Mazhab: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
AanJeager (bicara | kontrib)
Tag: Dikembalikan VisualEditor
k Reverted to revision 17411611 by Rachmat04 (talk): ~ hapus paragraf bergaya blog
Tag: Pembatalan
Baris 2:
{{Ushul fiqih}}
[[Berkas:Madhhab Map2a.png|jmpl|500px|Peta demografi persebaran mazhab]]
'''Mazhab''' ({{lang-ar|مذهب}}; ''mażhab'') adalah penggolongan suatu hukum atau aturan setingkat dibawah firkah, yang dimana firkah merupakan istilah yang sering dipakai untuk mengganti kata "denominasi" pada Islam<ref>{{Cite news|url=https://www.worldatlas.com/articles/the-major-branches-of-islam.html|title=The Major Branches Of Islam|newspaper=WorldAtlas|language=en|access-date=2018-09-28}}</ref>. Kata "mazhab" berasal dari [[bahasa Arab]], yang berarti jalan yang dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkret maupun abstrak. Sesuatu dikatakan mazhab bagi seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya. Menurut para ulama dan ahli agama [[Islam]], yang dinamakan mazhab adalah metode (''[[manhaj]]'') yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.<ref name=mediamuslim>{{cite web|url=http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=view&id=542&Itemid=13|title=Apa Itu Madzhab Fiqih?}} Dari website www.MediaMuslim.info. Sumber rujukan: ''Al Madkhal Ila Dirasatil Madarisi Wal Madzahibil Fiqhiyyah'', oleh DR. Umar Sulaiman Al Asyqar</ref>
'''Mazhab''' ({{lang-ar|مذهب}}; ''mażhab'') adalah pendapat-pendapat ulama ahlusunnah wal jama'ah dengan pemahaman para sahabat dengan berlandaskan dalil-dalil dan nash seperti al-quran dan hadist.
 
Istilah mazhab bisa dimasukkan ke dalam ruang lingkup dan disiplin ilmu apa pun, terkait segala sesuatu yang didapati adanya perbedaan. Setidaknya ada tiga ruang lingkup yang sering digunakan istilah mazhab di dalamnya, yaitu mazhab akidah atau teologi (''madzahib i'tiqadiyyah''), mazhab politik (''madzahib siyasiyah''), dan mazhab fikih atau mazhab yuridis atau mazhab hukum (''madzahib fiqhiyyah'')<ref name="Marzuq2015">{{cite book|author=Jauhar Ridloni Marzuq|title=Inilah Islam|url=https://books.google.com/books?id=yE5JDwAAQBAJ&pg=PA173|date=13 August 2015|publisher=Elex Media Komputindo|isbn=978-602-02-6706-7|pages=173–}}</ref>.
 
== Daftar mazhab ==
Ada banyak mazhab dalam Islam yang tersebar di dunia. Tiap mazhab memiliki perbedaan pada aturan yang tidak terlalu berbeda dengan mazhab lainnya.
 
=== Sunni ===
{{utama|Sunni}}
Sunni atau ''Ahlus-Sunnah wal Jama'ah'' adalah salah satu firkah terbesar dalam Islam. Ada empat mazhab fikih besar yang paling banyak diikuti oleh muslim, yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali. Di dalam keyakinan Sunni, empat mazhab tersebut valid untuk diikuti, perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat fundamental.<ref>{{Cite news|url=http://aboutislam.net/counseling/ask-about-islam/what-is-orthodox-islam/|title=What Is Orthodox Islam? {{!}} About Islam|newspaper=About Islam|language=en-US|access-date=2018-09-28}}</ref>
 
=== Syi'ah ===
{{utama|Syi'ah}}
'''Syi'ah''' merupakan firkah resmi di Iran. Pada perkembangannya hanya tiga mazhab fikih yang masih ada sampai sekarang, yaitu Itsna 'Asyariah (paling banyak diikuti), Ismailiyah dan Zaidiyah. Di dalam akidah Syi'ah, Ahlulbait dan keturunannya dianggap berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan sebagai khalifah dan imam bagi kaum muslimin pengganti Rasulullah.
 
