Sains Pribumi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgx (bicara | kontrib)
k {{subst:taklayak}}
FHidayat (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{base kelayakan|d=24|m=12|y=2008|i=14|ket=|kat=Y}}
'''Sains Pribumi''' ialah sebutan untuk [[ilmu]]-ilmu atau [[sains]] yang didasari atas [[sistem]] [[ontologis]], sistem [[epistemologis]], sistem [[aksiologis]], serta sistem [[logis]] dari [[suku]]-suku [[asli]] yang hidup di [[Indonesia]] sejak era di mana Indonesia belum menjadi suatu [[Republik]]; di mana suku-suku asli membangun [[peradaban]] dan [[kebudayaan]] yang khas secara sendiri-sendiri, yang pada saat yang sama membangun sistem [[pengetahuan]] secara khas pula. Ilmu-ilmu tersebut masih berupa 'bahan baku' pada mulanya, tapi seiring dengan semakin majunya anak-anak suku asli yang mempelajari sains [[modern]], tumbuh kesadaran dalam diri mereka untuk menyistematisir ilmu-ilmu pribumi mereka sebagaimana orang-orang modern menyistematisir ilmu-ilmu mereka, sehingga muncul [[sistematisasi]] ilmu-ilmu pribumi, yang kelak melahirkan apa yang di sini disebut sebagai [[Sains Pribumi]].<ref>Istilah ini adalah terjemahan dari istilah Inggris ''Indigenous Science'', yang menurut ANU (The Australian National University) dalam situs mereka, www.livingknowledge.anu.edu.au, adalah ''the science that Indigenous people developed independent of Western science. If we understand ‘indigenous’ to relate to people who have a long-standing and complex relationship with a local area and ‘science’ to mean a systematic approach to acquiring knowledge of the natural world, then Indigenous science is the process by which Indigenous people build their empirical knowledge of their natural environment. As is the case with Western science, Indigenous science is the practical application of theories of knowledge about the nature of the world and increasingly Indigenous people are incorporating Western scientific knowledge into their practices.'' (sains yang dikembangkan oleh orang-orang pribumi yang mandiri daripada sains Barat. 'Pribumi' artinya orang-orang yang mempunyai hubungan kompleks dan berjangka waktu lama dengan daerah lokal, sedangkan 'Sains' artinya suatu pendekatan sistematis untuk menemukan pengetahuan tentang dunia alamiah. 'Sains Pribumi' artinya proses yang dengannya orang pribumi membangun pengetahuan empiris mereka tentang lingkungan alamiah mereka. Seperti halnya Sains Barat, Sains Pribumi adalah penerapan praktis dari teori pengetahuan tentang alam dunia. Kini banyak orang pribumi yang mempergunakan pengetahuan ilmiah Barat untuk kepentingan-kepentingan mereka sendiri.)</ref>
 
