Kerajaan Bali: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ibuku (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Ibuku (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 103:
Canto 14 [[Nagarakretagama]], disusun pada masa pemerintahan [[Hayam Wuruk]] pada tahun 1365, menyebutkan beberapa tempat di Bali; Bedahulu dan ''Lwa Gajah'' (diidentifikasikan sebagai [[Goa Gajah]]) sebagai tempat di bawah kekuasaan Majapahit. Ibu kota Majapahit di Bali didirikan di [[Samplangan, Gianyar, Gianyar|Samprangan]] dan kemudian [[Gelgel, Klungkung, Klungkung|Gelgel]]. Menyusul kematian Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki periode penurunan yang stabil dengan konflik atas suksesi, di antaranya adalah [[perang Paregreg]] (1405 hingga 1406).<ref name=ricklefs>{{Cite book|isbn = 9780804721950|last = Ricklefs|first = Merle Calvin|title = A history of modern Indonesia since c. 1300|year = 1993|publisher = Stanford University Press/Macmillans|edition = 2nd}}</ref>
 
Pada tahun 1468, Pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Raja [[Singhawikramawardhana]] dan menguasai [[Trowulan]]. Raja yang kalahKertabhumi memindahkan ibu kota lebih jauh ke pedalaman ke [[Daha]] (bekas ibu kota Kadiri), secara efektif membagi Majapahit menjadi dua pusat kekuasaan; Trowulan dan Daha. Pada tahun 1474 Singhawikramawardhana meninggal dan digantikan oleh [[Dyah Ranawijaya]] pada tahun 1474, yang memerintah dari Daha. Untuk menjaga pengaruh Majapahit dan kepentingan ekonomi, Kertabhumi menganugerahi hak dagang pedagang Muslim di pantai utara Jawa, sebuah tindakan yang mengarah pada [[kesultanan Demak]] dalam beberapa dekade berikutnya. Kebijakan ini meningkatkan ekonomi dan pengaruh Majapahit, tetapi melemahkan posisi Hindu-Budha sebagai agama utama, karena Islam mulai menyebar lebih cepat dan bebas di Jawa. Keluhan pengikut Hindu-Buddha kemudian mendesak Ranawijaya untuk mengalahkan Kertabumi.
 
Pada 1478, pasukan Ranawijaya di bawah [[Patih Udara]] melanggar pertahanan Trowulan dan membunuh Kertabumi di istananya,<ref>Pararaton, p. 40, ''" .... bhre Kertabhumi ..... bhre prabhu sang mokta ring kadaton i saka sunyanora-yuganing-wong, 1400".''</ref><ref>Lihat juga: Hasan Djafar, Girindrawardhana, 1978, p. 50.</ref> Demak mengirim bala bantuan di bawah [[Sunan Ngudung]], yang kemudian mati dalam pertempuran dan digantikan oleh [[Sunan Kudus]], tetapi mereka datang terlambat untuk menyelamatkan Kertabumi meskipun mereka berhasil mengusir tentara Ranawijaya. Peristiwa ini disebutkan dalam prasasti Jiwu dan Petak, di mana Ranawijaya mengklaim bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi dan menyatukan kembali Majapahit sebagai satu Kerajaan.<ref name="SNI448">Poesponegoro & Notosusanto (1990), pp. 448–451.</ref> Ranawijaya memerintah dari tahun 1474 hingga 1498 dengan nama resmi [[Girindrawardhana]], dengan Patih Udara sebagai Perdana Menteri. Peristiwa ini menyebabkan perang antara Kesultanan Demak dan Daha, karena penguasa Demak kala itu, [[Raden Patah]], adalah keturunan Bhre Kertabhumi.