== Mazhab fikih ==
Mazhab menurut ulama [[fiqih]], adalah sebuah metodologi fikih khusus yang dijalani oleh seorang ahli fiqih mujtahid, yang menghantarkannya memilih sejumlah hukum dalam kawasan ilmu ''furu’''.<ref name=mediamuslim />
 
=== Mazhab fikih Ahlus-Sunnah wal Jama'ah ===
Baris 26 ⟶ 37:
Dimulai oleh para murid [[Imam Ahmad bin Hambal]]. Mazhab ini diikuti oleh sekitar 5% muslim di dunia dan dominan di daerah [[semenanjung Arab]]. Mazhab ini merupakan mazhab yang saat ini dianut di [[Arab Saudi]].
 
=== Mazhab fikih Syi'ah ===
 
==== Mazhab Dua Belas Imam ====
'''Apakah Orang Awam Wajib Memilih Madzhab Tertentu Untuk Beragama?'''
{{utama|Mazhab Ja'fari}}
 
Mazhab Ja'fari atau Mazhab Dua Belas Imam (''Itsna 'Asyariah'') adalah mazhab dengan penganut yang terbesar dalam aliran Syi'ah. Dinisbatkan kepada [[Imamah|Imam]] ke-6, yaitu [[Ja'far ash-Shadiq]] bin [[Muhammad al-Baqir|Muhammad]] bin [[Ali bin Husain|Ali]] bin [[Husain bin Ali|Husain]] bin [[Ali bin Abi Thalib]]. Keimaman kemudian berlanjut yaitu sampai [[Muhammad al-Mahdi]] bin [[Hasan al-Asykari]] bin [[Ali al-Hadi]] bin [[Muhammad al-Jawad]] bin [[Ali ar-Ridha]] bin [[Musa al-Kadzim]] bin [[Ja'far ash-Shadiq]]. Mazhab ini menjadi mazhab resmi dari Negara [[Iran|Republik Iran]].
Dalam hal ini ada dua pendapat: Salah satu pendapat yang ada mengatakan, “Tidak wajib“. karena kita tidak beragama dengan mahzab tapi alquran dan sunnah sebagaimana ucapan
 
'''Imam Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi)'''
 
'''Beliau adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit yang dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah. Beliau berkata,'''
 
1. “Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al- Hasyiyah 1/63)
 
2. “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.” (Ibnu Abdil Barr dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145) Dalam riwayat yang lain dikatakan, “Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku.” Di dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari.”
 
3. “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah ta’ala dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku.” (Al-Fulani di dalam Al- lqazh, hal. 50)
 
'''Imam Malik (Imam Mazhab Maliki)'''
 
Beliau adalah Malik bin Anas, dilahirkan di Kota Madinah pada tahun 93 Hijriyah. Beliau berkata,
 
1. “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang kadang salah dan kadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka ambillah. Dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah.” (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)
 
2. “Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.” (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)
 
3.Ibnu Wahab berkata, “Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang hukum menyela-nyelan jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia’. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya, ‘Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu’. Maka Imam Malik berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggosok antara jari-jemari beliau dengan kelingkingnya.” Maka Imam Malik berkata, ‘Sesungguhnya hadist ini adalah hasan, aku mendengarnya baru kali ini.’ Kemudian aku mendengar beliau ditanya lagi tentang hal ini, lalu beliau (Imam Malik) pun memerintahkan untuk menyela-nyela jari-jari.” (Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)
 
'''imam syafi'i''' :
 
إِذَا وَجَدْتُمْ فِي كِتَابِي خِلاَفَ سُنَّةِ رَسُولِ اللهِ  فَقُولُوا بِسُنَّةِ رَسُولِ اللهِ  وَدَعُوا مَا قُلْتُ -وفي رواية- فَاتَّبِعُوهَا وَلاَ تَلْتَفِتُوا إِلىَ قَوْلِ أَحَدٍ
 
“''Jika kalian mendapati dalam kitabku sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sampaikanlah sunnah tadi dan tinggalkanlah pendapatku –dan dalam riwayat lain Imam Syafi’i mengatakan– maka ikutilah sunnah tadi dan jangan pedulikan ucapan orang''.”
 
'''Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hambali)'''
 
Beliau Adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal yang dilahirkan pada tahun 164 Hijriyah di Baghdad, Irak. Beliau berkata,
 
1. “Janganlah engkau taqlid kepadaku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)
 
2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan hujjah itu hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-wr1)” (Ibnul Abdil Barr di dalam Al-Jami`, 2/149)
 
3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi jurang kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).
 
Demikianlah ucapan para Imam Mazhab. Masihkah Anda taqlid buta kepada mereka, atau taqlid kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?
 