 
== Eksponen Sains Pribumi ==
Baris 17 ⟶ 16:
Bukunya di bidang kebudayaan ialah ''Sastra, Psikologi, dan Masyarakat'' (1985) dan ''Sekitar Masalah Kebudayaan'' (1986). Dalam ''Sastra, Psikologi dan Masyarakat'', Darmanto menegaskan keterkaitan [[tripartit]] antara [[kesusastraan]], psikologi dan [[sosiologi]]: bukan hanya ketiganya merupakan satu jalinan ''Humanities'' (Ilmu-Ilmu [[Kemanusiaan]]), tapi [[interaksi]] antara ketiganya adalah sebuah keniscayaan demi pemahaman yang utuh mengenai [[manusia]].
Sedangkan ''Sekitar Masalah Kebudayaan'' (1986) adalah buku yang kemudian dijadikan [[Pusat]] Perbukuan [[Proyek]] [[Buku]] Terpadu [[Depdikbud]] 1988/1989 sebagai [[buku-ajar]] untuk [[Matakuliah]] [[Dasar]] [[Umum]] (MKDU) Ilmu [[Budaya]] Dasar di hampir setiap [[perguruan]] [[tinggi]] se-Indonesia. Isi buku tersebut sungguh menarik, karena di dalamnya bukan hanya [[teori]]-teori dan [[konsep]]-konsep kebudayaan konvensional yang pernah dikenal, tapi juga mengandung [[kritikan]]-kritikan pedasnya terhadap sistem pendidikan tinggi di Indonesia yang selama ini tidak berakar pada 'budaya'nya sendiri, sehingga [[lulusan]]-lulusannya tidak mampu memenuhi [[kebutuhan]] riel [[masyarakat]] di sistem kebudayaan mana ia dilahirkan: ''Universitas terlanjur menjadi 'Bandar Impor Ilmu Pengetahuan'. Pada masa jaya-jayanya [[Positivisme]], tak begitu merepotkan batin benar. Di mana-mana ilmu itu [[objektif]], [[universal]]. Tetapi sekarang, ketika bahkan para [[teknolog]], [[teknokrat]] menyadari bahwa ilmu itu tidaklah objektif [[mutlak]], atau paling tidak, 'Tidak bebas nilai' seperti kata [[Pitirim Sorokin]] atau [[Abraham Maslow]]—atau lebih tua lagi [[Karl Marx]]tentunya (Sekali pun dengan [[alasan]] berbeda), maka Universitas menghadapi [[tantangan]] ber[[ganda]]. Apakah Ilmu yang di[[impor]]nya itu sungguh bisa untuk mengatasi [[persoalan]]-persoalan yang muncul di [[tanah air]] kita? Terutama dalam hal ilmu-ilmu [[social]] yang melandaskan diri pada [[keajegan]]-keajegan [[empiris]] di negeri asal mereka apakah ia bisa dipakai 'langsung' di Indonesia? Inilah yang kemudian membawa [[pertanyaan]] [[tantangan]] yang menggoda kita: Apakah [[relevansi]] dari [[kegiatan]]-kegiatan kita di Universitas untuk sebagian besar masyarakat Indonesia?<ref>Darmanto Jatman, ''Sekitar Masalah Kebudayaan'', Bandung, Penerbit Alumni, 1993, cet-3, hal. 5</ref>
 
=== Memelopori ‘Sains Pribumi ===
 
Karya-karyanya di bidang Psikologi antara lain ''Psikologi Indonesia'' ([[Makalah]] [[Seminar]] [[Lustrum]] ke-V Fakultas Psikologi [[UGM]] 1981), ''Psikologi Jawa'' (1996), dan ''Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Psikologi UNDIP Semarang'' (10 Januari 2008). Di dalam ketiga karyanya itu, beliau memelopori apa yang disebut 'Psikologi Indonesia'—psikologi yang bukan hanya merupakan [[penerapan]] dari [[hukum]] sosial yang ditemukan [[dunia]] [[Barat]] dan diterapkan di Indonesia—tetapi merupakan pengembangan 'The Body of Knowledge', 'The Body of Theory', hasil [[penelitian]] empiris di [[negeri]] kita.’<ref>''Ibid.'', hal. 21</ref> Suatu [[pemahaman]] psikologis yang ber[[basis]] budaya Indonesia atau 'Ilmu [[Jiwa]] [[Pribumi]]'.
 
Dalam ''Pidato Pengukuhan''nya, Darmanto, seraya mengutip ''Cultural Psychology'' karya [[Michael Cole]], mengungkapkan keheranannya mengapa [[kajian]] Psikologi Kebudayaan (''Cultural Psychology'') di Indonesia justru terabaikan untuk jangka [[waktu]] yang lama, padahal seluruh [[dinamika]] [[kejiwaan]], baik [[kondisi]] [[mental]], [[proses]] mental, maupun [[struktur]] mental manusia justru merupakan [[aktivitas]] kebudayaan. Agar ''Psikologi Kebudayaan'' di Indonesia ber[[kembang]] ber[[dasar]]kan budayanya sendiri, beliau mengajak para [[psikolog]] se-Indonesia untuk sama-sama membangun apa yang dinamakannya 'Psikologi Indonesia'. Kata beliau: ''Apabila [[wacana]] ini diakhiri dengan `Psikologi Jawa`, bukan berarti ia yang paling [[unggul]] di antara berbagai psikologi [[indigenous]] atau [[etnopsikologi]] lainnya, melainkan untuk mengundang yang lain agar mewacanakan psikologi [[etnika]] serta berbagi pengetahuan yang lebih terbuka, sehingga lahir wacana Psikologi Indonesia''.<ref>''Darmanto Jatman: Pembumian Psikologi Tak Berkembang'', www.rri-online.com, Kamis 10 Januari 2008, diunduh tgl. 25 Agustus 2008.</ref> Dengan segala karya-karya beliau ini patutlah dikatakan bahwa beliau adalah salah satu dari sekian [[pelopor]] ‘Sains Pribumi’ (''Indigenous Science'').