Deklarasi Balfour: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
k standardisasi using AWB
Baris 13:
| wikisource=Balfour Declaration}}
 
'''Deklarasi Balfour''' adalah pernyataan terbuka dari pemerintah Inggris yang dikeluarkan semasa [[Perang Dunia I]] untuk menegaskan dukungannya terhadap penciptaan "kediaman nasional" di [[Palestina (wilayah)|Palestina]] bagi [[orang Yahudi]], manakala Palestina masih menjadi bagian dari wilayah kedaulatan [[Kesultanan Utsmaniyah|Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah]], dan masyarakat Yahudi masih tergolong kaum minoritas di Palestina. Isi Deklarasi Balfour adalah sebagai berikut:
 
{{quote|[[Pemerintahan Sri Baginda (istilah)|Pemerintahan Sri Baginda]] memandang baik penciptaan kediaman nasional di Palestina bagi orang Yahudi, dan akan berusaha sekuat tenaga untuk memudahkan terlaksananya maksud ini, dengan keinsafan bahwa tak satu pun langkah pelaksanaannya akan mencederai hak-hak sipil dan keagamaan komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada saat ini di Palestina, maupun hak-hak dan status politik yang dinikmati orang Yahudi di negeri-negeri lain.}}
Baris 19:
Deklarasi Balfour tercantum dalam sepucuk surat tertanggal 2 November 1917 dari [[Menteri Urusan Luar Negeri Britania Raya|Menteri Luar Negeri Inggris]] [[Arthur Balfour]] kepada [[Walter Rothschild, 2nd Baron Rothschild|Walter Rothschild]], tokoh pimpinan [[Yahudi Britania|komunitas Yahudi Inggris]], untuk diberitahukan kepada [[Federasi Zionis Britania Raya dan Irlandia|Federasi Sionis Britania Raya dan Irlandia]]. Isi Deklarasi Balfour disiarkan lewat media massa pada tanggal 9 November 1917.
 
Segera sesudah memaklumkan perang terhadap Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah pada bulan November 1914, [[kabinet perang]] Inggris mulai memikirkan masa depan Palestina. Dalam tempo dua bulan, Herbert Samuel, anasir Sionis dalam kabinet Inggris, mengedarkan sebuah memorandum di kabinet, berisi usulan untuk mendukung cita-cita kaum Sionis demi mendapatkan dukungan orang Yahudi bagi kepentingan perjuangan Inggris dalam Perang Dunia I. Pada bulan April 1915, Perdana Menteri Inggris [[Herbert Henry Asquith]] membentuk [[Komite De Bunsen|panitia khusus]] untuk merumuskan kebijakan pemerintah Inggris terkait Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah, termasuk Palestina. Herbert Henry Asquith, yang menghendaki agar Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah direformasi seusai perang, meletakkan jabatan pada bulan Desember 1916. Penggantinya, [[David Lloyd George]], justru menghendaki agar Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah dipecah-belah. Negosiasi-negosiasi tahap awal antara pemerintah Inggris dan kaum Sionis berlangsung dalam sebuah konferensi yang dihadiri Sir [[Mark Sykes]] dan tokoh-tokoh pimpinan Sionis pada tanggal 7 Februari 1917. Menindaklanjuti diskusi-diskusi susulan selepas konferensi, pada tanggal 19 Juni, Arthur Balfour meminta Walter Rothschild dan Chaim Weizmann untuk mengajukan suatu rancangan deklarasi dukungan. Rancangan-rancangan deklarasi yang diajukan selanjutnya dibahas dalam rapat kabinet dengan mempertimbangkan masukan-masukan dari kubu Yahudi Sionis maupun kubu Yahudi anti-Sionis, tetapi tidak melibatkan wakil-wakil masyarakat Palestina.
 
Mendekati akhir tahun 1917, menjelang pencanangan Deklarasi Balfour, Perang Dunia I telah sampai ke tahap [[remis (catur)|buntu]]. Amerika Serikat dan Rusia, dua negara sekutu Inggris, tidak sepenuhnya melibatkan diri. Amerika Serikat belum ditimpa kerugian akibat perang, sementara Rusia tengah diguncang [[revolusi Oktober|kudeta]] [[Bolshevik|kaum Bolsyewik]]. [[Kebuntuan di Palestina Selatan|Situasi buntu di kawasan selatan Palestina]] dipecahkan oleh [[Pertempuran Bersyeba]] pada tanggal 31 Oktober 1917. Pada tanggal yang sama, rapat kabinet pemerintahan Inggris memutuskan untuk merilis rumusan akhir deklarasi dukungan. Rapat-rapat kabinet yang digelar sebelumnya telah mengkaji manfaat-manfaat propaganda yang bakal diperoleh dari komunitas Yahudi sedunia bagi perjuangan [[Blok Sekutu dalam Perang Dunia I|Blok Sekutu]].
