La Maddukelleng: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Swarabakti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 7:
La Maddukelleng sendiri lahir pada sekitar tahun 1700 dari kalangan bangsawan Wajo.{{sfnp|Noorduyn|1972|p=61}} Menurut sumber ''lontaraʼ'' yang ditelusuri oleh [[Andi Zainal Abidin]] (ahli hukum dan sejarawan Sulsel), ayah La Maddukelleng yang bernama La Mataesso atau La Raunglangiʼ merupakan ''Arung'' (penguasa) Peneki, sementara ibunya yang bernama We Tenriampaʼ atau We Tenriangka merupakan ''Arung'' Singkang yang juga merangkap jabatan sebagai ''Patola'' (salah satu dari [[Kerajaan Wajo#Pemerintahan pusat dan daerah|tiga panglima besar Wajo]]).{{sfnp|Abidin|2017|p=281, 283, 301}}
 
Sedikit sekali detail mengenai kehidupan awal La Maddukelleng yang tercatat dalam sumber-sumber Wajo.{{sfnp|Wellen|2014|p=138}}{{sfnp|Noorduyn|1955|p=127|ps=: "La Maʼdukěllěng Arung van Singkang stamde blijkbaar uit het vorstenhuis van deze Wadjorese vazalplaats, maar over zijn afkomst en het begin van zijn levensloop zijn geen details te vinden [...] De Gouverneur van Makasar Josua van Arrewijne schrijft in zijn Memorie d.d. 21 Mei 1733,6 dat toAssa, kapitan laut van Arung Singkang, ook Bandjarmasin had getracht aan te tasten, maar na de mislukking daarvan door tweespalt van Arung Singkang gescheiden zich al enige jaren "met zijn roversroth" in Mandar ophield, daar getrouwd was en in 1730, '31 en '32 strooptochten naar West-Toradja rijkjes als Kaili had gemaakt."}} Sebuah riwayat dari ''Lontaraʼ Sukkuʼna Wajoʼ'' (''Sejarah Lengkap Wajo'') menyebutkan bahwa ia pernah menjadi pembawa [[puan]] (tempat sirih) bagi ''Arung Matoa'' (pemimpin tertinggi Wajo) La Salewangeng To Tenrirua saat menghadiri upacara pelubangan telinga putri ''Arumpone'' (penguasa Bone) La Patauʼ di Cenrana, Bone.{{efn|Menurut sejarawan Kathryn Anderson Wellen, bagian kisah ini sedikit janggal, karena masa pemerintahan La Patauʼ dan La Salewangeng sebetulnya tidak beririsan; La Patauʼ mangkat pada tahun 1714, sementara La Salewangeng baru menjabat sebagai arung matoa pada tahun 1715.{{sfnp|Wellen|2014|p=138}} Namun, Abidin berpendapat bahwa La Salewangeng memerintah dari tahun 1712.{{sfnp|Abidin|2017|p=279}}}} Ketika itu La Maddukelleng kemungkinan masih remaja (usia 13–14 menurut perkiraan Abidin), sebab ia baru saja selesai di[[khitan]].{{sfnp|Abidin|2017|p=281}}
 
