R. Soeprapto (jaksa): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgx (bicara | kontrib)
k Suntingan 118.136.22.210 (bicara) dikembalikan ke versi terakhir oleh Borgx
Maqi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''R. Soeprapto''' ({{lahirmati|[[Trenggalek]]|27|3|1897|[[Jakarta]]|2|12|1964}}) adalah [[Jaksa Agung]] pada tahun 1951 hingga 1959. Ia mengawali kariernya sebagai hakim diberbagai daerah, meskipun ia tak sempat meraih gelar akademis (MR. atau SH) namun sepak terjangnya di dunia penegak hukum membuktikan kepiawaian dan ketegasan yang terpuji.
{{paragraf pembuka}}
{{rapikan}}
'''R. Soeprapto''' yang mengawali kariernya sebagai hakim, memang berhasil sampai puncak. Meskipun ia tak sempat meraih gelar akademis (Mr. atau SH) namun sepak terjangnya di dunia penegak hukum membuktikan kepiawaian dan ketegasan yang terpuji. R.Soeprapto adalah Jaksa Agung pada Mahkamah Agung (1951-1959). Karena belum berstatus menteri, maka jabatan jaksa agungnya itu merupakan puncak karier pegawai tinggi dengan pangkat tituler letnan jenderal.
 
== Biografi ==
Seperti layaknya keturunan priyayi zaman sebelum perang, Soeprapto biasa saja mencantumkan gelar R. (Raden) di depan namanya. Karena ayahnya, Hadiwiloyo-pun memang bergelar Raden pula, yang ketika Soeprapto lahir, [[27 Maret]] [[1897]], sang ayah sedang bertugas sebagai controlleur pajak di [[Trenggalek]].
Soeprapto lahir [[27 Maret]] [[1897]] dengan ayah seorang ''Controlleur'' pajak di [[Trenggalek]], [[Jawa Timur]]. Kemudian, Soeprpato menamatkan [[ELS]] (''Europesche Lagere School'') pada tahun 1914 dan melanjutkan studi ke Sekolah Hakim di [[Batavia]], selesai tahun 1920 bersama dengan [[Wongsonegoro]], [[Isqak]], dan [[Mas Soemardi]].
 
TidakSetelah seperti Wongsinegoro dan Isqak misalnya, yang sempat melanjutkan studinya ke universitas leiden bagian hukum, maka Soeprapto memilih langsung bekerja saja. Untuk pertama kalilulus, ia ditempatkan di Landraaad (Pengadilan untuk kaum Bumi Putera) tulungagungdi [[Tulungagung]] dan Trenggalek. Zaman ituKemudian, bagiia lulusandipindahkan tigake besar, diperbolehkan memilih tempat bekerja. Dan, Soeprpato yang cerdas, tekun, dan patuh itu memilih diberbagai kota kelahirannya Trenggalek untuk mengawali karrirnya di pengadilan. Pada zaman penjajahan Belanda itu hakim Soeprapto berpindah-pindah tempat tugas. Sebelum pendudukan jepangseperti, ia pindah dari Trenggalek ke [[Surabaya]], [[Semarang]], [[Demak]], [[Purworejo]], [[Bandung]], [[Banyuwangi]], [[Singaraja]], [[Denpasar]] sampai [[Mataram]][[Lombok]]. SelamaDalam empatrentang tahun, 1937-1941 hakim Soeprapto menjabat Kepala Landraad [[Cirebon]]-[[Kuningan]], terusdilanjutkan ke [[Salatiga]]-[[Boyolali]], balikdan ke [[Banyuwangi]] menjadi pengawas hokumhukum di Keresidenan Besuki. Ketika [[Jepang]] datingdatang [[Maret]] [[1942]], Soeprapto menjabat Kepala Pengadilan Keresidenan [[Pekalongan]].
Soeprpato menamatkan ELS (Europesche Lagere School – Sekolah Dasar untuk bangsa Eropa) tahun 1914. Masa itu, status ELS lebih bergengsi daripada HIS yang sama-sama Sekolah Dasar. Kemudian Soeprapto remaja melanjutkan studinya ke Sekolah Hakim di Batavia, tamat 1920. Teman-teman seangkatannya di Sekolah Hakim (R.S – Rechtschool, 6 tahun), antara lain Wongsonegoro, Isqak dan Mas Soemardi. Dua nama tadi pernah menjabat menteri di zaman kabinet Parlementer.
 