Namun perlu diperhatikan bahwa pendapat di atas tidak berlaku secara mutlak. Sebenarnya tetap diperbolehkan mengikuti madzhab tertentu namun hanya berlaku pada keadaan tertentu saja. Keadaan-keadaan yang dibolehkan tersebut adalah:
 
1. Mempelajari madzhab tertentu hanya sebagai wasilah (perantara) saja dan bukan tujuan. Jika seseorang tidak mampu belajar agama kecuali dengan mengikuti madzhab tertentu, maka dalam keadaan seperti ini dibolehkan.
 
2. Jika ia mengikuti madzhab tertentu untuk menghilangkan mafsadat (kerusakan) lebih besar, yang ini bisa dihilangkan bila ia mengikuti madzhab tertentu, maka ini dibolehkan.
 
Jadi sebenarnya mengikuti madzhab tertentu harus melihat pada maslahat dan mafsadat. Jika mengikuti madzhab tertentu membuat seseorang mendapatkan maslahat besar, maka pada saat ini boleh bermadzhab.
 
Namun ada beberapa rambu yang harus diperhatikan ketika belajar pada madzhab tertentu.
 
lsangat lebih baik adalah mempelajari seluruh kitab 4 imam mahzab dan menimbang dengan alquran dan hadist mana yang lebih dekat dengan pemahaman para sahabat terhadap islam.
 
'''Rambu-Rambu dalam Bermadzhab'''
 
'''Rambu pertama:''' Harus diyakini bahwa madzhab tersebut bukan dijadikan sarana kawan dan musuh sehingga bisa memecah belah persatuan kaum muslimin. Jadi tidak boleh seseorang berprinsip jika orang lain tidak mengikuti madzhab ini, maka ia musuh kami dan jika semadzhab, maka ia adalah kawan kami.
 
Sifat dari pengikut hawa nafsu (ahlu bid’ah) berprinsip bahwa satu person dijadikan sebagai tolak ukur teman dan lawan. Sedangkan Ahlus Sunnah berprinsip bahwa yang dijadikan standar wala’ dan baro’ (kawan dan lawan) hanya dengan mengikuti Al Quran dan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta ijma’ (konsensus) para ulama kaum muslimin.
 
'''Rambu kedua:''' Tidak boleh seseorang meyakini bahwa setiap muslim wajib mengikuti imam tertentu dan tidak boleh mengikuti imam lainnya. Jika ada yang meyakini demikian, dialah orang yang jahil. Namun orang awam boleh baginya mengikuti orang tertentu untuk menghindari mudhorot karena belum faham.
 
'''Rambu ketiga:''' Imam yang diikuti madzhabnya tersebut harus diyakini bahwa ia hanya diaati karena ia menyampaikan maksud dari agama dan syari’at Allah. Sedangkan yang mutlak ditaati adalah Allah dan Rasul-Nya. Maka tidak boleh seseorang mengambil pendapat imam tersebut karena itu adalah pendapat imamnya. Akan tetapi yang harus jadi prinsipnya adalah dia mengambil pendapat imam tersebut karena itu yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
 
'''Rambut keempat:''' Menjaga diri agar tidak terjatuh pada hal-hal yang terlarang sebagaimana yang dialami para pengikut madzhab di antaranya:
 
# Fanatik buta dan memecah persatuan kaum muslimin.
# Berpaling dari Al Qur’an dan As Sunnah karena yang diagungkan adalah perkataan imam madzhab.
# Membela madzhab secara overdosis bahkan sampai menggunakan hadits-hadits dhoif agar orang lain mengikuti madzhabnya.
# Mendudukkan imam madzhab sebagai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
 
 
'''BEBERAPA ALIRAN SESAT DALAM ISLAM (mereka membuat mahzab sendiri,membuat pendapat sendiri,membuat tafsir sendiri tentang al-quran maupun hadist tanpa pemahaman para sahabat ataupun 4 imam mahzab terkhusus)'''
 
'''Pertama'''
 
'''Rafidhah (Syi’ah)''', yaitu orang-orang yang melampaui batas dalam mengagungkan ahlul bait (keluarga Nabi). Mereka juga mengkafirkan orang-orang selain golongannya, baik itu dari kalangan para Shahabat maupun yang lainnya. Ada juga di antara mereka yang menuduh para Shahabat telah menjadi ''fasik'' sesudah wafatnya Nabi ''shallallahu ‘alaihi wa sallam''. Mereka ini pun terdiri dari banyak sekte. Di antara mereka ada yang sangat ekstrim hingga berani mempertuhankan ‘Ali bin Abi Thalib, dan ada pula di antara mereka yang lebih rendah kesesatannya dibandingkan mereka ini. Tokoh mereka di jaman ini adalah Khomeini beserta begundal-begundalnya. (Silakan baca Majalah Al Furqon Edisi 6 Tahun V/Muharram 1427 hal. 49-53, pent)
 