Dalam acara tersebut juga diadakan perburuan rusa dan pesta sabung ayam.{{sfnp|Abidin|2017|p=281}} Saat pertandingan sabung ayam sedang berlangsung, seorang dari Bone melemparkan kepala ayam yang sudah mati hingga mengenai kepala ''Arung Matoa'' Wajo. La Maddukelleng yang merasa sangat tersinggung dengan kejadian ini sontak menikam pelaku pelemparan, dan memicu perkelahian yang menewaskan 19 orang Bone dan 15 orang Wajo. Akibat kejadian ini, rombongan Wajo pun bergegas meninggalkan Cenrana dan berlayar menyusuri sungai kembali ke Wajo.{{sfnp|Wellen|2014|p=138}} Sesampainya di [[Tosora, Majauleng, Wajo|Tosora]] (ibu kota Wajo), datanglah utusan dari Bone yang meminta agar Wajo menyerahkan pelaku penikaman orang-orang Bone di Cenrana untuk diadili, tetapi sang ''arung matoa'' melindungi La Maddukelleng dengan berkilah bahwa sang pelaku sudah tidak ada di Wajo.{{sfnp|Wellen|2014|p=138}} Meski begitu, La Maddukelleng tetap khawatir Bone akan menyerang Wajo hanya demi mencari dirinya, sehingga ia pun memutuskan untuk meninggalkan Wajo.{{sfnp|Wellen|2014|p=138}}
Baris 20:
La Maddukelleng memiliki adik bergelar Daeng Matekko yang juga merupakan seorang perantau. Daeng Matekko awalnya menetap di Matan, Kalimantan Barat, sebelum kemudian berpindah ke kawasan Selat Melaka dan turut serta dalam konflik kekuasaan antara orang-orang [[Suku Melayu|Melayu]], komunitas Bugis Riau, serta [[Raja Kecik]] dari [[Ranah Minang|Minangkabau]]. Pada tahun 1731, Daeng Matekko diserang oleh To Passarai (paman Arumpone Batari Toja) di Selangor, tetapi serbuan balasan yang ia lakukan dengan bantuan Raja Kecik memaksa To Passarai mundur dan melarikan diri ke Kalimantan.{{sfnp|Wellen|2014|p=98–100, 191}} Sebagai balasan lebih lanjut atas penyerangan yang dilakukan To Passarai kepada adiknya, La Maddukelleng pun menyergap pasukan To Passarai di Tabonio, Kalimantan Selatan.{{sfnp|Noorduyn|1955|p=129|ps=: "De daar genoemde toPasarai was volgens Fl, G, PP niet gedood maar beroofd. Arung Singkang zei, dat hij slechts de goederen van (zijn jongere broer, Fl) Daeng Matěkko, die toPasarai had geroofd, had teruggenomen."}}{{sfnp|Wellen|2014|p=198}}{{efn|Sebagian catatan lontara menyebutkan bahwa La Maddukelleng membunuh To Passarai, tetapi ada pula yang menyebut bahwa ia hanya menyergap dan merampas harta To Passarai.{{sfnp|Noorduyn|1972|p=63}}}} Sejarawan Kahtryn Anderson Wellen berpendapat bahwa kolaborasi kedua kakak-beradik ini tidak hanya menunjukkan rekatnya persaudaraan mereka, tetapi juga sentimen permusuhan mereka terhadap Bone, yang tetap bertahan bahkan dalam perantauan sekalipun.{{sfnp|Wellen|2014|p=101–102}}
 
Dalam pertempuran-pertempurannya, La Maddukelleng dibantu oleh seorang kapitan laut bernama To Assa. Ia pula yang memimpin pasukan La Maddukelleng dalam penyerangan ke Kutai. Ia juga sempat menyerang Banjarmasin pada tahun 1730, walaupun armadanya berhasil dipukul mundur.{{sfnp|Wellen|2014|p=139–140}} Setelah kegagalan ini, ia sempat bercekcok dengan La Maddukelleng dan berpisah darinya. Menurut laporan Belanda, pada sekitar awal 1730 To Assa menetap di wilayah Mandar dan menyerang pemukiman-pemukiman di sepanjang pesisir barat Sulawesi.{{sfnp|Noorduyn|1955|p=127 |ps=: "De Gouverneur van Makasar Josua van Arrewijne schrijft in zijn Memorie d.d. 21 Mei 1733,6 dat toAssa, kapitan laut van Arung Singkang, ook Bandjarmasin had getracht aan te tasten, maar na de mislukking daarvan door tweespalt van Arung Singkang gescheiden zich al enige jaren "met zijn roversroth" in Mandar ophield, daar getrouwd was en in 1730, '31 en '32 strooptochten naar West-Toradja rijkjes als Kaili had gemaakt."}}{{sfnp|Abidin|2017|p=287–288}} Namun, pada awal 1735, La Maddukelleng dan To Assa telah bergabung kembali untuk menyerang pulau-pulau di sekitar Makassar dan membakar pemukiman di sana. Kehadiran armada La Maddukelleng di pesisir Sulawesi meresahkan Belanda sehingga mereka mencoba menghadangnya di laut, tetapi La Maddukelleng berhasil lolos.{{sfnp|Wellen|2014|p=141}}
 
=== Kembali ke Wajo ===