Djong (kapal): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tambah informasi dan referensi
Referensi
Baris 30:
Duarte Barbosa melaporkan bahwa kapal-kapal dari Jawa, yang memiliki empat tiang, sangat berbeda dari kapal Portugis. Terbuat dari kayu yang sangat tebal, dan ketika kapal menjadi tua, mereka memperbaikinya dengan papan baru dan dengan cara ini mereka memiliki tiga hingga empat papan penutup, ditumpuk berlapis. Tali dan layar dibuat dari anyaman [[rotan]].<ref name=":9" />{{rp|191-192}} Kapal jung Jawa dibuat menggunakan kayu [[jati]] sedangkan pada saat awal abad ke-16, jung Cina masih menggunakan kayu lunak sebagai bahan utamanya.<ref name=":0">Pires, Tome (1944). ''The Suma oriental of Tomé Pires : an account of the East, from the Red Sea to Japan, written in Malacca and India in 1512-1515 ; and, the book of Francisco Rodrigues, rutter of a voyage in the Red Sea, nautical rules, almanack and maps, written and drawn in the East before 1515.'' London: The Hakluyt Society. ISBN 9784000085052.</ref>{{rp|145}} Lambung kapal Jawa dibentuk dengan menggabungkan papan ke lunas dan kemudian ke satu sama lain dengan semat kayu, tanpa menggunakan rangka (kecuali untuk penguat berikutnya), maupun baut atau paku besi. Papannya dilubangi oleh bor tangan dan dimasukkan dengan pasak, yang tetap di dalam papan-papan itu, tidak terlihat dari luar.<ref name=":6">{{Cite journal|last=Manguin|first=Pierre-Yves|date=September 1980|year=|title=The Southeast Asian Ship: An Historical Approach|url=https://www.jstor.org/stable/20070359?read-now=1&seq=3#page_scan_tab_contents|journal=Journal of Southeast Asian Studies|volume=11|issue=|pages=266-276|doi=|via=JSTOR}}</ref>{{rp|268}} Pada beberapa bagian kapal yang lebih kecil dapat diikat bersama dengan serat tumbuhan.<ref name=":8" />{{rp|13}} Kapal itu juga sama-sama lancip pada kedua ujungnya, dan membawa dua kemudi yang mirip dayung dan layar ''lateen'' (sebenarnya [[layar tanja]]),<ref group="catatan">Layar ''lateen'' ini bisa jadi merujuk kepada layar tanja atau layar jung. Layar tanja, pada laporan awal bangsa Eropa, disebut layar ''lateen'' atau layar segi empat. Jika dilihat dari kejauhan, layar tanja dapat terlihat seperti berbentuk segi tiga.</ref> tetapi ia juga dapat menggunakan layar jung,<ref name=":111">{{Cite journal|last=Mills|first=J. V.|date=1930|title=Eredia's Description of Malaca, Meridional India, and Cathay|url=https://archive.org/details/in.ernet.dli.2015.281670/page/n1/mode/2up|journal=Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society|volume=8|pages=|via=}}</ref>{{rp|37}} jenis layar yang berasal dari Indonesia.<ref name="Johnstone 1980" />{{rp|191-192}} Ini sangat berbeda dari kapal Cina, yang lambungnya diikat oleh tali dan paku besi ke rangka dan ke sekat yang membagi ruang kargo. Kapal Cina memiliki kemudi tunggal di buritan, dan (kecuali di Fujian dan Guangdong) mereka memiliki bagian bawah yang rata tanpa lunas.<ref name=":13" />{{rp|58}}
[[Berkas:Cet-bang_Majapahit.jpg|pra=https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Cet-bang_Majapahit.jpg|jmpl|300x300px|Meriam Cetbang Majapahit, dari [[Metropolitan Museum of Art]], yang diperkirakan berasal dari abad ke-14.<ref>{{Cite web|url=http://metmuseum.org/art/collection/search/37742|title=Cannon {{!}} Indonesia (Java) {{!}} Majapahit period (1296–1520) {{!}} The Met|website=The Metropolitan Museum of Art, i.e. The Met Museum|access-date=6 August 2017}}</ref> Perhatikan adanya lambang [[Surya Majapahit]].]]
