Perceraian: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Maulana.AN (bicara | kontrib)
k Penambahan referensi dan perbaikan penulisan. Menghapus rujukan dari https://badilag.mahkamahagung.go.id/...ditjen-badilag/...ditjen-badilag/data-statistik-sa... karena tidak ditemukan webnya.
Baris 1:
{{Hubungan dekat}}
'''Perceraian''' adalah berakhirnya suatu [[pernikahan]]. Perceraian merupakan terputusnya hubungan antara suami istri, disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran masing-masing. Perceraian dipahami sebagai akhir dari ketidakstabilan [[perkawinan]] antara suami istri yang kemudian hidup terpisah dan diakui secara sah berdasarkan [[hukum]] yang berlaku.<ref> {{cite journal|title= Upaya Pencegahan Perceraian Berbasis Keluarga Luas dan Institusi Lokal dalam Masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat|authors= Fachrina, Rinaldi Eka Putra|journal= Antropologi Indonesia|volume= 34|number= 2|year= 2013|issn= 1693-167X|page= 102|url= http://journal.ui.ac.id/index.php/jai/article/view/3966}} </ref>
'''Perceraian''' adalah berakhirnya suatu [[pernikahan]]. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan [[kehidupan]] pernikahannya, mereka bisa meminta [[pemerintah]] untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaimana membagi [[harta]] mereka yang diperoleh selama pernikahan seperti [[rumah]], [[mobil]], [[perabotan]] atau [[kontrak]]), dan bagaimana mereka menerima [[biaya]] dan [[kewajiban]] merawat [[anak-anak]] mereka. Banyak [[negara]] yang memiliki [[hukum]] dan [[aturan]] tentang perceraian, dan pasangan itu dapat menyelesaikannya ke [[pengadilan]].
 
== Jenis perceraian ==
Baris 7:
 
== Penyebab perceraian ==
Terdapat beberapa faktor utama yang biasa menjadi penyebab perceraian, yakni faktor ketidakharmonisan, tidak ada tanggung jawab, faktor ekonomi, faktor moral. Selain beberapa faktor tersebut ada faktor-faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya perceraian seperti [[cemburu]], krisis, [[poligami]] tidak sehat, dipenjara, kawin paksa, penganiayaan (kekerasan dalam rumah tangga), dan cacat biologis, seringkali juga muncul sebagai penyebab perceraian.<ref> {{cite journal|title= Rendahnya Komitmen Dalam Perkawinan Sebagai Penyebab Perceraian|authors= Budhy Prianto, Nawang Warsi Wulandari, Agustin Rahmawati|journal= Komunitas|volume= 5|number= 2|year= 2013|issn= 2460-7320|page= 209|url= https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas/article/view/2739}} </ref>
Faktor penyebab perceraian antara lain adalah sebagai berikut:
* Ketidakharmonisan dalam rumah tangga
Alasan tersebut di atas adalah alasan yang paling kerap dikemukakan oleh pasangan suami – istri yang akan bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga memerlukan perincian yang lebih mendetail.
* Krisis moral dan akhlak
Selain ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun istri, misal mabuk, berzina, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.
* Perzinaan
Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah [[perzinaan]], yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri.
* Pernikahan tanpa cinta
Alasan lainnya yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta. Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.
* Adanya masalah-masalah dalam perkawinan
Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang seperti adanya perselingkuhan antara suami istri. Langkah pertama dalam menanggulangi sebuah masalah perkawinan adalah:
# Adanya keterbukaan antara suami–istri
# Berusaha untuk menghargai pasangan
# Jika dalam keluarga ada masalah, sebaiknya diselesaikan secara baik-baik
# Saling menyayangi antara pasangan
 
f.Dalam Antarahukum suamipositif danIndonesia, isteriperceraian terus-menerushanya terjadidapat perselisihandiperbolehkan danjika pertengkarandisebabkan danoleh tidaksebab-sebab adaseperti harapanyang akandisebutkan hidupdibawah rukun lagi dalam rumah tangga.ini:<ref>{{Cite news|url=http://kantorhukumjakarta.com/mengenal-pengacara-perceraian-indonesia/|title=Mengenal Pengacara Perceraian di Indonesia - Kantor Hukum Jakarta|date=2018-07-18|newspaper=Kantor Hukum Jakarta|language=id-ID|access-date=2018-07-19}}</ref> <br>
Seiring dengan kemajuan tekhnogi informatika, penyebab perceraian di Indonesia berkembang dengan pesat. Mungkin jika dijumlahkan secara keseluruhan terdapat lebih dari 40 penyebab perceraian. Akan tetapi jika dapat disederhanakan penyebab perceraian pada praktik di [https://badilag.mahkamahagung.go.id/...ditjen-badilag/...ditjen-badilag/data-statistik-sa... Peradilan Indonesia] menjadi:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;<br>
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;<br>
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;<br>
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;<br>
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteriistri;<br>
f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.<br>
 
== Dampak ==
a. zina dengan 1.896 perkara.
Dampak perceraian yang dilakukan oleh pasangan suami-istri, baik yang sudah mempunyai anak maupun yang belum sebagai berikut:<ref> {{cite paper|title= Dampak-Dampak Perceraian Terhadap Para Pihak Yang Melakukan Perceraian|author= Gunawan|date= 2014|accessdate= 20 November 2020|page= 6-7|url= http://unsa.ac.id/ejournal/index.php/rechstaat/article/viewFile/89/85}} </ref>
 
