Suku Ambon: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sapnor (bicara | kontrib)
k Penambahan isi.
Sapnor (bicara | kontrib)
Penambahan isi.
Baris 53:
 
Setelah [[Vereenigde Oostindische Compagnie|Perusahaan Hindia Timur]] menaklukkan seluruh [[Kepulauan Ambon]], gereja-gereja dan sekolah-sekolah yang dibangun di kawasan tersebut menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantarnya dan aksara Latin sebagai aksara menulisnya.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=88–89}} Keputusan menggunakan bahasa Melayu ini telah melalui langkah panjang pemilihan bahasa pengantar yang akan digunakan sebelumnya yang memberikan tiga pilihan: [[bahasa Belanda]], bahasa Melayu, atau bahasa tanah. Setelah Belanda gagal menerapkan bahasa Belanda, bahasa Melayu dipilih karena bahasa tanah terlalu sulit dipelajari, bahasa Melayu dapat digunakan di mana-mana, dan keadaan pada masa itu ketika suku Ambon menganggap rendah bahasa tanahnya bila dibandingkan dengan bahasa Melayu.{{Sfn|End|2007|p=71}} Alkitab terjemahan ke dalam bahasa Melayu tinggi oleh [[Melchior Leijdecker]] pun mulai diterbitkan pada 1773, disusul oleh terjemahan [[François Valentijn]] ke dalam bahasa Melayu yang digunakan di Ambon sehari-hari yang tidak pernah diterbitkan.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=89}} Alkitab terjemahan Leijdecker dan keterpencilan [[Maluku Tengah]] inilah yang mendorong pembakuan bahasa Melayu setempat, yakni bahasa Ambon untuk pertama kalinya.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=90}} Pada masa selanjutnya hingga kemerdekaan, bahasa Ambon ditulis oleh [[Alfabet Latin|aksara Latin]] dan [[abjad Arab]]. Aksara Latin digunakan oleh negeri-negeri Kristen, sedangkan abjad Arab digunakan oleh negeri-negeri Islam.{{Sfn|Leirissa|Ohorella|Latuconsina|1999|p=85}} Bahasa tanah sebagai bahasa ibu pun perlahan-lahan digantikan kedudukannya oleh bahasa Ambon.{{Sfn|End|2007|p=71}}
 
== Agama ==
{{Lihat pula|Demografi Maluku#Agama}}
Suku Ambon sangat agamawi.{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=32}} Pemeluk [[Kekristenan di Indonesia|Nasrani]] dan [[Islam di Indonesia|Islam]] di antara suku Ambon berimbang jumlahnya. Islam dibawa oleh para pedagang [[Bangsa Arab|Arab]] dan [[Suku Jawa|Jawa]], sementara Nasrani datang dalam dua gelombang. Gelombang pertama Nasrani adalah [[Gereja Katolik Roma|Katolik Roma]] yang dibawa oleh [[bangsa Portugis]], dilanjutkan oleh [[Protestanisme|Protestan]] yang dibawa oleh [[Bangsa Belanda|Belanda]] sejak [[Sejarah Nusantara (1602–1800)|zaman VOC]]. Perbedaan kentara di antara kedua pemeluk agama tersebut berada pada mata pencaharian. Suku Ambon beragama Islam umumnya bekerja dalam bidang perdagangan dan ekonomi, sementara yang beragama Nasrani lebih banyak memilih pekerjaan-pekerjaan seperti pegawai negeri, [[guru]], dan tentara. Walaupun kedua agama tersebut merupakan agama utama suku Ambon, suku Ambon sendiri masih menjalankan beberapa peninggalan kepercayaan asli mereka yang mereka anut sebelum datangnya kedua agama tersebut ke Maluku.{{Sfn|Hidayah|2015|p=21}} Persaingan dan pergesekan di antara kaum Nasrani dan Islam sempat [[Konflik sektarian Maluku|memuncak pada akhir abad XIX]].
 
=== Prakedatangan Islam dan Nasrani ===
[[Berkas:Nae Baileu Soya 2018.jpg|jmpl|''Nae baileu'' di [[Soya, Sirimau, Ambon|Soya]], [[Sirimau, Ambon|Sirimau]], [[Kota Ambon|Ambon]] pada 2018.]]
Suku Ambon sebelum kedatangan Islam dan Nasrani [[Animisme|memuja roh]], percaya pada makhluk-makhluk halus, roh-roh leluhur, dan kekuatan-kekuatan gaib. Dalam pemujaan roh suku Ambon, dikenal gagasan ''upu ama'' (makhluk halus baik) dan makhluk halus jahat. Roh leluhur bersifat melindungi bila orang-orang tersebut melaksanakan adat, tetapi menghukum bila mereka tidak melaksanakannya. Sementara itu, kekuatan gaib dipercayai ada pada benda-benda pusaka, hewan, atau tumbuhan tertentu sehingga mereka harus diperlakukan baik agar membawa kebaikan dan kekuatan, seperti kain merah yang dianggap sebagai penangkal penyakit dan bahaya.{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=32}} Bukti arkeologi pun menunjukkan gua-gua beserta [[Lukisan gua|lukisannya]] yang tersebar di seluruh penjuru [[Maluku]], khususnya [[Pulau Seram|Seram]], yang melukiskan [[tangan]], [[manusia]], [[hewan]], dan [[perahu]]; dipercayai bersangkutan dengan [[kematian]].{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=31}} Hingga kini gua-gua tersebut masih dianggap keramat oleh [[Orang Maluku|orang-orang Maluku]], sehingga tidak boleh dimasuki sebelum diadakan [[upacara]].{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=31–32}} Kepercayaan seperti inilah yang melahirkan upacara-upacara adat yang masih dilaksanakan hingga kini.{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=32}}
 
Salah satu peninggalan pemujaan roh yang paling dekat dengan suku Ambon hingga sekarang adalah ''nae baileu'' ([[Bersih Desa|cuci negeri]]).{{Sfn|Hidayah|2015|p=21}} Pada upacara adat tersebut, negeri harus dibersihkan, termasuk baileo, rumah, dan pekarangan yang dilanjutkan dengan makan dan minum bersama. Dipercayai bahwa penyakit akan datang dan panen tidak akan berhasil bila upacara ini tidak dilaksanakan. Mereka pun mempercayai bahwa upacara tersebut dapat menjadi perantara masyarakat negeri dengan [[Leluhur|nenek moyang]] dan [[Tuhan]].{{Sfn|Melalatoa|1995a|p=32}}
 
== Lihat pula ==