Jajanan jalanan di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gunkarta (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Gunkarta (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 54:
Kini mudah sekali menemukan sekian banyak warung tenda dan gerobak makanan memenuhi dan menduduki kaki lima atau trotoar di kota-kota besar di Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan berjalan kaki di jalanan, terutama di Jakarta, tidak menyenangkan dan berbahaya. Karena pejalan kaki terpaksa berjalan di atas bahu jalan dan rawan kecelakaan terserempet kendaraan, akibat trotoar diduduki pedagang kaki lima.
 
Secara sejarah, pulau Jawa sudah sejak lama berpenduduk padat; rumah makan dan bisnis makanan jalanan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakatnya. Akan tetapi, adalah urbanisasi besar-besaran yang dimulai pada dasawarsa 1960-an lah yang membentuk budaya jajanan jalanan di kota-kota Indonesia. Seiring dengan semakin banyaknya penduduk dari pedesaan berpindah ke kota, lapangan pekerjaan baru dibutuhkan. Kebanyakan dari pekerja yang berasal dari kampung dan pedesaan adalah tenaga kerja berkeahlian rendah dan berpendidikan rendah pula. Kebanyakan dari mereka terserap ke dalam sektor dunia kerja informal, termasuk kegiatan usaha makanan jajanan jalanan. Sebagian di antara mereka mencoba peruntungan dengan berjualan hidangan lezat khas kampung halaman mereka, dengan membuka warung, kedai, atau gerobak makanan keliling. Karena itulah di kebanyakan kota-kota besar di Indonesia dapat dijumpai beraneka macam makanan daerah yang berasal dari seluruh penjuru Nusantara. Dari gado-gado Jakarta, asinan Bogor, bakso Malang, sate Madura, sate Padang, pempek Palembang, hingga siomay Bandung.<ref name ="MarieFrance-Asia"/>
 
Demikian maraknya penguasaan trotoar oleh pedagang kaki lima telah menimbulkan masalah sosial. Untuk mencegah kemacetan jalan, pemerintah kota berusaha untuk membebaskan trotoar dan pinggir jalan dari pedagang kaki lima, melalui serangkaian tindakan penertiban. Akan tetapi hal ini kerap menimbulkan perlawanan dari pihak pedagang, sehingga sejumlah keributan dan perselisihan pecah di antara otoritas kota dan pedagang kaki lima (PKL).<ref>{{cite news | title = Penertiban PKL di Jakarta | newspaper = Kompas | language = Indonesian | url = http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/2610/1/penertiban.pkl.di.jakarta}}</ref>