Islam di Lampung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
→‎Masuk melalui budaya setempat: Memperbaiki dan melengkapi konten
Tag: Dikembalikan VisualEditor-alih
Menambahkan rujukan artikel
Tag: Dikembalikan VisualEditor
Baris 11:
===Tinjauan Umum===
Didalam sejarah kedatangan AL-Mujahid dari Pasai pesisir pantai utara Sumatra, Keturunan Sultan Iskandar Zulkarnain Gelar Sultan Yang Dipertuan, Sampainya-n di Pagaruyuang, kemudia setelah berdirinya Kerajaan Pagaruyung, dari Pagaruyung Empat Umpu dari keturunan anak Raja tersebut beranjak ke Muko Muko menyebarkan agama Islam. Setelah itu Kerajaan Sekala Brak Kuno ditaklukan oleh Empat Umpu yang menolak ajaran agama islam kemudian Kerajaan Sekala Brak Kuno berubah menjadi Kepaksian Sekala Brak. Yang berada di Empat Titik Kebesaran, yaitu pada Kepaksian Pernong terletak di kaki Gunung Pesagi di HANIBUNG Kecamatan Batu Brak, Kab. Lampung Barat (Gunung tertinggi di tanah Lampung), Kepaksian Nyerupa berada di Tampak Siring, Kepaksian Bejalan Di Way berada di puncak, Kepaksian Belunguh berada di Tanjung Menang.
Kepaksian Sekala Brak adalah nama asli dari pada Struktur Organisasi yang berdiri sejak masuknya agama islam pada masa Suku Bangsa Lampung Rabu 24 Agustus 1289 Masehi (29 Rajab 688 H). Keempat Kepaksian dijadikan Paksi Pak Sekala Brak artinya Empat pemegang tertinggi di Kepaksian Sekala Brak. Dalam perkembangan sejarah dan sebutan terminology sekarang Struktur Kepaksian, Struktur yang dipegang oleh seorang Sultan/Saibatin Raja Adat di Kepaksian. dahulu pada Era Kepaksian Sekala Brak sebutan Kepaksian adalah Kerajaan<ref>{{Cite web|last=Sekalabrak|first=Kerajaankepaksianpernong|date=2021-03-04|title=KEPAKSIAN SEKALA BRAK – SEKALA BRAK|url=https://sekalabrak.com/tujuh-pedoman-hidup-suku-bangsa-lampung/|language=id-ID|access-date=2021-03-20}}</ref>. Dari ketiga pintu masuk agama Islam itu, yang paling berpengaruh melalui jalur pesisir pantai utara SUMATRA di lihat dari peninggalan adanya Lonceng Cakra Donya, Masjid Tuha Indrapuri, Prasasti, Perkampungan suku bangsa arab. Sedangkan dari selatan Ini bisa dilihat dari situs-situs sejarah seperti makam Tubagus Haji Muhammad Saleh di Pagardewa, Tulangbawang Barat, makam Tubagus Machdum di Kuala, Telukbetung Selatan, dan makam Tubagus Yahya di Lempasing, Kahuripan diduga keduanya masih keturunan Sultan Hasanuddin dari Banten. Di Ketapang, Lampung Selatan, terdapat makam Habib Ali bin Alwi Al-Idrus.
Dari ketiga pintu masuk agama Islam itu, yang paling berpengaruh melalui jalur pesisir pantai utara SUMATRA di lihat dari peninggalan adanya Lonceng Cakra Donya, Masjid Tuha Indrapuri, Prasasti, Perkampungan suku bangsa arab. Sedangkan dari selatan Ini bisa dilihat dari situs-situs sejarah seperti makam Tubagus Haji Muhammad Saleh di Pagardewa, Tulangbawang Barat, makam Tubagus Machdum di Kuala, Telukbetung Selatan, dan makam Tubagus Yahya di Lempasing, Kahuripan diduga keduanya masih keturunan Sultan Hasanuddin dari Banten. Di Ketapang, Lampung Selatan, terdapat makam Habib Ali bin Alwi Al-Idrus.
Selain itu, menurut buku Sejarah Perkembangan Pemerintahan di Lampung Buku II, terbitan DHD Angkatan 45 Lampung tahun 1994, halaman 49-53, disebutkan pada sekitar abad 18, sebanyak 12 orang penggawa dari beberapa kebuaian di daerah ini mengunjungi Banten untuk belajar agama Islam. Mereka adalah penggawa dari Bumi Pemuka Bumi, penggawa dari Buai Subing, Buai Berugo, Buai Selagai, Buai Aji, Buai Teladas, Buai Bugis, Buai Mega Putih, Buai Muyi, Buai Cempaka, Buai Kametaro, dan Buai Bungo Mayang.