Baris 32:
=== Dukungan awal dari pemerintah Inggris ===
[[Berkas:Memorandum to Protestant Monarchs of Europe for the restoration of the Jews to Palestine, Colonial Times 1841.jpg|jmpl|"Memorandum kepada para kepala monarki Protestan di Eropa perihal pemulangan orang Yahudi ke Palestina" dari Lord Shaftesbury, sebagaimana yang termuat dalam surat kabar [[Colonial Times]] pada tahun 1841]]
Dukungan politik awal dari pemerintah Inggris terhadap pertambahan jumlah pemukim Yahudi di [[Palestina (wilayah)|tanah Palestina]] didasarkan atas kalkulasi-kalkulasi geopolitik.{{sfn|Renton|2007|p=2}}{{efn|group=lower-roman|Renton menjelaskannya sebagai berikut: "Salah satu aspek krusial dari penggambaran Deklarasi Balfour sebagai produk belas kasihan Inggris seperti ini, apabila dibandingkan dengan [[realpolitik]], adalah bahwasanya Inggris memiliki rasa peduli yang alami dan mengakar terhadap hak-hak orang Yahudi, terutama terhadap pemulihan bangsa mereka, yang sudah mendarah daging dalam kebudayaan dan sejarah Inggris. Dengan penyajian seperti ini, Deklarasi Balfour dibuat tampak sebagai peristiwa yang muncul secara alami, seakan-akan sudah ditakdirkan Tuhan. Dengan demikian, Sionisme ditampilkan bukan semata-mata sebagai ''[[Telos (filsafat)|telos]]'' sejarah bangsa Yahudi melainkan juga sejarah bangsa Inggris. Kecenderungan sejarah nasionalis dan sejarah Sionis untuk berkembang menuju satu titik takdir dan penebusan membuka ruang, yang memang perlu ada, bagi penjelasan semacam itu. Dengan demikian diciptakanlah mitos 'proto-Sionisme' Inggris, yang sudah begitu lama memengaruhi historiografi Deklarasi Balfour, sekadar untuk memenuhi kebutuhan para juru propaganda Sionis yang bekerja bagi pemerintah Inggris."{{sfn|Renton|2007|p=85}}}} Dukungan tersebut mula-mula muncul pada awal era 1840-an,{{sfn|Schölch|1992|p=44}} dipelopori oleh [[Henry John Temple, 3rd Viscount Palmerston|Lord Palmerston]], sesudah [[Perang Mesir-Utsmaniyah 1831|Suriah]] dan [[Pemberontakan petani di Palestina|Palestina]] diserobot [[Muhammad Ali dari Mesir|Muhammad Ali Pasya]], Wali Negeri Mesir yang [[separatisme|mendurhaka]] terhadap Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah.{{sfn|Stein|1961|pp=5–9}}{{sfn|Liebreich|2004|pp=8–9}} Prancis kian meluaskan pengaruhnya di Palestina maupun negeri-negeri lain di Timur Tengah, dan perannya selaku pelindung komunitas-komunitas [[Gereja Katolik|Kristen Katolik]] [[Règlement Organique (Gunung Lebanon)|mulai menguat]], sementara Rusia sudah disegani sebagai pelindung komunitas-komunitas [[Gereja Ortodoks Timur|Kristen Ortodoks Timur]] di kawasan yang sama. Situasi seperti ini membuat Inggris tidak punya ruang lingkup pengaruh di Timur Tengah,{{sfn|Stein|1961|pp=5–9}} dan oleh karena itu perlu menemukan atau menciptakan suatu kaum yang dapat mereka "ayomi" di kawasan itu.{{sfn|Schölch|1992|p=41}} Pertimbangan-pertimbangan politik tersebut didukung oleh sentimen Kristen Injili yang bersimpati terhadap "[[Zionisme Kristen|kepulangan orang Yahudi]]" ke Palestina, yakni sentimen yang diusung anasir-anasir kalangan elit politik Inggris pada pertengahan abad ke-19, teristimewa [[Anthony Ashley-Cooper, 7th Earl of Shaftesbury|Lord Shaftesbury]].{{efn|group=lower-roman|Donald Lewis mengemukakan dalam tulisannya sebagai berikut: "Pokok pikiran dari karya tulis ini adalah bahwasanya dengan menginsafi [filosemitisme Kristen dan Sionisme Kristen] sajalah seseorang dapat memahami pengaruh agama dan kebudayaan yang bahu-membahu menciptakan suatu iklim opini di kalangan elit politik di Inggris yang mendukung Deklarasi Balfour."