La Maddukelleng: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Swarabakti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 9:
Sedikit sekali detail mengenai kehidupan awal La Maddukelleng yang tercatat dalam sumber-sumber Wajo.{{sfnp|Wellen|2014|p=138}}{{sfnp|Noorduyn|1955|p=127}} Sebuah riwayat dari ''Lontaraʼ Sukkuʼna Wajoʼ'' (''Sejarah Lengkap Wajo'') menyebutkan bahwa ia pernah menjadi pembawa [[puan]] (tempat sirih) bagi ''Arung Matoa'' (pemimpin tertinggi Wajo) La Salewangeng To Tenrirua saat menghadiri upacara pelubangan telinga putri ''Arumpone'' (penguasa Bone) La Patauʼ di Cenrana, Bone.{{efn|Menurut sejarawan Kathryn Anderson Wellen, bagian kisah ini sedikit janggal, karena masa pemerintahan La Patauʼ dan La Salewangeng sebetulnya tidak beririsan; La Patauʼ mangkat pada tahun 1714, sementara La Salewangeng baru menjabat sebagai arung matoa pada tahun 1715.{{sfnp|Wellen|2014|p=138}} Namun, Abidin berpendapat bahwa La Salewangeng memerintah dari tahun 1712.{{sfnp|Abidin|2017|p=279}}}} Ketika itu La Maddukelleng kemungkinan masih remaja (usia 13–14 menurut perkiraan Abidin), sebab ia baru saja selesai di[[khitan]].{{sfnp|Abidin|2017|p=281}}
 
Dalam acara tersebut juga diadakan perburuan rusa dan pesta sabung ayam.{{sfnp|Abidin|2017|p=281}} Saat pertandingan sabung ayam sedang berlangsung, seorang dari Bone melemparkan kepala ayam yang sudah mati hingga mengenai kepala ''Arung Matoa'' Wajo. La Maddukelleng yang merasa sangat tersinggung dengan kejadian ini sontak menikam pelaku pelemparan, dan memicu perkelahian yang menewaskan 19 orang Bone dan 15 orang Wajo. Akibat kejadian ini, rombongan Wajo pun bergegas meninggalkan Cenrana dan berlayar menyusuri sungai kembali ke Wajo.{{sfnp|Wellen|2014|p=138}} Sesampainya di [[Tosora, Majauleng, Wajo|Tosora]] (ibu kota Wajo), datanglah utusan dari Bone yang meminta agar Wajo menyerahkan pelaku penikaman orang-orang Bone di Cenrana untuk diadili, tetapi sang ''arung matoa'' melindungi La Maddukelleng dengan berkilah bahwa sang pelaku sudah tidak ada di Wajo.{{sfnp|Wellen|2014|p=138}} Sang ''arung matoa'' lalu mengingatkan bahwa sesuai perjanjian [[Persekutuan Tellumpoccoe]] di [[Timurung, Ajangale, Bone|Timurung]] pada tahun 1582 antara Bone, Wajo dan Soppeng, mereka tak seharusnya meragukan perkataan satu sama lain.{{sfnp|Abidin|2017|p=283}} Meski begitu, La Maddukelleng tetap khawatir Bone akan menyerang Wajo hanya demi mencari dirinya, sehingga ia pun memutuskan untuk meninggalkan Wajo.{{sfnp|Wellen|2014|p=138}}
 
=== Petualangan di perantauan ===
Baris 18:
Selain membuat persekutuan berdasarkan pernikahan dengan penguasa setempat, La Maddukelleng juga bergiat menyokong komunitas-komunitas rantau Wajo di Kalimantan Timur. Menurut satu tradisi, La Maddukelleng merupakan pendiri kampung Bugis [[Samarinda]] di tepi wilayah muara Sungai Mahakam yang strategis. Dari Sultan Kutai, ia memperoleh hak monopoli atas barang-barang ekspor dari pedalaman (seperti [[emas]], [[kapur barus]], [[damar]], [[rotan]], hingga [[lilin lebah]]) dan hasil laut seperti cangkang penyu, [[agar-agar]] dan [[teripang]]. Komunitas Bugis Samarinda juga memperoleh hak monopoli atas impor [[beras]], [[natrium klorida|garam]], [[rempah]], [[kopi]], [[tembakau]], [[opium]], [[tekstil]], [[besi]], [[senjata api]], hingga [[budak]].{{sfnp|Pelras|1996|p=321–322}} Masyarakat Wajo di Kutai bahkan diperbolehkan memiliki [[pemerintahan sendiri]], dengan seorang pemimpin yang digelari ''pua adu''{{sfnp|Wellen|2014|p=52}} serta sebuah dewan perwakilan yang beranggotakan para nakhoda dan pedagang kaya-raya.{{sfnp|Pelras|1996|p=322}}
 
