Suku Dayak Bakumpai: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Tanda baca setelah kode "<nowiki></ref></nowiki>")
Baris 109:
Dari cerita rakyat, bahwa ada suatu daerah di Kabupaten Murung Raya yaitu Muara Untu pada mulanya hanyalah suatu hutan belantara yang dikuasai oleh bangsa Jin bernama Untu. Kemudian ada dari Suku Bakumpai yang hijrah kesana dan mendiami daerah tersebut yang bernama Raghuy. sampai sekarang jika ditinjau dari silsilah orang yang mendiami muara untu, mereka menamakan moyang mereka Raghuy.
 
Dalam hal matapencaharian, masyarakat Dayak Bakumpai umumnya mengandalkan aktivitas pertanian. Aktivitas pertanian biasanya mereka lakukan di lahan gambut. Masyarakat Dayak Bakumpai cenderung mencari lahan pertanian baru untuk mengganti lahan pertanian lama. Hal itu tentunya berbeda dengan Suku Dayak lain yang kebanyakan lebih memilih untuk tetap memberdayakan lahan yang lama. Selain itu, aktivitas pertanian yang mereka lakukan biasanya hanya untuk memproduksi satu jenis komoditas tertentu, yaitu padi. Hal itu mereka lakukan karena kebutuhan mereka hanya untuk memenuhi urusan pangan saja. Namun demikian, pertambahan jumlah penduduk yang diiringi'' ''dengan peningkatan kebutuhan pangan “menuntut” mereka untuk melakukan perluasan lahan pertanian yang lebih masif.<ref name="Khairisa, Noor Husna 2016">Khairisa, Noor Husna. 2016. Strategi Konservasi Gambut (Studi Pola Hubungan Karakteristik Fisik Lahan dan Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Kabupaten Barito Kuala. Tesis. Universitas Gadjah Mada.</ref>.
 
Meskipun melakukan pembukaan lahan lumayan masif, masyarakat Dayak Bakumpai tetap memperhatikan unsur-unsur kelestarian alam. Mereka tidak membuka lahan secara sembarangan. Mereka percaya bahwa alam dititipkan nenek moyang untuk dijaga. Kepercayaan tersebut mereka wujudkan dalam bentuk kearifan lokal yang secara turun temurun telah mampu mencegah terjadinya kebakaran dan menjaga kualitas lahan gambut, namun tetap menghasilkan produk pertanian yang memuaskan.<ref name="Khairisa, Noor Husna 2016"/>.
 
Beberapa bentuk kearifan lokal tersebut diwujudkan dalam :<ref name="Khairisa, Noor Husna 2016"/>:
# Pembuatan ''Tatas'' berupa sekat bakar di sekeliling ladang yang dilakukan dengan cara menebas semak dan rumput selebar rata-rata dua meter agar api tidak keluar ladang.
# Pembuatan ''Beje'' berupa kolam penangkapan ikan yang terbentuk pada cekungan-cekungan rawa yang dalam. Pada saat air pasang, ''Beje'' akan terisi air hingga tergenang. Pada saat surut, air tersisa pada cekungan-cekungan rawa yang dalam dan ikan terkumpul, sehingga masyarakat dapat mengambil ikan tersebut. Seiring berjalannya waktu, ''Beje'' dibuat oleh masyarakat dengan menggali tanah gambut hingga membentuk kolam-kolam dengan lebar 1-2 meter dan panjang antara 10-50 meter dengan kedalaman rata-rata 2 meter (''Ibid'').