'''Kedua'''
 
'''Jahmiyah'''. Disebut demikian karena mereka adalah penganut paham Jahm bin Shofwan yang madzhabnya sesat. Madzhab mereka dalam masalah tauhid adalah menolak sifat-sifat Allah. Sedangkan madzhab mereka dalam masalah takdir adalah menganut paham Jabriyah. Paham Jabriyah menganggap bahwa manusia adalah makhluk yang terpaksa dan tidak memiliki pilihan dalam mengerjakan kebaikan dan keburukan. Adapun dalam masalah keimanan madzhab mereka adalah menganut paham Murji’ah yang menyatakan bahwa iman itu cukup dengan pengakuan hati tanpa harus diikuti dengan ucapan dan amalan. Sehingga konsekuensi dari pendapat mereka ialah pelaku dosa besar adalah seorang mukmin yang sempurna imannya. ''Wallahul musta’an.''
 
'''Ketiga'''
 
'''Khawarij'''. Mereka ini adalah orang-orang yang memberontak kepada khalifah ‘Ali bin Abi Thalib ''radhiyallahu ‘anhu'' karena alasan pemutusan hukum. Di antara ciri pemahaman mereka ialah membolehkan pemberontakan kepada penguasa muslim dan mengkafirkan pelaku dosa besar. Mereka ini juga terbagi menjadi bersekte-sekte lagi. (Tentang Pemberontakan, silakan baca Majalah Al Furqon Edisi 6 Tahun V/Muharram 1427 hal. 31-36, pent)
 
'''Keempat'''
 
'''Qadariyah'''. Mereka ini adalah orang-orang yang berpendapat menolak keberadaan takdir. Sehingga mereka meyakini bahwa hamba memiliki kehendak bebas dan kemampuan berbuat yang terlepas sama sekali dari kehendak dan kekuasaan Allah. Pelopor yang menampakkan pendapat ini adalah Ma’bad Al Juhani di akhir-akhir periode kehidupan para Shahabat. Di antara mereka ada yang ekstrim dan ada yang tidak. Namun yang tidak ekstrim ini menyatakan bahwa terjadinya perbuatan hamba bukan karena kehendak, kekuasaan dan ciptaan Allah, jadi inipun sama sesatnya.
 
'''Kelima'''
 
'''Murji’ah'''. Menurut mereka amal bukanlah bagian dari iman. Sehingga cukuplah iman itu dengan modal pengakuan hati saja. Konsekuensi pendapat mereka adalah pelaku dosa besar termasuk orang yang imannya sempurna. Meskipun dia melakukan kemaksiatan apapun dan meninggalkan ketaatan apapun. Madzhab mereka ini merupakan kebalikan dari madzhab Khawarij.
 
'''Keenam'''
 
'''Mu’tazilah'''. Mereka adalah para pengikut Washil bin ‘Atha’ yang beri’tizal (menyempal) dari majelis pengajian Hasan al-Bashri. Dia menyatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar itu di dunia dihukumi sebagai orang yang berada di antara dua posisi (manzilah baina manzilatain), tidak kafir tapi juga tidak beriman. Akan tetapi menurutnya di akhirat mereka akhirnya juga akan kekal di dalam Neraka. Tokoh lain yang mengikuti jejaknya adalah Amr bin ‘Ubaid. Madzhab mereka dalam masalah tauhid Asma’ wa Shifat adalah menolak (ta’thil) sebagaimana kelakuan kaum Jahmiyah. Dalam masalah takdir mereka ini menganut paham Qadariyah. Sedang dalam masalah pelaku dosa besar mereka menganggapnya tidak kafir tapi juga tidak beriman. Dengan dua prinsip terakhir ini pada hakikatnya mereka bertentangan dengan Jahmiyah. Karena Jahmiyah menganut paham Jabriyah dan menganggap dosa tidaklah membahayakan keimanan.
 
'''Ketujuh'''
 
'''Karramiyah'''. Mereka adalah pengikut Muhammad bin Karram yang cenderung kepada madzhab Tasybih (penyerupaan sifat Allah dengan makhluk) dan mengikuti pendapat Murji’ah, mereka ini juga terdiri dari banyak sekte.
 
