Muhammad Hasyim Asy'ari: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
menambahkan kisah karomah KH Hasyim Asyari
Tag: menambah kata-kata yang berlebihan atau hiperbolis VisualEditor
→‎Karomah: Fixing
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 220:
Lalu Kang Tahmid bergegas ke Ndalem Kiai Hasyim dekat masjid pondok. Kang Bahruddin mengingatkan agar Kang Tahmid shalat dulu. Namun, Kiai Tahmid malah menundanya, nanti saja katanya.
 
Saat di ''Ndalem'' Kiai Hasyim bertanya pada Kang Tahmid, apakah sudah shalat apaatau belum. Kang Tahmid berbohong mengatakan sudah. Kiai Hasyim lalu sontak meminta Kang Tahmid shalat dulu dengan nada separuh membentak dari tempat duduk beliau.
 
“Tahmiiid…. sana shalat dulu!!”.  Tahmid kaget bukan kepalang ternyata gurunya tahu kalau ia belum sholat. Ia gemetar, tak kuasa untuk berubah dari posisi bersimpuhnya. Ia ingin bergerak tapi tak kuasa. ''Alot'' dan rasanya panas dingin. Keringat ''‘brayoh’'' mengucur begitu derasnya.
 
Kemudian, Kiai Hasyim menghampiri Tahmid sambil menepuk-nepuk pundaknya. “Sana shalat dulu… lain kali jangan gugup dan ‘bohong’. Biar tamu ini aku ladeni sendiri.” Dan TahmïdTahmid pun merasa badannya kembali enteng.
 
Segera ia menuju ke bilik kamarnya. Tentu saja bukan kebetulan Kiai Hasyim menabak-nebak. Karena beliau memang dikenal bisa mengindentifikasi kebohongan, entah dari fisik maupun metafisik.
Baris 230:
3. Digoyang-goyang, Rumah Doyong (Miring) Bisa Tegak Lagi
 
Kebetulan kamirombingan penulis pernah mewawancarai seorang santri beliau, santri kalong juga ternyata. Rumahnya di Cukir, rumahnya sangat kecil dan memperihatinkan. Bahkan kitarombongan ketemu saja, karena tidak sengaja mengurus dokumentasi bakti sosial perbaikan MCK dalam rangka 120 tahun Tebuireng.
 
Beliau namanya Ahmad Thaib, jauh dari kesan kiai atau ahli agama, dengan pakaian biasa. Beliau ini bercerita tentang salah satu karomah Kiai Hasyim.  Suatu saat si Thaib muda merenung di senggangnya waktu.
 
Tiba-tiba Kiai Hasyim datang dan bertanya, “Ada apa, Nak, kok melamun?,”. Ahmad Thaib menjawab, “Itu, rumah saya doyong (miring)”. Akhirnya Kiai Hasyim mengajak Ahmad Thaib melihat rumahnya yang miring itu.
 
Sesampainya di sana, Kiai Hasyim hanya menggoyang-goyang salah satu bagian rumah yang miring. ''DilalahNdilalah'', rumah itu lurus kembali, alias berdiri tegak lagi.  Ahmad Thaib terkejut sambil senang.
 
Terkejut karena seperti ajaib sekali, rumah digoyang-goyang saja, yang asalnya miring menjadi lurus. Karena kalau dibenarkan tukang bisa memakan biaya mahal dan tentunya selesai dalam berhari-hari.
Baris 244:
4. Menyumbat Mesin Giling Pabrik Gula Tjoekir
 
Satu lagi kesaksian Kiai Abu Bakar tentang karomah Kiai Hasyim Asy’ari. Santri pernah dibuat heran berkeping-keping, takjub, plus ngeri. Dalam bahasa Kiai Abu Bakar, “Kok bisa ya”ya?”.
 
Di depan Tebuireng pada masa penjajahan Belanda, ada rel kereta yang biasa dilalui kereta komersil Jombang-Kediri, Jombang Surabaya dll. Namun terkadang juga bisa dilalui oleh [[lori]] yang mengangkut tebu-tebu untuk digiling di Pabrik Tjoekir.
 
Suatu saat lori yang mengangkut tumpukan tebu siap giling, terguling. Tebu-tebu berhamburan. Santri yang mengetahui itu, berhamburan mengambil tebu itu. Lalu mandor Belanda datang dan memukuli mereka.
Baris 252:
Berita itu sampai di telinga Kiai Hasyim dan beliau merasa geram dan kesal.  Kiai Hasyim mendatangi pabrik tersebut dan menuju mesin penggilingannya. Saat giling memang sangat sibuk sekali pabrik. Pabrik Tjoekir termasuk pabrik yang paling besar di Jawa Timur.
 
Entah bagaimana Kiai Hasyim mengeluarkan kunyahan susur atau inang dalam bahasa melayunya dari mulut beliau. Lalu disumpelkan atau dimasukkan mesin penggilingnya.  Wallaua’lamWallahua’lam, mesin berhenti dan padam.
 
Kiai Hasyim membiarkannya sampai 3 hari. Pabrik tidak bisa beroprasi, tentu rugi. Tebu-tebu yang datang mengantri untuk digiling, menjadi kering. Dibenarkan oleh teknisi tidak kunjung bisa menyala. Akhirnya pihak pabrik sowan kepada Kiai Hasyim dan meminta maaf.
 
Sejak saat itu, Belanda membiarkan santri mengambil tebu gratis dan dibiarkan saja. Hal itu berlangsung sampai Pabrik diambil alih Jepang, lalu dinasionalisasi oleh pemerintahan Soekarno.
 
== Karya dan pemikiran ==