Penggambaran historis juga menunjukan adanya ''[[Tiang cucur|bowsprit]]'' (tiang cucur) dan [[Layar cucur|layar ''bowsprit'']], dan juga adanya ''stempost'' (linggi haluan) dan ''sternpost'' (linggi buritan).<ref name=":4">Tarling, Nicholas (1999). ''The Cambridge History of Southeast Asia''. Cambridge: Cambridge University Press.</ref>{{rp|31}} Memanjang dari bagian depan sampai belakang terdapat struktur seperti rumah, dimana orang-orang terlindung dari panasnya matahari, hujan dan embun. Di buritan terdapat sebuah kabin untuk nakhoda kapal.<ref name=":202" />{{rp|131-132}}<ref name=":4" />{{rp|31}} Kabin ini berbentuk bujur sangkar dan menonjol ("menggantung") di atas buritan bawahnya yang tajam (linggi belakang).<ref name=":21">{{Cite book|last=Witsen|first=Nicolaas|date=|year=1690|url=https://www.dbnl.org/tekst/wits008arch01_01/wits008arch01_01_0023.php|title=Architectura Navalis Et Regimen Nauticum Ofte Aaloude En Hedendaagsche Scheeps Bouw En Bestier|location=Amsterdam|publisher=Pieter and Joan Blaeu|isbn=|pages=242-243|url-status=live}}</ref> Haluannya juga memiliki ''platform'' persegi yang menonjol di atas linggi depan, untuk tiang cucur dan perisai meriam yang menghadap ke depan (disebut ''[[Apilan dan kota mara|apilan]]'' atau ''ampilan'' pada bahasa Melayu).<ref name=":21" /><ref name="Apilan">{{Cite book|title=A Descriptive Dictionary of the Indian Islands and Adjacent Countries|last=Crawfurd|first=John|publisher=Bradbury and Evans|year=1856|isbn=|location=|pages=}}</ref>{{rp|354}}<ref>{{Cite book|title=Historia gráfica de la navegación y de las construcciones navales en todos los tiempos y en todos los países|last=Monleón|first=Rafael|publisher=|year=1890|isbn=|location=|pages=|url-status=live}}</ref> Sebuah jong dapat membawa hingga 100 ''berço'' (artileri yang diisi dari belakang - kemungkinan merujuk pada meriam cetbang lokal).<ref>''Historia das ilhas de Maluco'', in A. B. de Sa, ''Documentacao para a Historia das missoes do Padroado portugues do Oriente - Insulindia'', Lisboa, 1954-58, vol. III, p. 322.</ref><ref name=":72">{{Cite journal|last=Manguin|first=Pierre-Yves|date=1976|title=L'Artillerie legere nousantarienne: A propos de six canons conserves dans des collections portugaises|url=https://halshs.archives-ouvertes.fr/halshs-02509117/file/arasi_0004-3958_1976_num_32_1_1103.pdf|journal=Arts Asiatiques|volume=32|pages=233–268|doi=10.3406/arasi.1976.1103|via=}}</ref>{{rp|234-235}} Menurut bapa Nicolau Pereira, jong mempunyai 3 kemudi, satu di setiap sisi dan satu di tengah. Laporan Pereira tidak biasa, karena laporan lain hanya menyebutkan 2 kemudi samping. Ini mungkin mengacu pada jong hibrida, dengan kemudi tengah seperti yang ada di kapal Cina (kemudi tengah menggantung) atau kemudi tengah Barat (kemudi ''pintle'' dan ''gudgeon'').<ref name=":6" />{{rp|268, 272-273}}<ref name=":Liebner">Liebner, Horst H. (2016). ''Beberapa Catatan Akan Sejarah Pembuatan Perahu Dan Pelayaran Nusantara''. Jakarta: Indonesian Ministry of Education and Culture.</ref>{{rp|18}} Sebuah jong memiliki rasio lebar terhadap panjang sebesar 1: 3 sampai 1: 4,<ref name=":12" />{{rp|292}} yang membuatnya masuk ke kategori "kapal bundar" (''round ship'').<ref name=":20" />{{rp|148 dan 169}}<ref>{{Cite book|title=Prasasti Indonesia: Selected Inscriptions from the 7th to the 9th Century A.D|last=Casparis|first=Johannes G. de|publisher=Masa Baru|year=1956|isbn=|location=Bandung|pages=|url-status=live}}</ref>
 
