Undang-Undang Sultan Adam: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib) |
Alamnirvana (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
'''Undang-Undang Sultan Adam 1835''' adalah Undang-undang yang dikeluarkan oleh Sultan [[Adam Al
==Latar Belakang dan Beberapa Versi==
Naskah asli yang ditulis dengan tulisan tangan dengan huruf Arab-Melayu menurut penelitian Eissenberger yang pernah menjabat sebagai ''Controleur van Banjarmasin en Marabahan'' pada tahun [[1936]], tidak pernah ditemukan lagi. Eisenberger pernah menemukan sebuah naskah tulisan tangan di [[Martapura]] yang diperkirakan ditulis tahun [[1880]] tetapi itu pun kemudian tidak dapat ditemukan lagi. Pada tahun [[1885]] Eisenberger menemukan naskah yang disimpan dalam [[arsip]] Kantor [[Residen]] [[Banjarmasin]] yang ditulis oleh Tumenggung Soeri Ronggo tahun [[1885]]. Publikasi pertama dari naskah Undang-undang Sultan Adam ini dilakukan oleh A.M. Joekes yang pernah menjabat sebagai [[Gubernur Borneo]] ([[1891]]-[[1894]]) di dalam Majalah ''Indische Gids'' tahun [[1891]]. Naskah itu ditulis dengan [[huruf Latin]] bahasa Melayu Banjar disertai dengan terjemahannya dalam [[bahasa Belanda]]. Naskah ini kemudian diolah kembali oleh [[Komisi]] untuk [[Hukum Adat]] ''Koninklijke Instituut Voor de Taal, Land en Volkenkunde van Nederlands Indie'' di [[Negeri Belanda]] yang kemudian dipublikasikan di dalam ''Adatrecht Bundels'', jilid XIII tahun [[1917]].
Baris 63:
===Hukum Perkawinan===
Para pejabat yang berwenang untuk masalah yang menyangkut perkawinan agama, yaitu :
[[Mufti]] :
===Hukum Acara/Peradilan===
Pasal-pasal pada bagian ini menjelaskan tentang larangan bagi seorang [[Mufti]] untuk memberi [[fatwa]] kepada seseorang yang sedang berperkara, begitu pula sebaliknya larangan bagi orang tersebut untuk meminta fatwa dari Mufti. Pasal ini menjamin kebebasan [[peradilan]], dimana hakim tertinggipun tidak diperkenankan turut campur tangan dalam penyelesaian suatu perkara.
Juga larangan bagi [[pejabat]] [[pemerintah]], seperti : [[Raja]], [[Mantri]], [[Pambakal]] ataupun [[Panakawan]] untuk mencampuri urusan orang yang berperkara. Suatu kewajiban hakim apabila telah selesai melakukan pemeriksaan perkara dan bersoal jawab dengan saksi-saksi, diperintahkan untuk mufakat terlebih dahulu dengan [[Khalifah]] dan Lurah (kepala [[Banua]])) sebelum putusan dijatuhkan. Segala putusan yang dijatuhkan harus diserahkan pada Mangkubumi untuk memperoleh cap kerajaan.
* Pasal 11 ''Lamoen soedah djadi papoetoesan itoe, bawa kajah ading-ading dahoeloe mantjatjak tjap didalam papoetoesan itoe”.
* Pasal 12 ''Siapa-siapa yang kalah bahoekoem maka anggan ia daripada kalahnya itoe, serahkan kajah ading papoetoesannya itoe jang mengoeroeskannya''.
Baris 73:
===Hukum Tanah===
Pasal-pasal dalam bagian ini adalah : setiap transaksi tanah diharuskan untuk didaftar atau setidak-tidaknya diketahui oleh hakim dan ada suatu tanda pendaftaran tertulis yang dibuat oleh [[hakim]]. Setiap orang menjual [[sawah]] [[kebun]] sudah lebih dari [[20]] [[tahun]], kemudian terjadi gugatan dengan alasan seperti bahwa sawah itu harta [[warisan]] yang belum dibagi, gugatan itu tidak berlaku. Disini digariskan adanya tenggang waktu
===Ketentuan Peralihan===
==Lihat pula==
Baris 81 ⟶ 82:
[[Kategori:Suku Banjar]]
|