Di Sekala Brak, Islam dibawa empat orang putra Sultan, Setelah berdirinya salah satu kerajaan di [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]] ([[Orang Minangkabau|Minangkabau]]) sekitar tahun 1016 Masehi keempat umpu beranjak ke muko-muko setelah itu mengislamkan suku bangsa yang beragama animisme di sekala brak kuno/purba. Sebelumnya, di wilayah sekala brak kuno ini telah berdiri sebuah kerajaan legendaris bernama [[Sekala Brak|Sekala Brak Kuno]], dengan penghuninya yang disebut suku bangsa Tumi, penganut kepercayaan animisme.
Baris 19 ⟶ 18:
=== Masuk melalui budaya setempat ===
Meskipun penyebaran agama Islam di Lampung dominan melalui selatan (Banten) pada tahun 1525 Masehi, bukan berarti bisa menjamah seluruh daerah di Lampung.
Dari utara, misalnya, Islam mudah masuk dari Pagaruyung (Minangkabau) pada tahun 1289 Masehi. Dari utara, Islam masuk dari Palembang melalui Komering pada tahun 1443 Masehi. Dari utara, Islam dibawa empat putra Raja Pagaruyung Umpu Ngegalang Paksi Gelar Sultan Ratu Ngegalang Paksi. Fase ini menjadi bagian terpenting dari eksistensi masyarakat suku bangsa Lampung. Kedatangan keempat umpu ini merupakan kemunduran dari Kerajaan Sekala Brak Kuno atau Buay Tumi yang merupakan bercorak Hindu Bairawa menganut animisme. Momentum ini sekaligus tonggak berdirinya Kepaksian Sekala Brak atau Paksi Pak Sekala Brak yang berlandaskan nilai-nilai agama Islam. Empat putra Umpu Ngegalang Paksi Gelar Sultan Ratu Ngegalang Paksi adalah Umpu Bejalan Di Way, Umpu Belunguh, Umpu Nyerupa, dan Umpu Pernong.
Umpu berasal dari kata ampu tuan (bahasa Pagaruyung), sebutan bagi anak raja-raja Pagaruyung Minangkabau. Di Sekala Brak, keempat umpu tersebut mendirikan suatu perserikatan yang dinamai Paksi Pak Sekala Brak yang berarti empat Pemegang tertinggi di Kepaksian Sekala Brak. Setelah perserikatan ini cukup kuat, suku bangsa Tumi dapat ditaklukkan dan sejak itu berkembanglah Islam di Sekala Brak. Pemimpin Buay Tumi dari Kerajaan Sekala Brak saat itu laki-laki yang bernama Ratu Sekegkhummong yang pada akhirnya dapat ditaklukkan Perserikatan Paksi Pak Dekala Brak terbunuhnya Ratu Sekegkhummong dengan menggunakan keris belambangan. Konon penduduk yang belum memeluk Islam melarikan diri ke pesisir Krui dan terus menyeberang ke Jawa dan sebagian lagi ke Palembang.
Momentum ini sekaligus tonggak berdirinya Kepaksian Sekala Brak atau Paksi Pak Sekala Brak yang berlandaskan nilai-nilai agama Islam. Empat putra Umpu Ngegalang Paksi Gelar Sultan Ratu Ngegalang Paksi adalah Umpu Bejalan Di Way, Umpu Belunguh, Umpu Nyerupa, dan Umpu Pernong.
Umpu berasal dari kata ampu tuan (bahasa Pagaruyung), sebutan bagi anak raja-raja Pagaruyung Minangkabau. Di Sekala Brak, keempat umpu tersebut mendirikan suatu perserikatan yang dinamai Paksi Pak Sekala Brak yang berarti empat Pemegang tertinggi di Kepaksian Sekala Brak. Setelah perserikatan ini cukup kuat, suku bangsa Tumi dapat ditaklukkan dan sejak itu berkembanglah Islam di Sekala Brak. Pemimpin Buay Tumi dari Kerajaan Sekala Brak saat itu laki-laki yang bernama Ratu Sekegkhummong yang pada akhirnya dapat ditaklukkan Perserikatan Paksi Pak Dekala Brak terbunuhnya Ratu Sekegkhummong dengan menggunakan keris belambangan.
Konon penduduk yang belum memeluk Islam melarikan diri ke pesisir Krui dan terus menyeberang ke Jawa dan sebagian lagi ke Palembang.