La Maddukelleng memiliki adik bergelar Daeng Matekko yang juga merupakan seorang perantau. Daeng Matekko awalnya menetap di Matan, Kalimantan Barat, sebelum kemudian berpindah ke kawasan Selat Melaka dan turut serta dalam konflik kekuasaan antara orang-orang [[Suku Melayu|Melayu]], komunitas Bugis Riau, serta [[Raja Kecik]] dari [[Ranah Minang|Minangkabau]]. Pada tahun 1731, Daeng Matekko diserang oleh To Passarai (paman Arumpone Batari Toja) di Selangor, tetapi serbuan balasan yang ia lakukan dengan bantuan Raja Kecik memaksa To Passarai mundur dan melarikan diri ke Kalimantan.{{sfnp|Wellen|2014|p=98–100, 191}} Sebagai balasan lebih lanjut atas penyerangan yang dilakukan To Passarai kepada adiknya, La Maddukelleng pun menyergap pasukan To Passarai di Tabonio, Kalimantan Selatan.{{sfnp|Noorduyn|1955|p=129}}{{efn|Sebagian catatan lontara menyebutkan bahwa La Maddukelleng membunuh To Passarai, tetapi ada pula yang menyebut bahwa ia hanya menyergap dan merampas harta To Passarai.{{sfnp|Noorduyn|1972|p=63}}}} Sejarawan Kathryn AndersonMenurut Wellen berpendapat bahwa, kolaborasi kedua kakak-beradik ini tidak hanya menunjukkan rekatnya persaudaraan mereka, tetapi juga sentimen permusuhan mereka terhadap Bone, yang tetap bertahan bahkan dalam perantauan sekalipun.{{sfnp|Wellen|2014|p=101–102}}
 
Dalam pertempuran-pertempurannya, La Maddukelleng dibantu oleh seorang kapitan laut bernama To Assa. Ia pula yang memimpin pasukan La Maddukelleng dalam penyerangan ke Kutai. Ia juga sempat menyerang Banjarmasin pada tahun 1730, walaupun armadanya berhasil dipukul mundur.{{sfnp|Wellen|2014|p=139–140}} Setelah kegagalan ini, ia sempat bercekcok dengan La Maddukelleng dan berpisah darinya. Menurut laporan Belanda, pada sekitar awal 1730 To Assa menetap di wilayah Mandar dan menyerang pemukiman-pemukiman di sepanjang pesisir barat Sulawesi.{{sfnp|Noorduyn|1955|p=127}}{{sfnp|Abidin|2017|p=287–288}} Namun, pada awal 1735, La Maddukelleng dan To Assa telah bergabung kembali untuk menyerang pulau-pulau di sekitar Makassar dan membakar pemukiman di sana. Kehadiran armada La Maddukelleng di pesisir Sulawesi meresahkan Belanda sehingga mereka mencoba menghadangnya di laut, tetapi La Maddukelleng berhasil lolos.{{sfnp|Wellen|2014|p=141}}
Baris 27:
La Maddukelleng berangkat menuju Sulawesi beserta sejumlah besar pasukan dari Paser.{{sfnp|Wellen|2014|p=140}} Pada Desember 1735, ia tiba di perairan [[Majene]] disertai armada 40 kapal dan terlibat konflik dengan ''Arung'' Lipukasiʼ (dari [[Kerajaan Tanete|Tanete]]) serta ''Maraʼdia'' [[Kerajaan Balanipa|Balanipa]]. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa pasukan La Maddukelleng pimpinan To Assa berhasil dipukul mundur. Ia kemudian merampas perahu milik seorang dari Mangngarancang (Tanete) dan berlayar menuju Binuang, tetapi pada Februari 1736 ia disergap dan 12 pengikutnya terbunuh, sehingga ia mundur lagi ke selatan menuju Puteanging.{{sfnp|Noorduyn|1955|p=127–128}}{{sfnp|Abidin|2017|p=292–293}} Riwayat lain menyebut bahwa La Maddukelleng memenangkan pertempuran di Mandar setelah pengepungan selama 75 hari.{{sfnp|Noorduyn|1955|p=128}} Sebagai pembalasan atas penyerangan terhadap To Assa, La Maddukelleng pun merampas harta orang-orang Binuang serta menyerang pemukiman-pemukiman di sana.{{sfnp|Abidin|2017|p=293}}
 