{{sfn|Lewis|2014|p=10}}}} Kementerian Luar Negeri Inggris secara aktif mendorong orang Yahudi untuk beremigrasi ke Palestina, misalnya melalui imbauan-imbauan [[Charles Henry Churchill]], yang disampaikan lewat surat dalam rentang waktu 1841-1842, kepada [[Moses Montefiore]], pemimpin komunitas Yahudi Inggris.{{sfn|Friedman|1973|p=xxxii}}{{efn|group=qt|Moses Montefiore adalah orang Yahudi terkaya di Inggris, dan pemimpin [[Badan Deputi Yahudi Britania|Dewan Perwakilan Umat Yahudi Inggris]]. Surat pertama yang dikirimkan Charles Henry Churchill pada tahun 1841, dimaksudkan untuk mengatalisasi ketertarikan terhadap emigrasi orang Yahudi ke Palestina. Dalam surat ini, Charles Henry Churchill mengemukakan bahwa, "misalkan anda dan kolega-kolega anda secara bersama-sama serta bersungguh-sungguh mencurahkan minat pada perkara penting ini, yakni perihal pemulihan negara kuno anda, maka saya melihat (dengan mendasarkan opini-opini saya pada sikap terkini pemerintah dalam hubungan luar negeri dengan Kekaisaran Turki) bahwa hanya selaku kawula [[Gerbang Agung]] sajalah anda sekalian dapat mulai mengupayakan tempat berpijak di Palestina."{{sfn|Friedman|1973|p=xxxii}}}}
 
Ikhtiar-ikhtiar semacam ini bersifat pradini,{{sfn|Friedman|1973|p=xxxii}} dan tidak membuahkan hasil.{{efn|group=lower-roman|Sehubungan dengan rancangan-rancangan Eropa untuk mendorong umat Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Yahudi berimigrasi ke Palestina, Schölch mengemukakan bahwa "dari sekian banyak proyek dan usaha kolonisasi itu, hanya dua yang berhasil, yakni usaha-usaha pemukiman [[Serikat Haikal]] sejak tahun 1868 dan usaha-usaha pemukiman para imigran Yahudi sejak tahun 1882."{{sfn|Schölch|1992|p=51}}}} Hanya 24.000 orang Yahudi yang bermukim di Palestina menjelang kemunculan [[Sionisme]] di kalangan komunitas Yahudi sedunia pada dua dasawarsa terakhir abad ke-19.{{sfn|Cleveland|Bunton|2016|p=229}} Perubahan mendadak geopolitik akibat meletusnya [[Perang Dunia I]] membuat kalkulasi-kalkulasi awal, yang sempat ditinggal terbengkalai, menjadi titik tolak pembaharuan taksiran-taksiran stategis maupun tawar-menawar politik atas kawasan Timur Tengah dan Timur Jauh.{{sfn|Liebreich|2004|pp=8–9}}
Baris 46:
[[Chaim Weizmann]], pemimpin kaum Sionis yang kelak menjadi Presiden Organisasi Sionis Sedunia dan [[Presiden Israel]] yang pertama, hijrah dari Swiss ke ke Inggris pada tahun 1904. Ia berjumpa dengan [[Arthur Balfour]] dalam suatu pertemuan yang diatur oleh [[Charles Dreyfus]], wakil konstituen Yahudi dalam tim kampanye Arthur Balfour. Pertemuan ini berlangsung sesudah Arthur Balfour meletakkan jabatan perdana menteri dan baru saja mulai berkampanye dalam rangka menghadapi [[Pemilihan umum Britania Raya 1906|Pemilihan Umum Inggris tahun 1906]].{{sfn|Weizmann|1949|pp=93–109}}{{efn|group=lower-roman|name=Defries|Defries mengemukakan dalam tulisannya sebagai berikut: "Kendati enggan, Balfour sudah menyetujui usaha-usaha permulaan Chamberlain untuk menolong orang Yahudi mencari wilayah untuk dijadikan sebuah permukiman Yahudi. Menurut penulis biografinya, ia sudah cukup tertarik pada gerakan Sionisme menjelang akhir tahun 1905 sampai-sampai mengizinkan kepala hubungan konstituen Yahudi dalam partainya, Charles Dreyfus, untuk mengatur pertemuan dengan Weizmann. Mungkin sekali hatinya tergelitik oleh penolakan Kongres Sionis terhadap tawaran 'Uganda'. Agaknya mustahil Balfour 'teryakinkan untuk berubah' mendukung Sionisme lantaran pertemuan ini, sebagaimana yang dinyatakan oleh Weizmann dan digembar-gemborkan oleh penulis biografi Balfour. Balfour baru saja meletakkan jabatan perdana menteri ketika berjumpa dengan Weizmann."