{{multiple image|align=right| direction = vertical|total_width=200|image1=Codice Casanatense Javanese.jpg|image2=Codice Casanatense Peguans.jpg|image3=Malays from the Malacca Sultanate Codice Casanatense.jpg|footer=Orang-orang yang biasa membuat jong. Dari atas ke bawah: orang Jawa, orang Jawa di Pegu, dan orang Melayu. Digambarkan dalam [[Códice Casanatense|Codex Casanatense]] dari tahun 1540 M.}}
Barbosa juga melaporkan berbagai barang yang dibawa oleh kapal-kapal ini, yang meliputi beras, daging sapi, domba, babi, dan rusa, baik dikeringkan dan maupun diasinkan, juga banyak ayam, bawang putih, dan bawang. Senjata yang diperdagangkan termasuk tombak, belati, dan pedang, semuanya dengan logam berornamen dan baja yang sangat bagus. Juga dibawa dengan mereka kemukus dan pewarna kuning yang disebut ''cazumba'' (kasumba) dan emas yang diproduksi di Jawa. Barbosa menyebutkan tempat dan rute yang dikunjungi kapal-kapal ini, yang meliputi Malaka, Cina, Kepulauan Maluku, Sumatra, Tenasserim, Pegu, Bengal, Palicat, Koromandel, Malabar, Cambay, dan Aden. Para penumpang membawa istri dan anak-anak mereka, bahkan sampai-sampai beberapa dari mereka tidak pernah meninggalkan kapal untuk pergi ke pantai, juga tidak memiliki tempat tinggal lain, karena mereka dilahirkan dan mati di kapal.<ref name=":9">Barbosa, Duarte (1866). ''A Description of the Coast of East Africa and Malabar in the Beginning of the Sixteenth Century''. The Hakluyt Society.</ref>{{rp|191-192}} Dari catatan historis, diketahui bahwa kapal yang terbuat dari kayu jati dapat bertahan hingga 200 tahun.<ref name=":1">Kurniawan, Rendra F. ''Jung Jawa: Kumpulan Cerpen.'' Babel Publishing. ISBN 978-979-25-3953-0</ref>{{rp|147}}
 
Ukuran dan konstruksi jung Jawa membutuhkan keahlian dan material yang belum tentu terdapat di banyak tempat, oleh karena itu jung Jawa raksasa hanya di produksi di 2 tempat di sekitar Jawa. Tempat itu adalah di pantai utara Jawa, di sekitar Cirebon dan Rembang-Demak (di selat Muria yang memisahkan gunung Muria dengan pulau Jawa), dan juga di pesisir Selatan Kalimantan, terutama di Banjarmasin dan pulau-pulau sekitarnya.<ref name=":4" />{{rp|33}} Tempat ini sama-sama memiliki hutan jati, tetapi galangan kapal di [[Kalimantan]] tetap mendatangkan kayu jati dari Jawa, sedangkan Kalimantan sendiri menjadi pemasok [[Ulin|kayu ulin]].<ref name=":4202">Tarling, Nicholas (1999). ''The Cambridge History of Southeast Asia''. Cambridge: Cambridge University Press.</ref>{{rp|33132}} [[Pegu]] (sekarang Bago), yang merupakan pelabuhan besar pada abad ke-16, juga memproduksi jong, oleh orang Jawa yang menetap disana.<ref name=":0" />
 
== Sejarah ==
Baris 100:
Pada 1574, [[ratu Kalinyamat]] dari [[Kesultanan Kalinyamat|Jepara]] menyerang [[Melaka Portugis]] dengan 300 kapal, yang meliputi 80 jong dengan tonase 400 ton dan 220 kelulus di bawah komando Ki Demat, tetapi dengan sedikit artileri dan senjata api. Saat perbekalan menipis dan udara menjadi tercemar oleh penyakit,<ref>Marsden, William (2012). ''The History of Sumatra: Containing an Account of the Government, Laws, Customs, and Manners of the Native Inhabitants.'' Cambridge University Press. p. 431.</ref> Tristão Vaz da Veiga memutuskan untuk mempersenjatai armada kecil sebuah [[galai]] dan empat galai kecil dan sekitar 100 tentara dan menuju ke Sungai Malaios, di tengah malam. Sesampai di sana, armada Portugis memasuki sungai tanpa terdeteksi oleh kru Jawa, dan menggunakan bom api yang dilemparkan dengan tangan membakar sekitar 30 jung dan perahu lainnya, menyerang armada Jawa secara mengejutkan, dan menangkap banyak persediaan ditengah-tengah orang Jawa yang sedang panik. Setelah pengepungan 3 bulan, pasukan Jawa mundur.<ref>{{Cite book|title=Portuguese Sea Battles, Volume III - From Brazil to Japan, 1539-1579|last=Monteiro|first=Saturnino|publisher=|year=2011|isbn=|location=|pages=}}</ref>{{rp|395-397}}
 
François Pyrard dari Raval (hidup sekitar tahun 1578-1623) menyebutkan tentang sebuah bangkai kapal jung Sunda di Guradu, atoll Malé selatan, [[Maladewa]]. Kapal itu membawa semua jenis rempah-rempah dan barang dagangan lainnya dari Cina dan Sunda. Di kapal ada sekitar 500 pria, wanita, dan anak-anak, dan hanya 100 yang selamat saat ia tenggelam. Raja Maladewa menegaskan bahwa itu adalah kapal terkaya yang dapat dibayangkan. Pyrard berpikir bahwa itu adalah kapal terbesar yang pernah dilihatnya, dengan tiang yang lebih tinggi dan lebih tebal daripada [[kerakah]] Portugis, dan dek paling atas yang jauh lebih besar daripada dek kerakah Portugis. Orang tua dari ratu Sunda adalah pemilik jung itu, keduanya meninggal saat kapal itu tenggelam. Sang ratu, yang waktu itu masih seorang anak kecil selama tenggelam, selamat dari kejadian itu.<ref>{{Cite book|last=Pyrard|first=François|year=1887|url=https://archive.org/details/voyagefranoispy03pyragoog|title=The voyage of François Pyrard of Laval to the East Indies, the Maldives, the Moluccas and Brazil|location=London|publisher=Hakluyt Society|isbn=|pages=258}}</ref>
 
Orang Belanda pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 mendapati bahwa jong-jong Jawa yang berlayar di Asia tenggara berukuran lebih kecil dari abad-abad sebelumnya.<ref name=":17" />{{rp|199}} Willem LodewykszLodewycksz mencatat bahwa jung Banten berkapasitas tidak lebih dari 20 ''last'' (40 ton).<ref name=":202" />{{rp|133}} Laporan Willem LodewykszLodewycksz atas salah satu perahu jong yang ia lihat di Banten tahun 1596 berbunyi:<blockquote>(Di buritan duduk) dua orang yang mengemudi: Karena (perahu itu) ada dua kemudi, satu buah pada setiap sisi, yang diikat kepada bagian buritannya dengan tali (…). (Jong-jong ini) ialah kendaraan laut mereka (orang setempat) yang digunakan untuk mengarungi lautan lepas ke Maluku, Banda, Borneo, SumateraSumatra dan Malaka. Pada haluannya terdapat sebatang cucur, dan berdekatan (dengan cucur itu) pada beberapa (dari perahu-perahu itu) terdapat tiang depan, (dan ada pula) tiang utama dan tiang buritan, dan dari haluan sampai buritan sebuah atapbangunan atas serupa rumah, di mana mereka duduk terlindung dari panasnya matahari, hujan dan embun. Di buritan terdapat sebuah bilik yang hanya untuk nakhoda perahu itu (… lambung) di dalamnya dibagi-bagi dalam ruang-ruang kecil di mana mereka menyimpan muatan.<ref name=":202" />{{rp|131}}</blockquote>
 
