Penghulu Rasyid: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
Baris 1:
'''Penghulu Rasyid''' (lahir : 1815, kampung Telaga Itar, [[Kelua, Tabalong]]. Wafat : [[Banua Lawas, Tabalong]] [[15 Desember]] [[1861]]) . Penghulu Rasyid adalah salah seorang diantara sejumlah [[ulama]] [[Islam]] yang bangkit bergerak berjuang mengangkat senjata melawan penjajah [[Belanda]] dalam [[Perang Banjar]]. Ayah dari Penghulu Rasyid bernama Ma’ali adalah penduduk kampung Telaga Itar. Rasyid diperkirakan lahir sekitar tahun [[1815]]. Pada waktu terjadi Perang Banjar dan perjuangan yang menghangat di seluruh wilayah [[Banua Lima]] tahun [[1860]] sampai tahun [[1865]], Rasyid berumur [[50]] tahun, sejak kecil ia mempunyai ciri-ciri kepemimpinan dan mempunyai kepribadian yang tinggi. Pengetahuan agama Islam yang dimilikinya disertai dengan amaliah yang kuat, maka Rasyid dijadikan sebagai pemimpin [[agama]] dengan sebutan [[Penghulu]], maka selanjutnya ia dikenal sebagai Penghulu Rasyid.
Sebagai seorang pimpinan agama Penghulu Rasyid tergerak hatinya untuk patriotismenya untuk membela negara Kesultanan Banjar yang dijajah Belanda. Penghulu Rasyid dan para ulama lainnya mengorbankan semangat juang, sebagai gerakan Baratib Baamal. Gerakan Baratib Baamal ini meliputi hampir seluruh Banua Lima dengan pusat kegiatan di masjid dan langgar (surau).
 
==Pertempuran Banua Lawas==
Baris 35:
Dengan cara praktik khalwat ini membawa orang senantiasa mengingat Allah, lidah, hati, perasaan, pandangan, penglihatan dan seluruh tubuhnya tidak yang lain kecuali Allah. Dalam perasaan itu dirinya sudah tidak ada lagi, dia sudah fana. Hal ini berarti bahwa telah mampu menyatukan dirinya dengan Allah, dalam bentuk tauhidul af’al, sifat dan zat.
Pengaruh ajaran Syekh Abdul Hamid Abulung dengan aliran wahdatul wujud bukanlah yang tidak mungkin juga mempengaruhi gerakan Baratib Baamal ini karena ajaran ini membawa pikiran manusia dan dunia atau manusia dan Tuhan itu tidak terpisahkan menjadi satu, dalam kehidupan ruhani yang tinggi fana. Aliran wahdatul wujud memang sudah berkembang dalam wilayah kesultanan Banjar sejak abad ke-18.
 
 
[[Kategori:Suku Banjar]]