Kurma (awatara): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 8:
| Ejaan_Pali =
| Golongan = [[Awatara|Awatara Wisnu]]
| Gelar_sebagai = Awatara Wisnu{{br}} yang berwujud kura-kura
| Tempat =
| Mantra =
| Senjata = [[Cakram]] dan [[Gadagada]]
| Pasangan =
| Wahana =
| Planet =
}}
Dalam [[agama Hindu]], '''Kurma''' {{Sanskerta|कुर्म|Kurma}} adalah [[awatara]] (penjelmaan) kedua dewa [[Wisnu]] yang berwujud [[kura-kura]] raksasa. Awatara ini muncul pada masa [[Satyayuga]]. Kurma disebut pula sebagai '''Akupara''' {{Sanskerta|अकूपार|Akupāra}}, yang berarti "kura-kura" atau "berbentuk kura-kura".<ref>{{Cite web|url=https://spokensanskrit.org/index.php?mode=3&script=hk&tran_input=kacchapam&direct=au&anz=100|title=Sanskrit Dictionary for Spoken Sanskrit: 'kacchapam'|website=spokensanskrit.org|access-date=2019-12-13}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://www.wisdomlib.org/definition/kamatha|title=Kamatha, Kamaṭha: 5 definitions|last=www.wisdomlib.org|date=2018-05-29|website=www.wisdomlib.org|access-date=2019-12-13}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://spokensanskrit.org/index.php?mode=3&script=hk&tran_input=akupara&direct=au&anz=100|title=Sanskrit Dictionary for Spoken Sanskrit: 'Akupara'|website=spokensanskrit.org|access-date=2019-12-24}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://www.sanskritdictionary.com/ambucara-ātmanā/18479/3|title=Sanskrit Dictionary: 'ambucara-ātmanā'|website=www.sanskritdictionary.com|access-date=2019-12-24}}</ref>
Dalam [[agama Hindu]], '''Kurma''' ([[bahasa Sanskerta|Sanskerta]]: कुर्म; ''Kurma'') adalah [[awatara]] (penjelmaan) kedua dewa [[Wisnu]] yang berwujud [[kura-kura]] raksasa. Awatara ini muncul pada masa [[Satyayuga]]. Menurut kitab ''[[Adiparwa]]'', kura-kura tersebut bernama Akupa.
 
Menurut berbagai kitab ''[[Purana]]'', [[Wisnu]] mengambil wujud seekor [[kura-kura]] (''kurma'') dan mengapung di lautan susu (''Kserasagara[[Ksirasagara]]'' atau ''KserarnawaKsirarnawa''). Di dasar laut tersebut konon terdapat harta karun dan tirta [[amerta]] yang dapat membuat peminumnya hidup abadi. Para [[Dewadewa]] dan [[Asuraasura]] berlomba-lomba mendapatkannya. Untuk mengaduk laut tersebut, mereka membutuhkan alat dan sebuah gunung yang bernama [[gunung Mandara|Mandara]] digunakan untuk mengaduknya. Para [[Dewa]]dewa dan para [[Asuraasura]] mengikat gunung tersebut dengan naga [[Wasuki]] dan memutar gunung tersebutmemutarnya. Kurma menopang dasar gunung tersebut dengan tempurungnya. Dewa [[Indra]] memegang puncak gunung tersebut agar tidak terangkat ke atas. Setelah sekian lama tirta amerta berhasil didapat dan Dewa [[Wisnu]] mengambil alih.
 
'''Kurma''' juga nama dari seorang [[resi]], putra [[Gretsamada]].
 
== Mitologi ==
{{main|Samudramantana}}
Kisah tentang Kurma Awatara muncul dari kisah pemutaran Mandaragiri yang terdapat dalam Kitab ''[[Adiparwa]]'', beserta ''[[Purana]]'' lainnya.
 
=== Pencarian amerta ===
Kisah tentang Kurma Awatara muncul dari kisah pemutaran Mandaragiri yang terdapat dalam Kitab ''[[Adiparwa]]''.
 
