Permesta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 69:
[[Berkas:Sumual speech (1957).jpg|jmpl|250px|Sumual berpidato di depan massa di Langowan.]]
 
Di Manado, Somba harus menanggapi berita terbentuknya PRRI. Sebagai Panglima KDM-SUT, ia harus memilih apakah akan memutuskan hubungan dengan pemerintah di Jakarta dan memihak kepada PRRI. Beberapa dari stafnya termasuk [[Dee Gerungan|Mayor Jan Willem "Dee" Gerungan|]], Abe Mantiri, dan Kapten Lendy Tumbelaka mendesak Somba untuk berpihak kepada PRRI.<ref>[[#harvey|Harvey (1977)]], hlm. 94.</ref><ref>[[#sulu|Sulu (2011)]], hlm. 407.</ref> Sumual pada waktu itu masih berada di luar negeri di [[Manila]].<ref>[[#conboy|Conboy dan Morrison (1999)]], hlm. 245.</ref> Pada tanggal 16 Februari 1958, terjadi rapat massal di lapangan Sario di Manado. Somba pada akhirnya memilih apa yang diserukan masyarakat yang menghadiri rapat massal tersebut dan desakan stafnya, yaitu untuk memutus hubungan dengan pemerintah di Jakarta.<ref>[[#harvey|Harvey (1977)]], hlm. 95.</ref><ref>[[#sulu|Sulu (2011)]], hlm. 30.</ref><ref>[[#tribun_2013|Tribun News (2013)]].</ref> Somba diberhentikan secara tidak hormat oleh TNI-AD setelah pernyataannya.<ref>[[#indonesia|Indonesia (April 1983)]], hlm. 118.</ref> Sumual dan Lahade juga diberhentikan secara tidak hormat pada tangggal 1 Maret 1958.<ref>[[#scsp_1958|South China Sunday Post (2 Maret 1958)]], p. 6.</ref> Warouw juga bergabung dengan Permesta dan dia diberhentikan dengan tidak hormat pada tanggal 6 Mei 1958.<ref>[[#harvey|Harvey (1977)]], hlm. 124.</ref>
 
Di Makassar, tanggapan terhadap terbentuknya PRRI tidak sama dengan di Manado. Para penanda-tangan naskah Piagam Permesta asal Sulawesi Selatan telah mulai perlahan-lahan berhenti mendukung gerakan tersebut. Penanda-tangan seperti Jusuf (Komandan RI-Hasanuddin), Mattalatta (Komandan KDM-SST), dan Pangerang (Gubernur Militer Sulawesi Selatan dan Tenggara) mulai memihak ke pemerintah pusat.<ref>[[#harvey|Harvey (1977)]], hlm. 96–98.</ref> Masih ada beberapa orang seperti Lahade, Lintang, dan beberapa pemimpin sipil lainnya yang masih memihak dengan gerakan Permesta. Setelah sempat melarikan diri ke luar kota Makassar, akhirnya pada tanggal 27 Mei 1958, Lahade dan Lintang ditangkap. Mereka ditahan di Makassar sampai September 1957, kemudian dibawah ke [[Denpasar]] dan selanjutnya ke [[Madiun]] di mana mereka ditahan sampai tahun 1962.<ref>[[#harvey|Harvey (1977)]], hlm. 113.</ref>