Setelah itu, La Maddukelleng menuju Sabutung dan menyerang dua pulau di sekitar Makassar pada bulan Maret. Kemudian ia meneruskan perjalanan hingga tiba di Bone.{{sfnp|Wellen|2014|p=142}}{{sfnp|Noorduyn|1955|p=128}} Awalnya ia ingin berlayar ke pusat Wajo melalui muara Sungai Cenrana (yang dikuasai oleh Bone), tetapi armadanya tidak diperbolehkan masuk, sehingga ia melanjutkan perjalanan ke utara menuju Doping di pesisir timur Wajo. Di sana ia menunggu selama 40 hari, sebelum diperbolehkan turun dari kapal bersama 40 orang pasukannya pada Mei 1736.{{sfnp|Wellen|2014|p=142}}{{sfnp|Noorduyn|1955|p=128–129}} La Maddukelleng kemudian berangkat menuju Sengkang, dan mendapatkan banyak pengikut baru dalam perjalanannya, sehingga jumlah pasukannya mencapai 500 orang ketika sampai di Sengkang.{{sfnp|Wellen|2014|p=142}} [[Persekutuan Tellumpoccoe]] kemudian mengadakan sidang di Tosora untuk membahas tuduhan-tuduhan kejahatan yang diajukan oleh Bone terhadap La Maddukelleng, tetapi ia kemudian dibebaskan dari segala tuduhan setelah menyampaikan pembelaannya.{{sfnp|Wellen|2014|p=143}}{{sfnp|Abidin|2017|p=299–300}}{{sfnp|Noorduyn|1972|p=63–64}} KejadianMenurut ini menunjukkanWellen, besarnya kekuatanterbebasnya La Maddukelleng saatdari itu,tuduhan sehinggakemungkinan Tellumpoccojuga memutuskandipengaruhi untukoleh tidakkekuatan menghukumnyayang ia miliki saat itu.{{sfnp|Wellen|2014|p=143}}
 
== Masa kepemimpinan di Wajo ==
Baris 58:
* {{cite book |last=Noorduyn |first=Jacobus |author-mask=3 |year=1955 |title=Een Achttiende-Eeuwse Kroniek van Wadjo’: Buginese Historiografie |location=[[Den Haag|‘s-Gravenhage]] |publisher=H. L. Smits |ref=harv}}
* {{cite journal |last=Noorduyn |first=Jacobus |author-mask=3 |year=1972 |title=Arung Singkang (1700-1765): How the victory of Wadjo' began |url=https://ecommons.cornell.edu/bitstream/1813/53538/1/INDO_13_0_1107127212_61_68.pdf |journal=Indonesia |volume=13 |issue=13 |pages=61–68 |doi=10.2307/3350682 |jstor=3350682 |ref=harv}}
* {{cite book |last=Patunru |first=Abdurrazak Daeng |year=1983 |orig-year=1964 |title=Sejarah Wajo |location=Ujung Pandang |publisher=Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan |oclc=215821862 |ref=harv}}
* {{cite book |last=Pelras |first=Christian |authorlink=Christian Pelras |year=1996 |title=The Bugis |location=Oxford |publisher=Blackwell Publishers |isbn=9780631172314 |ref=harv}}
* {{cite book |last=Reid |first=Anthony |authorlink=Anthony Reid |year=1998 |chapter=Merdeka: The Concept of Freedom in Indonesia |editor1=David Kelly |editor2=Anthony Reid |title=Asian Freedoms: The Idea of Freedom in East and Southeast Asia |location=Cambridge |publisher=Cambridge University Press |isbn=9780521637572 |pages=141–160 |ref=harv}}