Dikisahkan pada zaman [[Satyayuga]], para [[Dewa (Hindu)|dewa]] dan [[asura]] ([[rakshasa|raksasa]]) bersidang di puncak gunung [[Meru]] untuk mencari cara mendapatkan tirta [[amerta]], yaitu air suci yang dapat membuat hidup menjadi abadi. Atas saran [[Wisnu|Nārāyana]] ([[Wisnu]]) bersabda, mereka mencarinya di lautan susu atau laut Ksira (''Ksirasagara''). Setelah mendengar perintah Nārāyana, mereka berangkat ke sana. Sebagai tongkat pengaduk lautan, mereka memilih sebuah gunung bernama [[Gunung Mandara]] (Mandaragiri) di Sangka Dwipa (Pulau Sangka). Gunung tersebut dicabut oleh Sang [[Ananta|Anantaboga]]. Setelah mendapat izin dari [[Baruna]] (Dewa Samudra), mereka membawa gunung Mandara ke tengah laut Ksira. Kurma menjadi dasar pangkal gunung tersebut. Ia menahan gunung Mandara supaya tidak tenggelam.
=== Pemutaran Mandaragiri ===
 
[[Wasuki|Naga Basuki]] dipergunakan sebagai tali, membelit lereng gunung tersebut. Dewa [[Indra]] menduduki puncaknya, suapaya gunung tersebut tidak melambung ke atas. Setelah siap, para Dewa, rakshasadewa dan asura mulai memutar gunung Mandara dengan menggunakan Naga Basuki sebagai tali. Para Dewadewa memegang ekornya sedangkan para asura dan rakshasa memegang kepalanya. Mereka berjuang dengan hebatnya demi mendapatkan tirta [[amerta]] sehingga laut bergemuruh. Gunung Mandara menyala, Nagasementara Basuki menyemburkan [[racun|bisa]] yang membuat pihak asura dan rakshasa kepanasan. Lalu Dewa Indra memanggil awan mendung yang kemudian mengguyur para asura dan rakshasa. [[Lemak]] segala binatang di gunung Mandara beserta minyak kayu hutannya membuat lautan Ksira mengental, pemutaran Gunung Mandara pun makin diperhebat.
Dikisahkan pada zaman [[Satyayuga]], para [[Dewa (Hindu)|Dewa]] dan [[asura]] ([[rakshasa]]) bersidang di puncak gunung [[Himalaya|Mahameru]] untuk mencari cara mendapatkan tirta [[amerta]], yaitu air suci yang dapat membuat hidup menjadi abadi. [[Wisnu|Dewa Nārāyana]] ([[Wisnu]]) bersabda, "Kalau kalian menghendaki tirta amerta tersebut, aduklah lautan Ksera (''Kserasagara''), sebab dalam lautan tersebut terdapat tirta amerta. Maka dari itu, kerjakanlah!"
 
Setelah mendengar perintah Dewa [[Wisnu|Nārāyana]] (Wisnu), berangkatlah para [[Dewa (Hindu)|Dewa]] dan [[asura]] pergi ke laut Ksera. Terdapat sebuah gunung bernama Gunung Mandara (Mandaragiri) di Sangka Dwipa (Pulau Sangka), tingginya sebelas ribu ''yojana''. Gunung tersebut dicabut oleh Sang [[Anantabhoga]] beserta segala isinya. Setelah mendapat izin dari [[Baruna|Dewa Samudera]], gunung Mandara dijatuhkan di laut Ksira sebagai tongkat pengaduk lautan tersebut. Seekor [[kura-kura]] (kurma) raksasa bernama Akupa yang konon katanya sebagai [[awatara|penjelmaan Wisnu]], menjadi dasar pangkal gunung tersebut. Ia disuruh menahan gunung Mandara supaya tidak tenggelam.
 
[[Naga Basuki]] dipergunakan sebagai tali, membelit lereng gunung tersebut. Dewa [[Indra]] menduduki puncaknya, suapaya gunung tersebut tidak melambung ke atas. Setelah siap, para Dewa, rakshasa dan asura mulai memutar gunung Mandara dengan menggunakan Naga Basuki sebagai tali. Para Dewa memegang ekornya sedangkan para asura dan rakshasa memegang kepalanya. Mereka berjuang dengan hebatnya demi mendapatkan tirta [[amerta]] sehingga laut bergemuruh. Gunung Mandara menyala, Naga Basuki menyemburkan [[racun|bisa]] membuat pihak asura dan rakshasa kepanasan. Lalu Dewa Indra memanggil awan mendung yang kemudian mengguyur para asura dan rakshasa. [[Lemak]] segala binatang di gunung Mandara beserta minyak kayu hutannya membuat lautan Ksira mengental, pemutaran Gunung Mandara pun makin diperhebat.
[[Berkas:Awatoceanofmilk01.JPG|ka|jmpl|200px|Relief dari [[Angkor Wat]], [[Kamboja]], menampilkan pemutaran Mandara Giri: [[Wisnu]] di tengah, [[awatara]] dia yang berwujud Kurma di bawah, para [[asura]] dan [[Dewa (Hindu)|Dewa]] di sebelah kiri dan kanan.]]
 