Agar syiar agama Islam tidak mendapatkan hambatan, pohon belasa kepampang yang disembah suku bangsa Tumi ditebang untuk kemudian dibuat pepaduan. Pepaduan Konon adalah singgasana yang hanya dapat digunakan atau diduduki pada saat penobatan saibatin raja-raja dari Paksi Pak Sekala Brak serta keturunannya. Ditebangnya pohon belasa kepampang ini pertanda jatuhnya kekuasaan Tumi sekaligus hilangnya animisme di Kerajaan Sekala Brak, Lampung Barat.
Islam juga erat kaitannya dengan adat dan budaya Lampung. Sebagai cikal bakal masyarakat suku Lampung yang berasal dari Sekala Brak, Paksi Pak Sekala Brak memasukkan nilai-nilai keislaman dalam semua peristiwa dan upacara adat. Hampir tidak ada acara adat yang tidak berbau Islam. Mulai dari kelahiran anak sampai perkawinan dan kematian selalu bernuansa Islam. Konon Menurut kitab Kuntara Raja Niti, orang Lampung memiliki sifat-sifat piil-pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri); juluk-adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya); nemui-nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu); nengah-nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis); sakai-sambaian (gotong royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya). Semua sifat itu fondasinya adalah Islam.
Konon Menurut kitab Kuntara Raja Niti, orang Lampung memiliki sifat-sifat piil-pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri); juluk-adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya); nemui-nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu); nengah-nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis); sakai-sambaian (gotong royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya). Semua sifat itu fondasinya adalah Islam.
Sedangkan pengaruh agama Islam dari arah (Palembang) masuk lewat Komering. Ketika itu, Palembang diperintah Arya Damar. Diperkirakan, Islam masuk dari utara dibawa Minak Kemala Bumi atau yang juga dikenal dengan nama Minak Patih Prajurit. Makamnya berada di Pagardewa, Tulangbawang Barat, bersebelahan dengan makam Tubagus Haji Muhammad Saleh dari Banten, yang juga tokoh penyebar agama Islam di daerah ini.
Dari selatan (Banten), Islam diperkirakan dibawa Fatahillah atau Sunan Gunung Jati melalui Labuhanmaringgai sekarang, tepatnya di Keratuan Pugung. Di sini, konon, Fatahillah menikah dengan Putri Sinar Alam, anak Ratu Pugung.Dari pernikahan ini melahirkan anak yang diberi nama Minak Kemala Ratu, yang kemudian menjadi cikal bakal Keratuan Darah Putih dan menurunkan Radin Intan, pahlawan Lampung yang juga tokoh penyebar Islam di pesisir<ref>{{Cite web|last=Sekalabrak|first=Kerajaankepaksianpernong|date=2021-04-01|title=Kepaksian Sekala Brak Purba – SEKALA BRAK|url=https://sekalabrak.com/kepaksian-sekala-brak-kuno/|language=id-ID|access-date=2021-04-16}}</ref><ref>{{Cite web|last=Sekalabrak|first=Kerajaankepaksianpernong|date=2021-02-19|title=Latar Belakang “GUNUNG PESAGI” – SEKALA BRAK|url=https://sekalabrak.com/kepaksian-sekala-brak/|language=id-ID|access-date=2021-04-16}}</ref>.
 
=== Nisan yang bercorak Kerajaan Samudera Pasai ===
Salah satu pintu masuknya Islam ke Lampung dari bagian selatan sekitar abad XV. Saudagar yang berniaga di Malaka, tepatnya di Kerajaan Samudera Pasai, memberi pengaruh Islam di sana. Ada dua jejak masuknya Islam dari arah Malaka itu, yakni adanya batu nisan di Lampung Selatan, yaitu di Kampung Muarabatang dan Wonosobo ([[Tanggamus]]).
Ada dua jejak masuknya Islam dari arah Malaka itu, yakni adanya batu nisan di Lampung Selatan, yaitu di Kampung Muarabatang dan Wonosobo ([[Tanggamus]]).
Peninggalan abad XV sebagai pertanda Islam masuk ke sana antara lain Alquran bertulis tangan kuno dan Perjanjian Banten-Lampung. Perjanjian persaudaraan itu ditulis menggunakan bahasa arab. Selain itu, bukti lain adalah UU Adat atau Kuntara Raja Niti. Undang-undang ditulis dalam dua versi, yakni berbahasa Banten dengan aksara Arab dan bahasa Lampung dengan [[Aksara Lampung]].