{{sfn|Defries|2014|p=51}}}} Sebelum itu pada tahun yang sama, Arthur Balfour berhasil memperjuangkan rancangan [[Aliens Act 1905|Undang-Undang Warga Asing]] dalam sidang parlemen dengan pidato-pidatonya yang berapi-api tentang perlunya membendung gelombang imigrasi pengungsi Yahudi dari Kekaisaran Rusia ke Inggris.{{sfn|Klug|2012|pp=199–210}}<ref>[[Hansard]], [http://hansard.millbanksystems.com/commons/1905/may/02/aliens-bill-1 Aliens Bill]: HC Deb 02 Mei 1905 jld 145 cc768-808; dan [http://hansard.millbanksystems.com/commons/1905/jul/10/aliens-bill Aliens Bill], HC Deb 10 Juli 1905 jld 149 cc110-62</ref> Dalam pertemuan ini, ia menanyakan alasan keberatan Chaim Weizmann terhadap [[Program Uganda Britania|Rancangan Uganda]] tahun 1903 yang justru didukung oleh Theodor Herzl, yakni rencana penyerahan sebagian dari [[Afrika Timur Britania|wilayah protektorat Inggris di Afrika Timur]] untuk dijadikan wilayah otonom orang Yahudi. Rancangan Uganda ditawarkan kepada Theodor Herzl oleh [[Joseph Chamberlain]], [[Sekretaris Negara untuk Koloni|Menteri Urusan Tanah Jajahan]] dalam kabinet Arthur Balfour, selepas berkunjung ke Afrika Timur pada tahun 1903.{{efn|group=lower-roman|Rovner mengemukakan dalam tulisannya sebagai berikut: "Pada musim semi tahun 1903, menteri berusia enam puluh enam tahun yang rewel dalam urusan kerapian berpakaian itu baru saja pulang dari lawatannya ke tanah jajahan Inggris di Afrika... Entah bagaimana caranya sehingga gagasan itu tercetus dalam benaknya, yang jelas Chamberlain menerima Herzl di kantornya cuma beberapa minggu seusai pogrom-pogrom di [[Chișinău|Kisyinyew]]. Dengan tatapan yang tajam menembus lensa monokelnya, ia menawarkan bantuan kepada Herzl. "Saya sudah menemukan tanah untuk anda dalam penjalanan lawatan saya," kata Chamberlain kepada Herzl, "yaitu Uganda. Memang letaknya tidak di pesisir, tetapi semakin masuk ke pedalaman semakin bagus iklimnya, bahkan cocok bagi orang Eropa… lalu terbersit dalam pikiran saya, sepertinya ini tanah yang tepat untuk Dr. Herzl." "{{sfn|Rovner|2014|pp=51–52}}}} Menyusul kematian Theodor Herzl, rancangan ini ditolak lewat pemungutan suara dalam Kongres Sionis yang ketujuh pada tahun 1905,{{efn|group=lower-roman|Rovner mengemukakan dalam tulisannya sebagai berikut: "Pada sore hari keempat penyelenggaraan kongres, Nordau yang sudah terlihat lelah mengajukan tiga resolusi ke hadapan dewan delegasi, yakni (1) bahwasanya Organisasi Sionis mengarahkan seluruh usaha pemukiman di masa yang akan datang semata-mata ke Palestina; (2) bahwasanya Organisasi Sionis berterima kasih kepada pemerintah Inggris atas tawaran wilayah otonom di Afrika Timur; dan (3) bahwasanya orang Yahudi yang menyatakan kesediaannya untuk mendukung Program Basel sajalah yang dibenarkan menjadi anggota Organisasi Sionis." Zangwill berkeberatan… Ketika Nordau menegaskan bahwa kongres berhak untuk meloloskan resolusi-resolusi tersebut, Zangwill pun berang. "Anda akan didakwa di hadapan pengadilan sejarah," katanya menantang Nordau… Mulai sekitar pukul 1:30 lewat tengah hari, pada hari Minggu tanggal 30 Juli 1905, seorang Sionis dimaknai sebagai orang yang mengusung Program Basel dan satu-satunya "tafsir sah" dari program tersebut yang membatasi kegiatan pemukiman di Palestina saja. Zangwill dan para pendukungnya tidak dapat menerima "tafsir sah" dari Nordau yang mereka yakini akan mengakibatkan penelantaran massa Yahudi dan visi Herzl. Salah seorang teritorialis mengklaim Usisykin beserta para pemilik hak suara yang sehaluan dengannya sudah nyata-nyata "mengubur Sionisme politik"."