri, baluwarti, taman keraton (Gunung Kunci), gedong piring, gedong obat, dalem pangeran, dan toponim yang merupakan komponen kota Kartasura di masa lalu.<ref name ="leo-09"/>
== Sejarah singkat ==▼
Beberapa toponim tersebut antara lain kemasan (pengrajin emas), gerjen (tukang jahit), sayangan (kerajinan tembaga), kunden (kerajinan gerabah), pandean (tukang besi), jagalan (tukang jagal hewan), ngabean (pangeran Ngabehi), singapuran (pangeran Singapura), mangkubumen (pangeran Mangkubumi), purbayan (pangeran Purbaya).<ref name ="leo-09">{{cite journal|title=Menelusuri Situs Kraton Kartasura dan Upaya Pelestariannya|author=Leo Agung|journal=Caraka Wisata|volume=10|number=2|year=2009|page=20|issn=1411-3546|publisher=Pusat Penelitian dan Pengembangan Pariwisata Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sebelas Maret}}</ref>
Sementara itu Susuhunan Hamangkurat I beserta keluarga dan para pengikutnya sudah berada di desa [[Ajibarang, Banyumas|Ajibarang]] [[Kabupaten Banyumas]]. Dalam kondisi yang serba sulit, Hamangkurat I jatuh sakit hingga akhirnya dia wafat. Sesuai permintaannya sebelum meninggal, jenazah Susuhunan Hamangkurat I dimakamkan di desa Tegalarum [[Kabupaten Tegal]].▼
== Etimologi ==
Pangeran Adipati Anom (putra Hamangkurat I) menyatakan diri sebagai [[susuhunan]] baru menggantikan bapaknya, dia bergelar Susuhunan [[Hamangkurat II]]. Seluruh kekuatan yang masih setia segera dikumpulkan dan dipusatkan di kota [[Kota Tegal|Tegal]], mereka bersepakat merebut kembali takhta Jawa yang sedang dalam genggaman Trunajaya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Hamangkurat II meminta bantuan kekuatan tempur kepada [[Belanda]] di Batavia.▼
Nama "Kartasura" diambil dari [[bahasa Jawa Kuno]]: ''karta'' artinya "makmur", atau dalam [[bahasa Sanskerta]]: ''kṛta'' berarti suatu "pencapaian" dan ''sura'' yang berarti "berani". Dengan demikian nama Kartasura yang dimaksud berarti sebuah kota yang berani berjuang untuk kemakmuran suatu bangsa.
Tahun 1601 J Susuhunan Hamamangkurat II mengerahkan pasukan tempur yang sangat besar untuk menyerang Trunajaya di Kabupaten Kediri. Pasukan Kediri kewalahan menghadapi kekuatan Mataram yang dibantu serdadu Belanda dengan persenjaataan modern. Setelah melalui pertempuran dahsyat, Raden Trunajaya tertangkap dan dijatuhi hukuman mati. Kekuasaan Mataram berhasil dikembalikan oleh Susuhunan Hamangkurat II.▼
▲[[Berkas:Kartasura Fortress, Kartasura, Central Java 2015-07-31
Akibat pemberontakan Trunajaya, maka [[Amangkurat I]] beserta keluarganya mengungsi kearah barat termasuk putranya yaitu Raden Mas Rahmat. Dalam pengungsiannya, ia mengangkat kembali Raden Mas Rahmat sebagai adipati anom (putra mahkota) yang sebelumnya hak putra mahkota telah diberikan kepada Pangeran Puger.<ref name ="pige76"/>
▲
▲
Pada hari Rebo Pon, tanggal 27 Ruwah, tahun Alip 1603 J, bertepatan dengan tanggal [[11 September]] [[1680]] M, Susuhunan Hamangkurat II secara resmi menempati karaton dan ibu kota yang baru. Sejak saat itu nama "Wanakerta" diganti dengan nama "Kartasura".▼
▲
Usai menumpas Trunajaya, Amangkurat II menarik pasukannya menuju Semarang, kemudian ia memerintahkan kepada Patih Nerangkusuma agar membuka hutan Wanakerta yang akan dibangun menjadi keraton baru.<ref name ="fran49">{{Cite book|last=Galbraith|first=Francis J.|date=1949|title=Preliminary Observations for a Study of Javanese Culture|location=|publisher=Department of State, Foreign Service Institute|isbn=|pages=|url-status=live}}</ref>
Pangeran Puger yang semula ditugaskan oleh Amangkurat I untuk mempertahankan Plered, setelah berakhirnya pemberontakan Trunajaya. Ia mengangkat diri sebagai ''Susuhunan ing Ngalaga'' yang berkedudukan di Plered. Amangkurat II mulanya merupakan raja tanpa istana karena Keraton Plered telah diduduki adiknya; Pangeran Puger yang mengangkat diri sebagai Sunan Ngalaga.<ref name ="pige76"/>
Amangkurat II kemudian membujuk Sunan Ngalaga supaya bergabung dengannya tetapi panggilan tersebut ditolak. Penolakan tersebut menimbulkan perang saudara. Akhirnya, pada tanggal 28 November 1681 Sunan Ngalaga menyerah kepada Jacob Couper, perwira VOC yang membantu Amangkurat II. Sunan Ngalaga pun kembali bergelar sebagai pangeran dan mengakui kedaulatan kakaknya sebagai Amangkurat II.<ref name ="pige76"/>
▲Pada hari Rebo Pon, tanggal 27 Ruwah, tahun Alip 1603
== Bacaan lebih lanjut ==▼
* {{cite journal|last = Ricklefs|first = Merle Calvin|authorlink = M. C. Ricklefs|title = The Crisis of 1740–1 in Java: the Javanese, Chinese, Madurese and Dutch, and the Fall of the Court of Kartasura|trans-title=Krisis 1740–1 di Jawa: Orang Jawa, Tionghoa, Madura, dan Belanda, dan Runtuhnya Keraton Kartasura|language=Inggris|work = Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde|location = The Hague|volume = 139|issue = 2/3|year = 1983|pages = 268–290|url = http://www.kitlv-journals.nl/index.php/btlv/article/viewFile/2010/2771|ref = harv }}▼
* Pemberton, John, (1994) ''On the subject of "Java"'' Ithaca : Cornell University Press.{{ISBN|0-8014-2672-3}}▼
* Ricklefs, M.C. (1978) ''Modern Javanese historical tradition: A study of an original Kartasura chronicle and related materials.'' London : School of Oriental and African Studies.▼
* Ricklefs, M.C. (1993) ''War, culture and economy in Java, 1677–1726: Asian and European imperialism in the early Kartasura period''. Sydney : Asian Studies Association of Australia in association with Allen and Unwin.▼
== Referensi ==
{{reflist}}
▲== Bacaan lebih lanjut ==
▲* {{cite journal|last = Ricklefs|first = Merle Calvin
▲* Pemberton, John, (1994) ''On the subject of "Java"'' Ithaca : Cornell University Press. {{ISBN|0-8014-2672-3}}
▲* Ricklefs, M.C. (1978) ''Modern Javanese historical tradition: A study of an original Kartasura chronicle and related materials.'' London : School of Oriental and African Studies.
▲* Ricklefs, M.C. (1993) ''War, culture and economy in Java, 1677–1726: Asian and European imperialism in the early Kartasura period''. Sydney : Asian Studies Association of Australia in association with Allen and Unwin.
|