'''Kedelapan'''
 
'''Kullabiyah'''. Mereka ini adalah pengikut Abdullah bin Sa’id bin Kullab al-Bashri. Mereka inilah yang mengeluarkan statemen tentang Tujuh Sifat Allah yang mereka tetapkan dengan akal. Kemudian kaum Asya’irah (yang mengaku mengikuti Imam Abul Hasan al-Asy’ari) pada masa ini pun mengikuti jejak langkah mereka yang sesat itu. Perlu kita ketahui bahwa Imam Abul Hasan al-Asy’ari pada awalnya menganut paham Mu’tazilah sampai usia sekitar 40 tahun. Kemudian sesudah itu beliau bertaubat darinya dan membongkar kebatilan madzhab Mu’tazilah. Di tengah perjalanannya kembali kepada manhaj Ahlus Sunnah beliau sempat memiliki keyakinan semacam ini yang tidak mau mengakui sifat-sifat Allah kecuali tujuh saja yaitu : hidup, mengetahui, berkuasa, berbicara, berkehendak, mendengar dan melihat. Kemudian akhirnya beliau bertaubat secara total dan berpegang teguh dengan madzhab Ahlus Sunnah, semoga Allah merahmati beliau. (lihat ''Syarh Lum’atul I’tiqad'', hal. 161-163)
 
'''Syaikh Abdur Razzaq al-Jaza’iri''' ''hafizhahullah'' mengatakan, “Dan firqah-firqah sesat tidak terbatas pada beberapa firqah yang sudah disebutkan ini saja. Karena ini adalah sebagiannya saja. Di antara firqah sesat lainnya adalah : '''Kaum Shufiyah''' dengan berbagai macam tarekatnya, Kaum Syi’ah dengan sekte-sektenya, '''Kaum Mulahidah (atheis)''' dengan berbagai macam kelompoknya. Dan juga kelompok-kelompok yang gemar bertahazzub (bergolong-golongan) pada masa kini dengan berbagai macam alirannya, seperti contohnya: '''Jama’ah Hijrah wa Takfir''' yang menganut aliran Khawarij; yang dampak negatif ulah mereka telah menyebar kemana-mana (yaitu dengan maraknya pengeboman dan pemberontakan kepada penguasa, red), '''Jama’ah Tabligh''' dari India yang menganut aliran Sufi, '''Jama’ah-jama’ah Jihad''' yang mereka ini termasuk pengusung paham Khawarij tulen, kelompok al-Jaz’arah, begitu juga (gerakan) '''al-Ikhwan al-Muslimun''' baik di tingkat internasional maupun di kawasan regional (bacalah buku Menyingkap Syubhat dan Kerancuan Ikhwanul Muslimin karya Ustadz Andy Abu Thalib Al Atsary hafizhahullah). Sebagian di antara mereka (Ikhwanul Muslimin) ada juga yang tumbuh berkembang menjadi beberapa '''Jama’ah Takfiri''' (yang mudah mengkafirkan orang). Dan kelompok-kelompok sesat selain mereka masih banyak lagi.” (lihat al-Is’ad fii Syarhi Lum’atul I’tiqad, hal. 91-92, bagi yang ingin menelaah lebih dalam tentang hakikat dan bahaya di balik jama’ah-jama’ah yang ada silakan membaca buku ‘Jama’ah-Jama’ah Islam’ karya Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali hafizhahullah
 
 
 
 
 
 
 
 
 
'''REFERENSI'''
 
Majmu’ Al Fatawa, 20: 211.
 
Hilyatul Auliya’, 9: 107.
 
Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1: 63.
 
==== Ismailiyah ====
Siyar A’laamin Nubala’, 10: 35.
{{utama|Ismailiyah}}
Mazhab Ismaili atau Mazhab Tujuh Imam berpendapat bahwa [[Ismail bin Ja'far]] adalah Imam pengganti ayahnya [[Jafar as-Sadiq]], bukan saudaranya [[Musa al-Kadzim]]. Dinisbatkan kepada [[Ismail bin Ja'far|Ismail]] bin [[Ja'far ash-Shadiq]] bin [[Muhammad al-Baqir|Muhammad]] bin [[Ali bin Husain|Ali]] bin [[Husain bin Ali|Husain]] bin [[Ali bin Abi Thalib]]. Garis Imam Ismailiyah sampai ke Imam-imam [[Aga Khan]], yang mengklaim sebagai keturunannya.
 