{{sfn|Rovner|2014|p=81}}}} sesudah dua tahun menjadi pokok perdebatan sengit di dalam Organisasi Sionis.{{sfn|Rovner|2014|pp=51–81}} Chaim Weizmann menjawab pertanyaan Arthur Balfour dengan mengemukakan keyakinannya bahwa kecintaan orang Yahudi terhadap Yerusalem sebanding dengan kecintaan orang Inggris terhadap kota London.{{efn|group=qt|Menurut memoar Weizmann, isi perbincangan mereka adalah sebagai berikut: "Tuan Balfour, misalkan saya menawarkan Paris alih-alih London kepada Tuan, apakah Tuan akan terima tawaran saya?" Beliau bangkit berdiri, menatap saya, lalu menjawab, "Tapi Dr. Weizmann, kami punya London." "Itu benar," kata saya, "tapi kami dulu punya Yerusalem sewaktu London masih rawa-rawa." Beliau ... mengutarakan dua hal yang terus terngiang-ngiang dalam ingatan saya. Yang pertama adalah, "banyakkah orang Yahudi yang sepikiran dengan anda?" Saya jawab, "saya yakin bahwa saya menyuarakan isi benak jutaan orang Yahudi yang tidak akan pernah Tuan jumpai dan yang tidak dapat menyuarakan sendiri pendapat mereka." ... Menanggapi ucapan saya ini, beliau berkata, "jika betul demikian, kalian dapat menjadi kekuatan besar suatu hari nanti." Tak lama sebelum saya pamit, Balfour berkata, "Saya heran. Orang-orang Yahudi yang saya jumpai agak berbeda." Saya jawab, "Tuan Balfour, yang Tuan jumpai itu jenis orang Yahudi yang keliru".{{sfn|Weizmann|1949|p=111}}}}
 
Pada bulan Januari 1914, Chaim Weizmann berjumpa dengan [[Edmond James de Rothschild|Baron Edmond de Rothschild]], anggota [[Keluarga perbankan Rothschild di Prancis|keluarga besar Rothschild cabang Prancis]] dan salah seorang penganjur utama gerakan Sionisme,{{sfn|Lewis|2009|pp=73–74}} untuk membicarakan proyek pembangunan Universitas Ibrani di [[Yerusalem]].{{sfn|Lewis|2009|pp=73–74}} Kendati bukan bagian dari Organisasi Sionis Sedunia, Baron Edmond de Rothschild telah berjasa mendanai pembentukan [[Moshava|koloni-koloni tani Yahudi]] Aliyah Pertama dan mengalihkannya kepada [[Asosiasi Kolonisasi Yahudi]] pada tahun 1899.{{sfn|Penslar|2007|pp=138–139}} Tidak percuma Chaim Weizmann berkenalan dengan Baron Edmond de Rothschild karena beberapa bulan kemudian, putra sang baron, [[James de Rothschild (politikus)|James de Rothschild]], minta dipertemukan dengan Chaim Weizmann pada tanggal 25 November 1914. James de Rothschild berharap Chaim Weizmann bersedia membantunya memengaruhi orang-orang di lingkungan pemerintahan Inggris yang ia anggap dapat menerima rencana pendirian "Negara Yahudi" di Palestina.{{efn|group=qt|Weizmann menjabarkan jalannya pertemuan ini dalam catatannya sebagai berikut: "[James] beranggapan bahwa aspirasi-aspirasi orang Yahudi terkait Palestina akan ditanggapi dengan sangat baik di lingkungan pemerintahan, yang akan mendukung proyek semacam itu, dilihat dari sudut padangan kemanusiaan maupun dari sudut pandang politik Inggris. Pembentukan komunitas Yahudi yang kuat di Palestina akan dipandang sebagai sebuah aset politik yang bernilai tinggi. Oleh karena itu ia beranggapan bahwa tuntutan-tuntutan yang ujung-ujungnya cuma meminta dukungan terhadap usaha kolonisasi orang Yahudi di Palestina sesungguhnya terlampau bersahaja dan tidak cukup mampu menggugah para negarawan Inggris. Orang semestinya meminta sesuatu yang lebih besar daripada itu dan yang mengarah kepada pembentukan Negara Yahudi."