== Perbedaan dengan jung Cina ==
Baris 108:
Kapal jung Jawa berbeda dengan jung Cina dari kemudinya. Jung Cina memiliki 1 buah kemudi di tengah sedangkan jung Jawa memiliki 2 di bagian samping. Jung Jawa dapat dipasang dengan layar jung (ada tulang/sekat bambunya) atau layar tanja (layar segi empat yang miring, mirip layar kapal Borobudur). Haluan dan buritan jung Jawa berbentuk meruncing atau lancip, sedangkan jung Cina tumpul atau datar. Bagian bawah jung Cina berbentuk U tanpa lunas (''keel''), sehingga kurang cocok mengarungi samudera, sedangkan jung Jawa memiliki lunas dan berbentuk mirip V, yang lebih stabil untuk mengarungi samudra. Kapal jung Cina disambungkan dengan paku atau sambungan logam lainnya, sedangkan jung Jawa tidak memakai sambungan logam seperti paku.
 
Akan tetapi, setelah [[Serbuan Yuan-Mongol ke Jawa|invasi Mongol ke Jawa]] (tahun 1293), teknik perkapalan Cina masuk dan diserap pembuat kapal Jawa.<ref>{{Cite book|last=Reid|first=Anthony|date=2001|url=https://books.google.co.id/books?id=YFIGVqZ9ZKsC&dq=javanese+junk&source=gbs_navlinks_s|title=Sojourners and Settlers: Histories of Southeast Asia and the Chinese|location=|publisher=University of Hawaii Press|isbn=9780824824464|pages=|url-status=live}}</ref>{{rp|18}} MunculahMuncullah jenis jung baru, yang disebut jong hibrida Cina-Asia tenggara, mereka mencampurkan teknik Cina dalam pembuatannya, yaitu menggunakan paku besi selain menggunakan pasak kayu dan juga pembuatan sekat kedap air (''watertight bulkhead''), dan penambahan kemudi sentral.<ref name=":6" />{{rp|268, 272-273}}<ref name=":3" />{{rp|270}}
 
Kapal harta Cina dikatakan memiliki panjang 137 meter dan lebar 55 m. Akan tetapi, ukuran ini bersumber dari sebuah novel fantasi, menjadikannya tidak cocok sebagai sumber sejarah. Penelitian modern menunjukkan kapal Cheng Ho hanya sebesar 61–76 m (200–250 kaki) panjangnya.<ref>{{Cite book|title=Zheng He: An Investigation into the Plausibility of 450-ft Treasure Ships|last=Church|first=Sally K.|date=2005|publisher=Monumenta Serica Institute|isbn=|location=|pages=|url-status=live}}</ref>{{rp|1-2}}<ref name="Xin Yuanou 2002, p.8">Xin Yuanou: ''Guanyu Zheng He baochuan chidu de jishu fenxi (A Technical Analysis of the Size of Zheng He's Ships).'' Shanghai 2002, p.8</ref> Menurut Irawan Djoko Nugroho, jung Jawa besarnya 4-5 kali kapal Flor de La Mar, kapal terbesar Portugis tahun 1513. Jika replika kapal Flor de La Mar berukuran tepat, yaitu 36 m panjangnya, jung memiliki panjang 144–180 m dan tonase 1600-2000 ton. Tetapi jika menurut perkiraan Irawan Djoko Nugroho sendiri, Flor de La Mar memiliki panjang 78,3 m, dan itu berarti ukuran jung Jawa adalah 313,2–391,5 m.<ref name=":12" />{{rp|307}} Manguin berpendapat bahwa tonase jung Jawa setidaknya adalah 1000 ton.<ref name=":2" />{{rp|266}}