Gajah Mada: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Axl7Rose (bicara | kontrib)
Perbaikan informasi
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 32:
 
== Lahirnya Gajah Mada ==
''“Pada tahun saka 1213/1291 M, Bulan Jyesta, pada waktu itu saat wafatnya Paduka Bhatara yang dimakamkan di Siwabudha…Rakryan Mapatih Mpu Mada, yang seolah-olah sebagai yoni bagi Bhatara Sapta Prabhu, dengan yang terutama di antaranya ialah Sri Tribhuwanottunggadewi Maharajasa Jayawisnuwarddhani, cucu-cucu putra dan putri paduka Bhatara Sri Krtanagarajnaneuwarabraja Namabhiseka pada waktu itu saat Rakryan Mapatih Jirnnodhara membuat caitya bagi para brahmana tertinggi Siwa dan Buddha yang mengikuti wafatnya paduka Bhatara dan sang Mahawrddhamantri (Mpu Raganatha) yang gugur di kaki Bhatara.”''
 
Demikian bunyi Prasasti Gajah Mada yang bertarikh 1273 saka atau tahun 1351. Sebagai mahamantri terkemuka, Gajah Mada dapat mengeluarkan prasastinya sendiri dan berhak memberi titah membangun bangunan suci (''caitya'') untuk tokoh yang sudah meninggal. Prasasti itu memberitakan pembangunan ''caitya ''bagi Kertanagara. Raja terakhir Singhasari itu gugur di istananya bersama patihnya, Mpu Raganatha dan para brahmana Siva dan Buddha, akibat serangan tentara Jayakatwang dari Kediri.
 
Menurut arkeolog Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar, agaknya Gajah Mada memiliki alasan khusus mengapa memilih membangunkan ''caitya '' bagi Kertanagara daripada tokoh-tokoh pendahulu lainnya. Padahal, selama era Majapahit yang dipandang penting tentunya Raden Wijaya sebagai pendiri Kerajaan Majapahit. kemungkinan besar bangunan suci yang didirikan atas perintah Gajah Mada adalah Candi Singhasari di Malang. Pasalnya, Prasasti Gajah Mada ditemukan di halaman Candi Singhasari. Bangunan candi lain yang dihubungkan dengan Kertanagara, yaitu Candi Jawi di Pasuruan. Candi ini sangat mungkin didirikan tidak lama setelah tewasnya Kertanagara di Kedaton Singhasari.<ref name="ReferenceA">Agus Aris Munandar, "Gajah Mada, Biografi Politik"</ref>
 
Menurut Agus, berdasarkan data prasasti, karya sastra, dan tinggalan arkeologis, ada dua alasan mengapa Gajah Mada memuliakan Kertanagara hingga mendirikan candi baginya. Pertama, Gajah Mada mencari legitimasi untuk membuktikan Sumpah Palapa. Dia berupaya keras agar wilayah Nusantara mengakui kejayaan Majapahit. Kertanagara adalah raja yang memiliki wawasan politik luas. Dengan wawasan ''Dwipantara Mandala'', dia memperhatikan daerah-daerah lain di luar Pulau Jawa. Dengan demikian Gajah Mada seakan meneruskan politik pengembangan mandala hingga seluruh ''Dwipantara'' (Nusantara) yang awalnya telah dirintis oleh Kertanegara.
Baris 60:
{{Main|Sumpah Palapa}}
Ketika pengangkatannya sebagai [[Mahapatih|Mahapatih Amangkubhumi]] pada tahun 1258 Saka ([[1336|1334]] [[Masehi|M]]) Gajah Mada mengucapkan [[Sumpah Palapa]] yang berisi bahwa ia tidak akan menikmati [[palapa]] atau rempah-rempah (yang diartikan kenikmatan duniawi) sebelum berhasil menaklukkan [[Nusantara]]. Sebagaimana tercatat dalam kitab ''[[Pararaton]]'' dalam teks [[Sastra Jawa Pertengahan|Jawa Pertengahan]] yang berbunyi sebagai berikut<ref name="Mangkudimedja, R.M.">Mangkudimedja, R.M., 1979, ''Serat Pararaton''. Alih aksara dan alih bahasa Hardjana HP. Jakarta: Departemen P dan K, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.</ref>
{{cquote2cquote|''Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa''}}
 
{{cquote2|''Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa''}}
bila dialih-bahasakan mempunyai arti:<ref name="Mangkudimedja, R.M."/>
{{cquote2cquote|Ia, Gajah Mada sebagai patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa, Gajah Mada berkata bahwa bila telah mengalahkan (menguasai) Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa, bila telah mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompu, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa}}
Menurut sejarawan Slamet Muljana dalam ''Tafsir Sejarah Nagarakretagama'', sumpah Gajah Mada itu menimbulkan kegemparan. Para petinggi kerajaan seperti Ra Kembar, Ra Banyak, Jabung Tarewes, dan Lembu Peteng merespons dengan negatif. Tindakan mereka membuat Gajah Mada sangat marah karena ditertawakan. Hal ini diperkuat juga oleh Muhammad Yamin dalam ''Gajah Mada: Pahlawan Pemersatu Nusantara''. Gajah Mada pun meninggalkan paseban dan terus pergi menghadap Batara Kahuripan, Tribhuana Tunggadewi. Dia sangat berkecil hati karena dapat rintangan dari Kembar, walaupun Arya Tadah membantu sekuat tenaga.
 
Baris 85 ⟶ 84:
 
== Akhir hidup ==
{{cquote|''"Tersebut pada tahun saka angin delapan8 utama (1285). Baginda menuju Simping demi pemindahan candi makam... Sekembalinya dari Simping segera masuk ke pura. Terpaku mendengar Adimenteri Gajah Mada gering. Pernah mencurahkan tenaga untuk keluhuran ke Jawa. Di Pulau Bali serta Kota Sadeng memusnahkan musuh.''}}
 
Begitulah bunyi pemberitaan dalam ''[[Kakawin Nagarakretagama]]'' pupuh 70/1-3 dikutip Slamet Muljana dalam ''Tafsir Sejarah Nagarakretagama''. Raja Majapahit Rajasanegara atau [[Hayam Wuruk]] yang sedang melakukan perjalanan upacara keagamaan ke [[Simping]] (Blitar) dikejutkan dengan berita Gajah Mada sakit. Dia segera kembali ke ibu kota Majapahit.