Wiracarita Atrahasis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Tanda baca setelah kode "<nowiki></ref></nowiki>")
 
Baris 8:
 
=== Lauh I ===
Lauh I memuat cerita penciptaan berkaitan dengan dewa-dewa Sumeria [[Anu]], [[Enlil]], dan [[:en:Enki|Enki]], yaitu dewa langit, angin dan air, “ketika dewa-dewa hidup dengan cara manusia” menurut catatan (''[[incipit]]'') itu. Berdasarkan undian (''cleromancy''; ''casting of lots''), langit diperintah oleh Anu, bumi oleh Enlil, dan lautan oleh Enki. Enlil menugaskan dewa-dewa muda (''dingir'', ''junior divines'') untuk bekerja menggali tanah untuk membuat [[irigasi]] dan bercocok tanam. Istilah determinatif bahasa Akkadia ''dingir'', yang biasanya diterjemahkan sebagai dewa (“god”) atau dewi (“goddess”) juga dapat berarti pendeta laki-laki (“priest”) atau pendeta perempuan (“priestess”),<ref>Margaret Whitney Green, ''Eridu in Sumerian Literature'', PhD dissertation, University of Chicago [1975], p. 224</ref> meskipun ada juga kata-kata Akkadia lain (misalnya ''ēnu'' dan ''ēntu'') yang diterjemahkan sebagai pendeta laki-laki dan perempuan. Kata benda “divine” memelihara kerancuan kata ''dingir''. Setelah 40 tahun, para ''dingir'' itu merasa pekerjaan itu begitu berat sehingga mereka memberontak dan menolak untuk bekerja berat semacam itu. Mereka kemudian pergi ke istana dewa [[Enlil]] sebagai sang penguasa dunia dengan tujuan membakar habis istana tersebut.<ref name="Baker"/> Ini membuat Enlil amat murka dan ia membunuh dewa yang menjadi pemimpin pemberontakan tersebut.<ref name="Baker"/> Namun Enki, yang juga merupakan penasehat bijak dan berhati baik dari para dewa itu, mengusulkan untuk tidak menghukum semua dingir, melainkan menciptakan manusia untuk melakukan pekerjaan menggantikan para dewa. Enlil lalu menyuruh dewi ibu [[Mami]] untuk menciptakan manusia dengan membentuk tanah liat yang dicampuri daging dan darah dewa yang dibunuh [[Geshtu-E]], “dewa yang memiliki kepandaian” (namanya berarti “telinga” atau “hikmat”).<ref>Pada beberapa lempengan, dewa muda [[Weila]] atau [[Aw-ilu]] adalah yang dibunuh untuk keperluan itu.</ref> Semua dewa bergantian meludah kepada tanah liat itu. Setelah 10 bulan, suatu bentuk rahim pecah dan lahirlah para manusia. Dewa-dewa menjadi senang karena manusia mau melakukan pekerjaan mereka. Akan tetapi, manusia mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga menjadi begitu ribut.<ref name="Baker"/> Akibatnya, banyak dewa yang terganggu istirahatnya.<ref name="Baker"/>. Atrahasis disebut-sebut di akhir Lauh I.
 
=== Lauh II ===