{{sfn|Gutwein|2016|pp=120–130}} Gutwein menafsirkan diskusi ini sebagai berikut: "Anjuran James agar kaum Sionis tidak terhenti pada tuntutan pemukiman orang Yahudi di Palestina saja, tetapi meradikalisasi tuntutan-tuntutan mereka akan sebuah negara Yahudi, mencerminkan kontrasnya sikap politik antara golongan reformis, yang sedianya akan mendukung pemukiman orang Yahudi di Palestina sebagai bagian dari usaha reorganisasi Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah, dan golongan radikal, yang memandang negara Yahudi sebagai alat pemecah-belah Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah. Sekalipun James menegaskan bahwa tuntutan akan sebuah negara Yahudi akan membantu usaha mendapatkan dukungan para negarawan Inggris, jika menilik penentangan Asquith dan Grey terhadap tuntutan ini, agaknya isi penyampaian James yang kurang tepat kalau tidak dapat dikatakan menyesatkan itu dimaksudkan untuk membujuk Weizmann, yang sama artinya dengan membujuk kaum Sionis, untuk membantu golongan radikal dan Lloyd George."{{sfn|Gutwein|2016|pp=120–130}}}}{{sfn|Schneer|2010|pp=129–130|ps=: "Baron James memohon dengan sangat kepadanya..."}} Melalui istri James de Rothschild, [[Dorothy de Rothschild]], Chaim Weizmann berkenalan dengan [[Rózsika Rothschild]], yang kemudian mengenalkannya kepada [[Keluarga perbankan Rothschild di Inggris|keluarga besar Rothschild cabang Inggris]], teristimewa suaminya, [[Charles Rothschild]], dan abang iparnya, [[Walter Rothschild, 2nd Baron Rothschild|Walter Rothschild]], seorang [[zoologi|ahli zoologi]] dan mantan [[anggota parlemen]] Inggris.{{sfn|Schneer|2010|p=130}} [[Nathan Rothschild, 1st Baron Rothschild|Nathan Rothschild, Baron Rothschild yang pertama]], kepala keluarga besar Rothschild cabang Inggris, menjaga jarak aman dengan Sionisme, tetapi ia wafat pada bulan Maret 1915, dan gelar kebangsawanannya diwarisi oleh Walter Rothschild.{{sfn|Schneer|2010|p=130}}{{sfn|Cooper|2015|p=148}}
 
Sebelum pencanangan Deklarasi Balfour, sekitar 8.000 dari 300.000 warga Yahudi Inggris adalah anggota organisasi kaum Sionis.{{sfn|Stein|1961|pp=66–67}}{{sfn|Schneer|2010|p=110}} Di peringkat global, per 1913 (tahun data termutakhir prapencanangan Deklarasi Balfour), kira-kira 1% dari jumlah orang Yahudi sedunia adalah anggota organisasi kaum Sionis.{{sfn|Fromkin|1990|p=294}}
 
=== Palestina di bawah pemerintah Turki OsmanliUtsmaniyah ===
{{further|Suriah Utsmaniyah|Sejarah Palestina}}
{{Annotated image 4|
| caption=Daerah sejajar [[Sungai Yordan]] yang disebut "Tanah Palestina" ({{lang-ar|ارض فلسطين}}, ''Arḍ Filasṭīn'') di dalam peta keluaran tahun 1732, karya [[Kâtip Çelebi]] (1609–1657), ahli geografi Turki OsmanliUtsmaniyah.{{sfn|Tamari|2017|p=29}}
| image=Houghton Typ 794.34.475 - Kâtip Çelebi, Kitab-ı cihannüma.jpg
| width=220
Baris 64:
| annotations=
}}
Terhitung sampai tahun 1916, sudah empat abad lamanya Palestina [[Perang Utsmaniyah-Mamluk (1516–1517)|menjadi bagian dari Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah]] atau [[Kesultanan Utsmaniyah]].{{sfn|Cleveland|Bunton|2016|p=38}} Nyaris sepanjang kurun waktu empat abad ini, orang Yahudi menjadi kaum minoritas di Palestina, yakni sekitar 3% saja dari keseluruhan populasi. Umat Islam merupakan bagian terbesar dari populasi Palestina, disusul oleh umat Kristen.{{sfn|Quigley|1990|p=10}}{{sfn|Friedman|1973|p=282}}<ref>{{harvnb|Della Pergola|2001|p=5}} dan {{harvnb|Bachi|1974|p=5}}</ref>{{efn|group=lower-roman|Yonathan Mendel mengemukakan dalam tulisannya sebagai berikut: Persentase orang Yahudi di Palestina sebelum kebangkitan Sionisme dan gelombang-gelombang [[aliyah]] tidak dapat dipastikan angkanya, tetapi mungkin sekali berkisar antara 2 sampai 5 persen. Menurut catatan-catatan Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah, pada tahun 1878, jumlah keseluruhan penduduk di kawasan yang kini menjadi wilayah Israel/Palestina berjumlah 462.465 jiwa pada tahun 1878. Jumlah keseluruhan ini terdiri atas 403.795 jiwa (87%) umat Islam, 43.659 jiwa (10%) umat Kristen, dan 15.011 jiwa (3%) umat Yahudi (dikutip dalam Alan Dowty, Israel/Palestine, Cambridge: Polity, 2008, hlm. 13). Baca juga Mark Tessler, A History of the Israeli–Palestinian Conflict (Bloomington, IN: Indiana University Press, 1994), hlmn. 43 dan 124.{{sfn|Mendel|2014|p=188}}}}
 
