Sriwijaya: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Mike herlin (bicara | kontrib) Tag: Pembatalan Dikembalikan |
k Suntingan Mike herlin (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Rachmat04 Tag: Pengembalian |
||
Baris 57:
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Hindu-Buddha}}
{{Sejarah Malaysia}}
'''Sriwijaya''' (atau juga disebut '''Śrīvijaya'''; {{lang-jv|ꦯꦿꦷꦮꦶꦗꦪ|Sriwijåyå}}; {{Lang-su|ᮞᮢᮤᮝᮤᮏᮚ|Sriwijaya}}; {{lang-th|ศรีวิชัย, Siwichai}}) adalah salah satu
|last=Cœdès|first=George|authorlink=George Cœdès|title=Les inscriptions malaises de Çrivijaya|journal =Bulletin de l'Ecole français d'Extrême-Orient (BEFEO) |year=1930|volume=30|issue=1-2|pages=29-80|url=https://www.persee.fr/doc/befeo_0336-1519_1930_num_30_1_3169}}</ref><ref name="end">{{cite book|last=Munoz|first=Paul Michel|title=Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula|publisher=Editions Didier Millet|year=2006|location=Singapore|url=|doi=|id= ISBN 981-4155-67-5}}</ref> Dalam [[bahasa Sanskerta]], ''sri'' berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan ''wijaya'' berarti "kemenangan" atau "kejayaan",<ref name="end" /> maka nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang". Lokasi ibukota Sriwijaya dekat dengan [[Kota Palembang]], tepatnya di pinggir [[Sungai Musi]]. Sriwijaya terdiri dari sejumlah [[pelabuhan]] yang saling berhubungan di sekitar [[Selat Malaka]].<ref>{{Cite book|last=Reid|first=Anthony|date=2014|title=Sumatera Tempo Doeloe|location=Depok|publisher=Komunitas Bambu|id=ISBN 979-3731-94-x|}}</ref>
Baris 69:
Belum banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan.<ref name="TAYLOR"/> Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing. Tidak ada orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai tahun 1920-an, ketika sarjana Prancis [[George Cœdès]] mempublikasikan penemuannya dalam surat kabar berbahasa [[bahasa Belanda|Belanda]] dan [[bahasa Indonesia|Indonesia]].<ref name="TAYLOR">{{cite book|last=Taylor|first=Jean Gelman|title=Indonesia: Peoples and Histories|publisher=Yale University Press|year=2003|location= New Haven and London|url=|doi=|pages=|id= ISBN 0-300-10518-5}}</ref> Coedès menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap "San-fo-ts'i", sebelumnya dibaca "Sribhoja", dan beberapa prasasti dalam [[bahasa Melayu|Melayu Kuno]] merujuk pada kekaisaran yang sama.<ref>{{cite book|last=Krom|first=N.J.|chapter= Het Hindoe-tijdperk|title= Geschiedenis van Nederlandsch Indië|editor= F.W. Stapel|publisher=N.V. U.M. Joost van den Vondel|year=1938|location= Amsterdam|url=|doi=|pages= vol. I p. 149|id= }}</ref>
[[Berkas:Talang Tuo Inscription.jpg|jmpl|kiri|[[Prasasti Talang Tuwo]], ditemukan di [[Bukit Seguntang]] bercerita tentang dibangunnya taman Śrīksetra.]]
Selain berita-berita diatas tersebut, telah ditemukan oleh Balai Arkeologi [[Palembang]] sebuah perahu kuno yang diperkirakan ada sejak masa awal atau proto Kerajaan Sriwijaya di Desa Sungai Pasir, Kecamatan Cengal, [[Kabupaten Ogan Komering Ilir]], [[Sumatra Selatan]].<ref name="detik">{{cite news|title=Perahu Kuno Kerajaan Sriwijaya Ditemukan di Sumatra Selatan|first=Taufik|last=Wijaya|url=http://news.detik.com/read/2012/03/24/173813/1875495/10/perahu-kuno-kerajaan-sriwijaya-ditemukan-di-sumatera-selatan|newspaper=Detik|date=24 March 2012|accessdate=20 April 2012}}</ref> Sayang, kepala perahu kuno itu sudah hilang dan sebagian papan perahu itu digunakan justru buat [[jembatan]]. Tercatat ada 17 keping perahu yang terdiri dari bagian lunas, 14 [[papan]] [[perahu]] yang terdiri dari bagian badan dan bagian [[buritan]] untuk menempatkan kemudi.<ref name="detik"/> Perahu ini dibuat dengan teknik pasak kayu dan papan ikat yang menggunakan tali ijuk. Cara ini sendiri dikenal dengan sebutan teknik tradisi Asia Tenggara. Selain bangkai perahu, ditemukan juga sejumlah artefak-artefak lain yang berhubungan dengan temuan perahu, seperti tembikar, keramik, dan alat kayu.<ref name="detik"/>
Baris 157:
[[Berkas:Peta Wilayah Sumatra.jpg|jmpl|ka|Area wilayah Sumatra, Laut Jawa di sebelah timur, Selat Sunda di sebelah selatan, dan Samudera Hindia di sebelah barat.]]
[[Berkas:032 Avadana Level 1, Ship and Crew.jpg|jmpl|[[Kapal Borobudur]] bercadik yang ditampilkan di Borobudur. Pada 990 Raja [[Dharmawangsa]] dari Jawa mengirim armada kapal perang untuk menyerbu Sriwijaya di Sumatra.]]
Sriwijaya menguasai jalur perdagangan maritim di Asia Tenggara sepanjang abad ke-10, akan tetapi pada akhir abad ini [[Kerajaan Medang]] di Jawa Timur tumbuh menjadi kekuatan bahari baru dan mulai menantang dominasi Sriwijaya. Berita Tiongkok dari [[Dinasti Song]] menyebut Kerajaan Sriwijaya di Sumatra dengan nama ''San-fo-tsi'', sedangkan [[Kerajaan Medang]] di [[Jawa]] dengan nama ''She-po''. Dikisahkan bahwa, ''San-fo-tsi'' dan ''She-po'' terlibat persaingan untuk menguasai Asia Tenggara. Kedua negeri itu saling mengirim duta besar ke Tiongkok. Utusan San-fo-tsi yang berangkat tahun 988 tertahan di pelabuhan [[Kanton]] ketika hendak pulang, karena negerinya diserang oleh balatentara Jawa. Serangan dari Jawa ini diduga berlangsung sekitar tahun 990-an, yaitu antara tahun 988 dan 992 pada masa pemerintahan [[Sri Cudamani Warmadewa]].{{sfn|Munoz|2006|p=150}}
Baris 168 ⟶ 167:
Serangan dari Medang ini membuka mata Sriwijaya betapa berbahayanya ancaman Jawa, maka Maharaja Sriwijaya pun menyusun siasat balasan dan berusaha menghancurkan Kerajaan Medang. Sriwijaya disebut-sebut berperan dalam menghancurkan [[Kerajaan Medang]] di Jawa. Dalam [[prasasti Pucangan]] disebutkan sebuah peristiwa ''Mahapralaya'', yaitu peristiwa hancurnya istana Medang di Jawa Timur, di mana ''Haji Wurawari'' dari ''Lwaram'' yang merupakan raja bawahan Sriwijaya, pada tahun 1006 atau 1016 menyerang dan menyebabkan terbunuhnya raja Medang terakhir [[Dharmawangsa Teguh]].<ref name="Muljana"/>{{sfn|Munoz|2006|p=151}}
==== Penjelajahan Sriwijaya ====
|