Selepas proklamasi sampai[[Indonesia]] RIdan pindah ibukota ke Yogya[[Yogyakarta]] danhingga memperoleh kedaulatan RIpada [[27 Desember]] [[1949]], Soeprapto tetap mengemudikan pengadilanbekerja di daerahpengadilan Keresidenan Pekalongan. SampaiHingga saatnya kelak, RIIndonesia kembali lagi ke [[Jakarta]] pada tahun (1950) yang sejak 1920 berkarier di kehakiman, mulai memasuki “kamar”''kamar'' penuntut umum. Ia dicintai dan mencintai bawahannya. Ia disegani oleh kalangan yang mau mempermainkan hukum. Atas jasa-jasa dan perjuangannya menegakkan citra kejaksaan, R. Soeprapto ditetapkan sebagai '''Bapak Kejaksaan RI”Republik Indonesia'''. Patungnya kini tegak berdiri di halaman depan Gedung Kejaksaan Agung, di kawasan [[Kebayoran Baru]], Jakarta.
Tidak seperti Wongsinegoro dan Isqak misalnya, yang sempat melanjutkan studinya ke universitas leiden bagian hukum, maka Soeprapto memilih langsung bekerja saja. Untuk pertama kali, ia ditempatkan di Landraaad (Pengadilan untuk kaum Bumi Putera) tulungagung dan Trenggalek. Zaman itu, bagi lulusan tiga besar, diperbolehkan memilih tempat bekerja. Dan, Soeprpato yang cerdas, tekun, dan patuh itu memilih di kota kelahirannya Trenggalek untuk mengawali karrirnya di pengadilan. Pada zaman penjajahan Belanda itu hakim Soeprapto berpindah-pindah tempat tugas. Sebelum pendudukan jepang, ia pindah dari Trenggalek ke Surabaya, Semarang, Demak, Purworejo, Bandung, Banyuwangi, Singaraja, Denpasar sampai Mataram – Lombok. Selama empat tahun, 1937-1941 hakim Soeprapto menjabat Kepala Landraad Cirebon-Kuningan, terus ke Salatiga-Boyolali, balik Banyuwangi menjadi pengawas hokum di Keresidenan Besuki. Ketika Jepang dating Maret 1942, Soeprapto menjabat Kepala Pengadilan Keresidenan Pekalongan.
 
Jaksa Agung R. Soeprapto diberhentikan dengan hormat oleh Presiden [[Soekarno]], pada tanggal [[1 April]] [[1959 dalam usia 65 tahun]]. MenurutDalam buku “Lima''Lima Windu Sejarah Kejaksaan (1945-1985)'', pemberhentian ini merupakan ekor yang tidak sedap dari kasus peradilan Junschlager dan Schmidt yang ditangkap 1954.
Selepas proklamasi sampai RI pindah ke Yogya dan kedaulatan RI 27 Desember 1949, Soeprapto tetap mengemudikan pengadilan di daerah Keresidenan Pekalongan. Sampai saatnya kelak, RI kembali lagi ke Jakarta (1950) yang sejak 1920 berkarier di kehakiman, mulai memasuki “kamar” penuntut umum. Ia dicintai dan mencintai bawahannya. Ia disegani oleh kalangan yang mau mempermainkan hukum. Atas jasa-jasa dan perjuangannya menegakkan citra kejaksaan, R. Soeprapto ditetapkan sebagai “ Bapak Kejaksaan RI”. Patungnya kini tegak berdiri di halaman depan Gedung Kejaksaan Agung, di kawasan Kebayoran Baru Jakarta.
 
Setelah tuduhan terhadap Junschlager gugur demi hukum, karena yang bersangkutan meninggal dunia, maka tinggallah Schmidt yang diadili. Oleh Pengadailan negeriNegeri Jakarta, Schmidt dijatuhi hukuman seumur hidup, di tahun 1958. Terpidana ini mengajukan banding, dan Pengadilan Tinggi Jakarta memutus lebih ringan: cukup, 5 tahun saja, dipotong masa tahanan. Karena Schmidt sudah menjalani hukuman 5 tahun, jadi kloplah Pengadilan tinggi mintamembebasakannya. ia dibebasakan.Karena Kejaksaan Agung tidak mengajukan permohonan kasasi., Makamaka Jaksa Agung memerintahkan eksekusi.
 