Pemerintah Turki OsmanliUtsmaniyah di [[Istambul]] mulai memberlakukan pembatasan-pembatasan terhadap imigrasi orang Yahudi ke Palestina menjelang akhir tahun 1882 setelah menyaksikan [[Aliyah Pertama]] yang berawal pada permulaan tahun itu.{{sfn|Friedman|1997|pp=39–40}} Meskipun imigrasi orang Yahudi sedikit banyak menimbulkan ketegangan dengan populasi lokal Palestina, terutama dengan golongan saudagar dan [[Ayan Utsmaniyah|pemuka masyarakat]], pada tahun 1901, [[Gerbang Agung]] (pemerintah pusat Turki OsmanliUtsmaniyah) memberi orang Yahudi hak yang sama dengan orang Arab untuk membeli tanah di Palestina, dan persentase orang Yahudi dari jumlah populasi Palestina pun meningkat menjadi 7% pada tahun 1914.{{sfn|Tessler|2009|p=144}} Pada waktu yang sama, seiring kian meningkatnya rasa tidak percaya terhadap [[Aliyah Kedua]] dan [[Turki Muda|Kaum Muda Turki]], yakni kaum nasionalis Turki yang telah [[Revolusi Turki Muda|berhasil menguasai pemerintahan Turki OsmanliUtsmaniyah]] pada tahun 1908, gerakan [[nasionalisme Arab]] serta [[nasionalisme Palestina]] pun semakin bertumbuh, dan semangat anti-Sionisme menjadi unsur pemersatu di Palestina.{{sfn|Tessler|2009|p=144}}{{sfn|Neff|1995|pp=159–164}} Para sejarawan tidak tahu apakah kekuatan-kekuatan penggerak ini pada akhirnya akan tetap menimbulkan konflik andaikata Deklarasi Balfour tidak pernah ada.{{efn|group=lower-roman|Schneer mengemukakan bahwa: "Deklarasi Balfour tidak dengan sendirinya merupakan sumber masalah di sebuah negeri yang sebelumnya kurang lebih damai, tetapi Deklarasi Balfour juga bukanlah sekadar papan penunjuk arah belaka di sebuah jalan yang tak bersimpang menuju jurang. Tak seorang pun dapat menduga jalan sejarah Palestina andaikata Deklarasi Balfour tidak pernah ada. Apa yang sudah terjadi adalah akibat dari adanya kekuatan-kekuatan dan faktor-faktor yang sama sekali tidak terduga."{{sfn|Schneer|2010|p=14}}}}
 
=== Perang Dunia I ===
Baris 72:
 
==== 1914–1916: Diskusi-diskusi pendahuluan antara pemerintah Inggris dan kaum Sionis ====
Pada bulan Juli 1914, meletus perang di Eropa antara kubu [[Entente Tiga]] (Inggris, Prancis, [[Kekaisaran Rusia|Rusia]]) dan kubu [[Blok Sentral|Kekaisaran Sentral]] (Jerman, Austria-Hongaria, [[Kesultanan Utsmaniyah|Turki OsmanliUtsmaniyah]]).{{sfn|Schneer|2010|p=32}}
 
[[Kabinet Britania Raya|Kabinet pemerintahan Inggris]] pertama kali membahas Palestina dalam rapat tanggal 9 November 1914, empat hari sesudah Inggris memaklumkan perang terhadap Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah. Wilayah Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah ketika itu mencakup pula [[Kemutasarifan Yerusalem|Mutasarifat Yerusalem]], yakni daerah yang kerap disebut Palestina.{{sfn|Büssow|2011|p=5}} Dalam rapat tersebut, [[Daftar Menteri Keuangan Britania Raya|Menteri Keuangan Inggris]] [[David Lloyd George]] "mengungkit perihal akhir takdir Palestina".{{sfn|Reid|2011|p=115}} David Lloyd George adalah pemilik firma hukum Lloyd George, Roberts and Co, yang sudah sejak satu dasawarsa sebelumnya menjalin hubungan kerja sama dengan [[Federasi Zionis Britania Raya dan Irlandia|Federasi Sionis Britania Raya dan Irlandia]] dalam penyusunan [[Program Uganda Britania|Rancangan Uganda]].{{sfn|Defries|2014|p=44}} David Lloyd George menjadi Perdana Menteri Inggris pada waktu pencanangan Deklarasi Balfour, dan menjadi pejabat yang bertanggung jawab atas terbitnya deklarasi tersebut.{{sfn|Lewis|2009|pp=115–119}}
 
