La Maddukelleng: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Swarabakti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 18:
Selain membuat persekutuan berdasarkan pernikahan dengan penguasa setempat, La Maddukelleng juga bergiat menyokong komunitas-komunitas rantau Wajo di Kalimantan Timur. Menurut satu tradisi, La Maddukelleng merupakan pendiri kampung Bugis [[Samarinda]] di tepi wilayah muara Sungai Mahakam yang strategis. Dari Sultan Kutai, ia memperoleh hak monopoli atas barang-barang ekspor dari pedalaman (seperti [[emas]], [[kapur barus]], [[damar]], [[rotan]], hingga [[lilin lebah]]) dan hasil laut seperti cangkang penyu, [[agar-agar]] dan [[teripang]]. Komunitas Bugis Samarinda juga memperoleh hak monopoli atas impor [[beras]], [[natrium klorida|garam]], [[rempah]], [[kopi]], [[tembakau]], [[opium]], [[tekstil]], [[besi]], [[senjata api]], hingga [[budak]].{{sfnp|Pelras|1996|p=321–322}} Masyarakat Wajo di Kutai bahkan diperbolehkan memiliki [[pemerintahan sendiri]], dengan seorang pemimpin yang digelari ''pua adu''{{sfnp|Wellen|2014|p=52}} serta sebuah dewan perwakilan yang beranggotakan para nakhoda dan pedagang kaya-raya.{{sfnp|Pelras|1996|p=322}}
 
La Maddukelleng memiliki adik bergelar Daeng Matekko yang juga merupakan seorang perantau. Daeng Matekko awalnya menetap di Matan, Kalimantan Barat, sebelum kemudian berpindah ke kawasan Selat Melaka dan turut serta dalam konflik kekuasaan antara orang-orang [[Suku Melayu|Melayu]], komunitas Bugis Riau, serta [[Raja Kecik]] dari [[Ranah Minang|Minangkabau]]. Pada tahun 1731, Daeng Matekko diserang oleh To Passarai (paman Arumpone Batari Toja) di Selangor, tetapi serbuan balasan yang ia lakukan dengan bantuan Raja Kecik memaksa To Passarai mundur dan melarikan diri ke Kalimantan.{{sfnp|Wellen|2014|p=98–100, 191}} Sebagai balasan lebih lanjut atas penyerangan yang dilakukan To Passarai kepada adiknya, La Maddukelleng pun menyergap pasukan To Passarai di Tabonio, Kalimantan Selatan.{{sfnp|Noorduyn|1955|p=129, catatan kakicat. 8|ps=: "De daar genoemde toPasarai was volgens Fl, G, PP niet gedood maar beroofd. Arung Singkang zei, dat hij slechts de goederen van (zijn jongere broer, Fl) Daeng Matěkko, die toPasarai had geroofd, had teruggenomen."}}{{sfnp|Wellen|2014|p=198}}{{efn|Sebagian catatan lontara menyebutkan bahwa La Maddukelleng membunuh To Passarai, tetapi ada pula yang menyebut bahwa ia hanya menyergap dan merampas harta To Passarai.{{sfnp|Noorduyn|1972|p=63}}}} Sejarawan Kahtryn Anderson Wellen berpendapat bahwa kolaborasi kedua kakak-beradik ini tidak hanya menunjukkan rekatnya persaudaraan mereka, tetapi juga sentimen permusuhan mereka terhadap Bone, yang tetap bertahan bahkan dalam perantauan sekalipun.{{sfnp|Wellen|2014|p=101–102}}
 
Dalam pertempuran-pertempurannya, La Maddukelleng dibantu oleh seorang kapitan laut bernama To Assa. Ia pula yang memimpin pasukan La Maddukelleng dalam penyerangan ke Kutai. Ia juga sempat menyerang Banjarmasin pada tahun 1730, walaupun armadanya berhasil dipukul mundur.{{sfnp|Wellen|2014|p=139–140}} Setelah kegagalan ini, ia sempat bercekcok dengan La Maddukelleng dan berpisah darinya. Menurut laporan Belanda, pada sekitar awal 1730 To Assa menetap di wilayah Mandar dan menyerang pemukiman-pemukiman di sepanjang pesisir barat Sulawesi.{{sfnp|Noorduyn|1955|p=127|ps=: "La Maʼdukěllěng Arung van Singkang stamde blijkbaar uit het vorstenhuis van deze Wadjorese vazalplaats, maar over zijn afkomst en het begin van zijn levensloop zijn geen details te vinden [...] De Gouverneur van Makasar Josua van Arrewijne schrijft in zijn Memorie d.d. 21 Mei 1733,6 dat toAssa, kapitan laut van Arung Singkang, ook Bandjarmasin had getracht aan te tasten, maar na de mislukking daarvan door tweespalt van Arung Singkang gescheiden zich al enige jaren "met zijn roversroth" in Mandar ophield, daar getrouwd was en in 1730, '31 en '32 strooptochten naar West-Toradja rijkjes als Kaili had gemaakt."}}{{sfnp|Abidin|2017|p=287–288}} Namun, pada awal 1735, La Maddukelleng dan To Assa telah bergabung kembali untuk menyerang pulau-pulau di sekitar Makassar dan membakar pemukiman di sana. Kehadiran armada La Maddukelleng di pesisir Sulawesi meresahkan Belanda sehingga mereka mencoba menghadangnya di laut, tetapi La Maddukelleng berhasil lolos.{{sfnp|Wellen|2014|p=141}}