Banjir dan longsor Kalimantan Selatan 2021: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
AMA Ptk (bicara | kontrib)
AMA Ptk (bicara | kontrib)
+ lagi
Baris 12:
 
== Penyebab ==
Banjir diduga disebabkan oleh intensitas curah hujan yang tinggi sehingga memicu luapan air sungai sejak 9 Januari 2021.<ref name="tirto20210114" /> Di [[Pelaihari, Tanah Laut|Kecamatan Pelaihari]], air sungai telah meluap sejak Minggu, 3 Januari 2021.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=2021-01-15|title=Kalimantan Selatan yang Makin Tenggelam|url=https://republika.co.id/share/qmz4za328|website=Republika Online|language=id|access-date=}}</ref> Namun, Direktur [[Wahana Lingkungan Hidup Indonesia]] Kalimantan Selatan, Dwi Cahyono, berpendapat bahwa banjir disebabkan oleh [[degradasi lingkungan]] akibat ratusan lubang [[pertambangan]] yang tidak dilakukan [[Reklamasi daratan|reklamasi]] dan hampir lima puluh persen dari 3,7 juta hektar lahan dikuasai oleh perusahaan [[tambang]] dan [[kelapa sawit]].<ref name="kompas20210115sebab" /><ref>{{cite news |date=16 Januari 2021|title=Banjir Kalsel, Walhi Ingatkan soal Kerusakan Lingkungan |work=[[CNN Indonesia]] |url=https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210116102955-20-594505/banjir-kalsel-walhi-ingatkan-soal-kerusakan-lingkungan |access-date=16 Januari 2021}}</ref> Ia juga mengatakan, perlunya melihat kondisi hulu dan hilir kondisi lingkungan Kalimantan Selatan dan jangan hanya menyalahkan hujan.<ref name=lubangmenganga>"Lubang Menganga di Hulu Martapura". ''Kompas''. 25 Januari 2021. Hlm.1 & 15.</ref> Kalsel sendiri sejak 2005 yang memiliki luas tutupan lahan sebanyak 1,18 juta hektar tersisa menjadi 0,92 juta di tahun 2019. Perubahan guna lahan tersebut, ditambah kalau daerah tersebut ditimpa hujan ekstrim, menjadikan wilayah Kalsel yang memang secara [[morfometri]] dan morfologi sangat rentan terhadap banjir.<ref name=hariankompas1&15>"Banjir Besar Kalsel, Potret Suram Kerusakan Alam". ''[[Kompas (surat kabar)|Kompas]]''. 25 Januari 2021. Hlm. 1 & 15.</ref>
 
Banjir besar kali ini kemungkinan mengulanh periode peristiwa yang pernah terjadi pada 1928.<ref name=lubangmenganga/> Di tempat lain yang berdekatan, [[Sungai Lulut]] yang berjarak 1 km dari [[Sungai Martapura]], pernah terjadi pula banjir di tahun 2006 namun hanya semata kaki. Namun begitu, jalanan terendam hampir 2 bulan. Di saat seperti itu, penduduk membuat panggung untuk tidur, menyelamatkan barang, serta perahu yang di belakang rumah ditambat di muka rumah atau bahkan dibawa masuk ke rumah.<ref name=bahdikota>"Bah di Kota "Seribu Sungai"". ''Kompas''. 25 Januari 2021. Hlm.11</ref>
 
[[Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional|Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)]] telah melakukan analisis mengenai penyebab banjir yang terjadi sejak 12–13 Januari 2021 di Kalimantan Selatan.<ref>{{Cite web|last=Media|first=Kompas Cyber|date=|title=Hasil Analisis Lapan soal Penyebab Banjir Besar di Kalimantan Selatan Halaman all|url=https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/17/190400965/hasil-analisis-lapan-soal-penyebab-banjir-besar-di-kalimantan-selatan|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=}}</ref> Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lapan M. Rokhis Khomarudin mengatakan, pengamatan curah hujan dengan data satelit Himawari-8 menunjukkan bahwa liputan [[awan]] penghasil [[hujan]] terjadi sejak 12 Januari hingga 13 Januari, dan masih berlangsung hingga 15 Januari 2021. Ia juga menjelaskan antara tahun 2010 hingga 2020 terjadi penurunan luas [[hutan primer]] sebesar 13.000 hektare, [[hutan sekunder]] 116.000 hektare, [[sawah]] dan [[semak]] belukar masing-masing 146.000 hektare dan 47.000 hektare. Sebaliknya, area [[perkebunan]] meluas "cukup signifikan" 219.000 [[hektare]]. Kondisi tersebut, memungkinkan terjadinya banjir di Kalimantan Selatan, apalagi curah hujan pada 12 hingga 13 Januari 2020 sangat lebat berdasarkan pantauan satelit Himawari 8 yang diterima stasiun di Jakarta.<ref>{{Cite news|last=|first=|date=|title=Berkurangnya area hutan primer dan sekunder 'picu' banjir terbesar di Kalimantan Selatan|url=https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55696841|work=|newspaper=BBC News Indonesia|language=id|access-date=}}</ref>