=== Timbulnya racun ===
 
=== Hasil pencarian ===
[[File:Samudra-Manthan-The-Churning-of-the-Ocean-of-Milk.jpg|alt=|thumb|322x322px|Ilustrasi [[Samudramantana]], atau pengadukan [[Ksirasagara]] (lautan susu) demi mendapatkan [[amerta]].]]
Saat lautan diaduk, racun mematikan yang disebut [[Halahala]] menyebar. Racun tersebut dapat membunuh segala makhluk hidup. Dewa [[Siwa]] kemudian meminum racun tersebut maka lehernya menjadi biru dan disebut ''Nilakantha'' ([[Sanskerta]]: ''Nila'': [[biru]], ''Kantha'': [[tenggorokan]]). Setelah itu, berbagai dewa-dewi, binatang, dan harta karun muncul, yaitu:
 
* [[Sura]], [[Dewidewi]] yang menciptakan minuman anggur.
* [[Apsari|Apsara]], kaum [[bidadari]] kahyangan.
* [[Kostuba]], permata yang paling berharga di dunia.
* [[Uccaihsrawa]], kuda para Dewadewa.
* [[Kalpawreksa]], pohon yang dapat mengabulkan keinginan.
* [[Kamadenu]] atau [[Kamadenu|Surabi]], sapi yang dapat mengabulkan keinginan.
* [[Kamadhenu]], sapi pertama dan ibu dari segala sapi
* [[Airawata]], gajah kendaraan Dewa [[Indra]]
* [[Laksmi]], Dewidewi keberuntungan dan kemakmuran
 
Akhirnya keluarlah [[Dhanwantari]] membawa kendi berisi tirta amerta. Karena para Dewadewa sudah banyak mendapat bagian sementara para [[asura]] dan [[rakshasa]] tidak mendapat bagian sedikit pun, maka para asura dan rakshasa ingin agar tirta amerta menjadi milik mereka. Akhirnya tirta amerta berada di pihak para asura, dan rakshasa dansedangkan Gunung Mandara dikembalikan ke tempat asalnya, di Sangka Dwipa.
 
=== Perebutan tirta amerta ===
[[File:Mohini Samudra manthan.jpg|thumb|270x270px|Ilustrasi [[Mohini]] (tengah), awatara [[Wisnu]] yang berwujud wanita penggoda sedang membagikan amerta kepada para dewa (kiri), setelah merebutnya dari para asura (kanan).]]
Melihat tirta [[amerta]] berada di tangan para [[asura]] dan [[rakshasa]], Dewa [[Wisnu]] memikirkan siasat bagaimana merebutnya kembali. Akhirnya Dewa Wisnu mengubah wujudnya menjadi seorang [[wanita]] yang sangat cantik, bernama [[Mohini]]. Wanita cantik tersebut menghampiri para asura dan rakshasa. Mereka sangat senang dan terpikat dengan kecantikan wanita jelmaan Wisnu. Karena tidak sadar terhadap tipu daya, mereka menyerahkan tirta amerta kepada Mohini. Setelah mendapatkan tirta, wanita tersebut lari dan mengubah wujudnya kembali menjadi Dewa Wisnu. Melihat hal itu, para asura dan rakshasa menjadi marah. Kemudian terjadilah [[perang]] antara para [[Dewa (Hindu)|Dewa]]dewa dengan asura dan rakshasa. Pertempuran terjadi sangat lama dan kedua pihak sama-sama sakti. Agar pertempuran dapat segera diakhiri, Dewa Wisnu memunculkan [[Cakra Sudarsana|senjata cakra]] yang mampu menyambar-nyambar para asura dan rakshasa. Kemudian mereka lari tunggang langgang karena menderita kekalahan. Akhirnya tirta amerta berada di pihak para Dewa.
 