=== Dampak terhadap suami atau istri ===
b. mabuk dengan jumlah 4.264 perkara
Akibat perceraian adalah suami-istri hidup sendiri-sendiri, suami atau istri dapat bebas menikah lagi dengan orang lain. Perceraian membawa konsekuensi yuridis yang berhubungan dengan status suami, istri dan anak serta terhadap harta kekayaannya. Dengan adanya perceraian akan menghilangkan harapan untuk mempunyai keturunan yang dapat dipertanggungjawabkan perkembangan masa depannya. Perceraian mengakibatkan kesepian dalam hidup, karena kehilangan pasangan hidup, karena setiap orang tentunya mempunyai cita-cita supaya mendapatkan pasangan hidup yang abadi. Jika pasangan yang diharapkan itu hilang akan menimbulkan kegoncangan, seakan-akan hidup tidak bermanfaat lagi, karena tiada tempat untuk mencurahkan dan mengadu masalah-masalah untuk dipecahkan bersama. Jika kesepian ini tidak segera diatasi aakan menimbulkan tekanan batin, merasa rendah diri, dan merasa tidak mempunyai harga diri lagi.
 
=== Dampak terhadap anak ===
c. madat dengan jumlah 1.189 perkara.
Perceraian dipandang dari segi kepentingan anak yaitu [[keluarga]] bagi anak-anaknya merupakan tempat perlindungan yang aman, karena ada ibu dan bapak, mendapat kasih sayang, perhatian, pengharapan, dan Iain-Iain. Jika dalam suatu keluarga yang aman ini terjadi perceraian, anak-anak akan kehilangan tempat kehidupan yang aman, yang dapat berakibat menghambat pertumbuhan hidupnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibat lain telah adanya kegoncangan jiwa yang besar, yang langsung dirasakan oleh anak-anaknya meskipun anak-anak ini dijamin kehidupannya dengan pelayanan yang baik oleh kerabat-kerabat terpilih. Akan tetapi, kasih sayang ibunya sendiri dan bapaknya sendiri akan berbeda dan gantinya tidak akan memberikan kepuasan kepadanya.
 
d. judi dengan jumlah 2.179 perkara.
 
e. meninggalkan salah satu pihak dengan jumlah 70.958 perkara
 
f. dihukum penjara dengan jumlah 4.898 perkara.
 
g. poligami dengan jumlah 1.697 perkara.
 
h. kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan jumlah 8.453 perkara.
 
i. cacat badan sebanyak 432 perkara
 
j. perselisihan dan pertengkaran terus menerus dengan jumlah 152.575 perkara.
 
k. kawin paksa sebanyak 1.976 perkara.
 
l. murtad sebanyak 600 perkara.
 
m. ekonomi sebanyak 105.266 perkara.
 
n. lain lain sebanyak 7.799 perkara.
 
Dalam hukum positif Indonesia, perceraian hanya dapat diperbolehkan jika disebabkan oleh sebab-sebab seperti yang disebutkan dibawah ini:
 
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
 
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
 
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
 
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
 
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
 
f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.<ref>{{Cite news|url=http://kantorhukumjakarta.com/mengenal-pengacara-perceraian-indonesia/|title=Mengenal Pengacara Perceraian di Indonesia - Kantor Hukum Jakarta|date=2018-07-18|newspaper=Kantor Hukum Jakarta|language=id-ID|access-date=2018-07-19}}</ref>
 
== Dampak ==
Perceraian sering menimbulkan [[tekanan]] [[batin]] bagi tiap pasangan tersebut. Anak-anak yang terlahir dari pernikahan mereka juga bisa merasakan [[sedih]] bila [[orangtua]] mereka [[bercerai]]. Namun, banyak sumber daya yang bisa membantu orang yang bercerai, seperti [[keluarga|keluarga besar]], [[teman-teman]], [[terapi]], [[konsultan]], [[buku]], dan [[DVD]].
 
=== Dampak terhadap harta kekayaan ===
Dampak yang ditimbulkan dari suatu perceraian tidak hanya menyangkut hubungan mantan pasangan suami istri, akan tetapi juga melibatkan anak-anak, keluarga, tetangga di lingkungan tempat tinggal serta kerabat dan sahabat pasangan tersebut.
Apabila terjadi perceraian maka perikatan menjadi putus, dan kemudian dapat diadakan pembagian kekayaan perikatan tersebut. Jika ada perjanjian perkawinan pembagian ini harus dilakukan menurut perjanjian tersebut. Dalam suatu perceraian dapat berakibat terhadap harta kekayaan yaitu harta bawaan dan harta perolehan serta harta bersama. Untuk harta bawaan dan harta perolehan tidak menimbulkan masalah, karena harta tersebut tetap dikuasai dan adalah hak masing-masing pihak. Apabila terjadi penyatuan harta karena perjanjian, penyelesaiannya juga disesuaikan dengan ketentuan perjanjian dan kepatutan.
 
== Perceraian menurut agama ==