Dendam rakyat yang tidak suka pada orang Belanda pemberontak ini, menurut Jaksa Agung Soeprapto menjadi pertimbangan untuk memulangkan Schmidt ke negerinya. Menurut buku “Sejarah Kejaksaan Agung”, kesalah R. Soeprapto sebagai jaksa agung tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan Menteri Kehakiman, [[Maengkom]]. Ini dikecam keras oleh partai-partai politik dan tidak dapat diterima oleh Pemerintah. Kejadian di awal 1959 ini, agaknya merepotkan Jaksa Agung R. Soeprapto. Tapi, menurut (Alm) Ny. Soeprapto kepada Forum Keadilan. “Sebenarnya perintah eksekusi Schmidt itu telah disetujui oleh Maengkom.
== Mengakhiri Masa Jabatan ==
 
Jaksa Agung R. Soeprapto diberhentikan dengan hormat oleh Presiden Soekarno, pada tanggal 1 April 1959 dalam usia 65 tahun. Menurut buku “Lima Windu Sejarah Kejaksaan (1945-1985), pemberhentian ini merupakan ekor yang tidak sedap dari kasus peradilan Junschlager dan Schmidt yang ditangkap 1954.
 
Setelah tuduhan terhadap Junschlager gugur demi hukum, karena yang bersangkutan meninggal dunia, maka tinggallah Schmidt yang diadili. Oleh Pengadailan negeri Jakarta, Schmidt dijatuhi hukuman seumur hidup, di tahun 1958. Terpidana ini mengajukan banding, dan Pengadilan Tinggi Jakarta memutus lebih ringan: cukup 5 tahun saja, dipotong masa tahanan. Karena Schmidt sudah menjalani hukuman 5 tahun, jadi kloplah Pengadilan tinggi minta ia dibebasakan. Kejaksaan Agung tidak mengajukan permohonan kasasi. Maka Jaksa Agung memerintahkan eksekusi.
 
Dendam rakyat yang tidak suka pada orang Belanda pemberontak ini, menurut Jaksa Agung Soeprapto menjadi pertimbangan untuk memulangkan Schmidt ke negerinya. Menurut buku “Sejarah Kejaksaan Agung”, kesalah R. Soeprapto sebagai jaksa agung tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan Menteri Kehakiman, Maengkom. Ini dikecam keras oleh partai-partai politik dan tidak dapat diterima oleh Pemerintah. Kejadian di awal 1959 ini, agaknya merepotkan Jaksa Agung R. Soeprapto. Tapi, menurut (Alm) Ny. Soeprapto kepada Forum Keadilan. “Sebenarnya perintah eksekusi Schmidt itu telah disetujui oleh Maengkom.
 
Soeprapto bersama keluarga sedang berada di Yogya ketika mendengar siaran RRI yang menyiarkan tentang akan digantikannya Jaksa Agung, Pak Prapto melihat “Pemerintah dan Bung Karno sudah tidak proporsional lagi,” kata Soeprapto seperti ditirukan istrinya.
Sekembalinya ke Jakarta, Jaksa Agung yang tegar ini menolak hadir di Istana dalam acara serah terima jabatan. Ia tidak mau minta maaf. Ia menolak menarik kembali tindakan yang beliau yakini benar, baik secara hokum maupun hirarki. Apalagi untuk bergabung dengan politisi, hanya sekedar untuk mempertahankan jabatannya.
Sebagai pegawai yang pejuang dengan dedikasi tinggi, cerdas, tekun, dan ulet, tidak ada dalam kamus Soeprapto utnuk mempolitikkan jabatannya, demi ideologyideologi atau kepentingan apapun selain Pancasila dan UUD yang berlaku (UUD-S 1950). R. Soeprapto dengan watak kebapakannya, telah memberikan sebagain besar perjalanan usianya untuk penegakan hukum di negeri ini. Ia buktikan dari tahun 1920 sampai 1958, dalam zaman kolonial, pendudukan militer Jepang dan RI dalam berbagai cuaca politik yang sering berganti. R. Soeprapto, akhirnya menutup mata pada tanggal [[2 Desember]] [[1964]] ( hari Mi'radj Nabi ) di [[Jakarta]] , dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
 
== Pranala luar ==