Para Dewadewa kemudian terbang ke [[Wisnuloka]], kediaman Dewa Wisnu, dan di sana mereka meminum tirta amerta sehingga hidup abadi. Seorang rakshasaraksasa yangbernama merupakan anak Sang Wipracitti dengan Sang Singhika[[Rahu]] mengetahui hal itu, kemudian ia mengubah wujudnya menjadi [[Dewa]]dewa dan turut serta meminum tirta [[amerta]]. Hal tersebut diketahui oleh Dewa [[AdityaSurya (dewa)|Surya]] dan [[ChandraCandra]], yang kemudian melaporkannya kepada Dewa [[Wisnu]]. Dewa Wisnu kemudian mengeluarkan senjata chakranyacakranya dan memenggal [[leher]] sang rakshasaraksasa, tepat ketika tirta amerta sudah mencapai tenggorokannya. Badan sang rakshasa mati, namun kepalanya masih hidup karena tirta amerta sudah menyentuh tenggorokannya. Sang rakshasa marah kepada Dewa [[Aditya]]Surya dan [[Chandra]]Candra, dan bersumpah akan memakan mereka pada pertengahan bulan.
Melihat tirta [[amerta]] berada di tangan para [[asura]] dan [[rakshasa]], Dewa [[Wisnu]] memikirkan siasat bagaimana merebutnya kembali. Akhirnya Dewa Wisnu mengubah wujudnya menjadi seorang [[wanita]] yang sangat cantik, bernama [[Mohini]]. Wanita cantik tersebut menghampiri para asura dan rakshasa. Mereka sangat senang dan terpikat dengan kecantikan wanita jelmaan Wisnu. Karena tidak sadar terhadap tipu daya, mereka menyerahkan tirta amerta kepada Mohini. Setelah mendapatkan tirta, wanita tersebut lari dan mengubah wujudnya kembali menjadi Dewa Wisnu. Melihat hal itu, para asura dan rakshasa menjadi marah. Kemudian terjadilah [[perang]] antara para [[Dewa (Hindu)|Dewa]] dengan asura dan rakshasa. Pertempuran terjadi sangat lama dan kedua pihak sama-sama sakti. Agar pertempuran dapat segera diakhiri, Dewa Wisnu memunculkan [[Cakra Sudarsana|senjata cakra]] yang mampu menyambar-nyambar para asura dan rakshasa. Kemudian mereka lari tunggang langgang karena menderita kekalahan. Akhirnya tirta amerta berada di pihak para Dewa.
 
== Referensi ==
Para Dewa kemudian terbang ke [[Wisnuloka]], kediaman Dewa Wisnu, dan di sana mereka meminum tirta amerta sehingga hidup abadi. Seorang rakshasa yang merupakan anak Sang Wipracitti dengan Sang Singhika mengetahui hal itu, kemudian ia mengubah wujudnya menjadi [[Dewa]] dan turut serta meminum tirta [[amerta]]. Hal tersebut diketahui oleh Dewa [[Aditya]] dan [[Chandra]], yang kemudian melaporkannya kepada Dewa [[Wisnu]]. Dewa Wisnu kemudian mengeluarkan senjata chakranya dan memenggal [[leher]] sang rakshasa, tepat ketika tirta amerta sudah mencapai tenggorokannya. Badan sang rakshasa mati, namun kepalanya masih hidup karena tirta amerta sudah menyentuh tenggorokannya. Sang rakshasa marah kepada Dewa [[Aditya]] dan [[Chandra]], dan bersumpah akan memakan mereka pada pertengahan bulan.
{{reflist}}
 
==Daftar Referensipustaka ==
* {{cite book|author=J. L. Brockington|title=The Sanskrit Epics|url=https://books.google.com/books?id=HR-_LK5kl18C |year=1998|publisher=BRILL Academic |isbn=90-04-10260-4}}
* ''[[Adiparwa]]'', buku pertama dari seri [[Astadasaparwa]] kitab ''[[Mahabharata|Mahābhārata]]''
* {{cite book|author=Roshen Dalal|title=Hinduism: An Alphabetical Guide|url=https://books.google.com/books?id=DH0vmD8ghdMC|year=2010|publisher=Penguin Books India|isbn=978-0-14-341421-6}}
* Berbagai ''[[Purana]]'': ''[[Matsyapurana]], [[Kurmapurana]],'' dan lain-lain.
* {{cite book|author=Nanditha Krishna|title=Book Of Vishnu|url=https://books.google.com/books?id=f9cSlaLMlgEC&pg=PA47|access-date=5 January 2013|year= 2009|publisher=Penguin Books India|isbn=978-0-14-306762-7|ref=Krishna}}
* {{cite book|author= Nanditha Krishna|title= Sacred Animals of India|url= https://books.google.com/books?id=J3NU35nngxEC |year=2010 |publisher=Penguin Books India|isbn=978-0-14-306619-4}}
* {{cite book|last=Rao|first=T.A. Gopinatha|title=Elements of Hindu iconography |volume=1: Part I|year=1914|publisher=Law Printing House|location=Madras}}
 
== Pranala luar ==