==== Zaidiyah ====
Hilyatul Auliya’, 9: 107.
{{utama|Zaidiyah}}
Mazhab Zaidi atau Mazhab Lima Imam berpendapat bahwa [[Zaid bin Ali]] merupakan pengganti yang berhak atas keimaman dari ayahnya [[Ali Zainal Abidin]], ketimbang saudara tirinya, [[Muhammad al-Baqir]]. Dinisbatkan kepada [[Zaid bin Ali|Zaid]] bin [[Ali bin Husain|Ali]] bin [[Husain bin Ali|Husain]] bin [[Ali bin Abi Thalib]]. Setelah kematian imam ke-4, [[Ali Zainal Abidin]], yang ditunjuk sebagai imam selanjutnya adalah anak sulung dia yang bernama [[Muhammad al-Baqir]], yang kemudian diteruskan oleh [[Ja'far ash-Shadiq]]. [[Zaid bin Ali]] menyatakan bahwa imam itu wajib melawan penguasa dengan pedang. Setelah [[Zaid bin Ali]] syahid pada masa [[Bani Umayyah]], ia digantikan anaknya [[Yahya bin Zaid]].
 
== Lain-lain ==
Siyar A’laamin Nubala’, 10: 35.
* Mazhab agama Islam yang paling banyak dianut di [[Asia Tenggara]] (termasuk [[Indonesia]]) adalah [[Mazhab Syafi'i]].<ref>{{Cite news|url=https://islamislami.com/2016/03/30/persebaran-4-mazhab-dalam-islam-di-dunia/|title=Persebaran 4 Mazhab Dalam Islam Di Dunia|date=2016-03-30|newspaper=www.islamislami.com-Inspirasi Islam|language=id-ID|access-date=2018-09-28}}</ref>
* Pengertian Mazhab dalam [[Islam]] tidak serupa dengan denominasi dalam [[Kristen]], melainkan satu tingkat dibawahnya.
* Istilah Mazhab secara umum dalam [[bahasa Indonesia]] juga digunakan untuk merujuk kepada suatu aliran tertentu dalam suatu disiplin [[ilmu]] atau [[filsafat]], misalnya [[Mazhab Frankfurt]] dengan tokoh-tokoh pemikirnya [[Theodor Adorno]], [[Max Horkheimer]], [[Walter Benjamin]], [[Herbert Marcuse]], [[Jürgen Habermas]], dll.
 
== Referensi ==
I’lamul Muwaqi’in, 2: 282.
{{reflist}}
 
== Pranala luar ==
HR. Abu Daud no. 4607 dan Tirmidzi no. 2676. Syaikh Al Albani menyatakan hadits ini shahih
* {{id}} [https://blogkisahislami.wordpress.com/2015/03/02/prof-dr-abu-zahrah-di-islam-ada-mazhab-fiqih-mazhab-aqidah-dan-mazhab-politik/ Prof. Dr. Abu Zahrah: Di Islam ada Mazhab Fiqih, Mazhab Aqidah dan Mazhab Politik]
* {{en}} [http://www.dar-us-salam.com/inside/R27-TheEvolutionofFiqh.pdf Garis besar perkembangan mazhab]
* {{en}} [http://www.kalamullah.com/Books/EvolutionOfFiqh.pdf Mengetahui sejarah perbedaan mazhab]
* {{en}} [http://play.google.com/store/apps/details?id=com.muslim.magazine.evofiqh App buku elektronik di play.google.com]
* {{en}} [http://www.scribd.com/doc/16756619/Bilal-Phillips-Evolution-of-Fiqh Unduhan buku elektronik di [[Scribd]]]
 
{{Pembagian mazhab}}
Muqaddimah Shifat Shalatin Nabi, Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah{{Muslim.or.id}}
 
[[Kategori:Mazhab| ]]
[[Kategori:Islam]]
[[Kategori:Kata dan frasa Arab]]
<references group="REFERENSI Majmu’ Al Fatawa, 20: 211. Hilyatul Auliya’, 9: 107. Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 1: 63. Siyar A’laamin Nubala’, 10: 35. Hilyatul Auliya’, 9: 107. Siyar A’laamin Nubala’, 10: 35. I’lamul Muwaqi’in, 2: 282. HR. Abu Daud no. 4607 dan Tirmidzi no. 2676. Syaikh Al Albani menyatakan hadits ini shahih Muqaddimah Shifat Shalatin Nabi, Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah Templat:Muslim.or.id" responsive="" />