[[Berkas:Future of Palestine Herbert Samuel memorandum 1915 CAB 37 123 43.jpg|jmpl|kiri|''[[Masa Depan Palestina]]'', memorandum kabinet dari Herbert Samuel, sebagaimana tercantum dalam risalah rapat kabinet pemerintahan Inggris (CAB 37/123/43), per 21 Januari 1915]]
Baris 108:
| annotations=
}}
Menjelang akhir tahun 1915, [[Daftar diplomat Britania Raya untuk Mesir|Komisaris Tinggi Inggris untuk Mesir]], [[Henry McMahon (diplomat)|Henry McMahon]], [[Korespondensi McMahon–Hussein|bersurat-suratan sebanyak sepuluh kali]] dengan [[Syarif Husain|Syarif Mekah, Husain bin Ali Alhasyimi]]. Melalui surat-suratnya Henry McMahon berjanji kepada Husain bin Ali Alhasyimi untuk mengakui kemerdekaan bangsa Arab "di dalam wilayah dengan tapal-tapal batas yang diusulkan Syarif Mekah" sebagai imbalan atas kesediaan Husain bin Ali Alhasyimi untuk mengobarkan pemberontakan melawan Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah. Kawasan yang dikecualikan dari wilayah yang dijanjikan tersebut adalah "sebagian wilayah [[Suriah]]" yang terletak di sebelah barat "Distrik Damsyik, Distrik [[Homs|Hums]], Distrik [[Hamat|Hamah]], dan Distrik [[Aleppo|Halab]]".{{sfn|Huneidi|2001|p=65}}{{efn|group=qt|Baca [[:File:McMahon–Hussein Letter 25 October 1915.jpg|isi surat asli tertanggal 25 Oktober 1915 di sini]]. [[George Antonius]] – orang pertama yang menerbitkan surat-surat tersebut secara utuh – menyebut surat ini sebagai "surat terpenting di antara semua surat yang dialamatkan Henry McMahon kepada Syarif Mekah, dan dapat dianggap sebagai dokumen internasional terpenting dalam sejarah pergerakan nasional Arab... masih dirujuk sebagai bukti utama yang melandasi dakwaan bangsa Arab bahwa Inggris telah mencederai janjinya kepada mereka."{{sfn|Antonius|1938|p=169}}}} Selama beberapa dasawarsa pasca-Perang Dunia I, ruang lingkup kawasan pesisir yang dikecualikan ini menjadi pokok perdebatan sengit{{sfn|Huneidi|2001|pp=65–70}} karena Palestina terletak di sebelah barat daya [[Damsyik]] dan tidak disebutkan secara gamblang.{{sfn|Huneidi|2001|p=65}}
 
[[Pemberontakan Arab|Bangsa Arab bangkit memberontak]] melawan Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah pada tanggal 5 Juni 1916,{{sfn|Kattan|2009|p=103}} dengan berpegang pada mufakat ''quid pro quo'' yang dicapai lewat hubungan surat-menyurat antara Henry McMahon dan Husain bin Ali Alhasyimi.{{sfn|Kattan|2009|p=101}} Meskipun demikian, kurang dari tiga pekan sebelum pemberontakan meletus, pemerintah Inggris, pemerintah Prancis, dan pemerintah Rusia [[traktat rahasia|diam-diam telah menyepakati]] [[Persetujuan Sykes–Picot]], yang kemudian hari disebut Arthur Balfour sebagai "metode yang sepenuhnya baru" untuk memecah-belah kawasan Timur Tengah, manakala kesepakatan tahun 1915 "tampaknya sudah lekang dari ingatan orang".{{efn|group=qt|Dalam memo yang ia keluarkan pada bulan Agustus 1919, Arthur Balfour mengemukakan bahwa, "pada tahun 1915, Syarif Mekahlah yang dipercaya untuk menetapkan tapal-tapal batas, dan tidak ada batasan apa pun yang diberlakukan atas kebebasannya untuk mengambil keputusan dalam urusan ini, selain dari beberapa rancangan yang bertujuan melindungi kepentingan-kepentingan Prancis di Suriah Barat dan Kilikia. Pada tahun 1916, semuanya ini tampaknya sudah lekang dari ingatan orang. Persetujuan Sykes–Picot tidak menyebut-menyebut Syarif Mekah, dan sejauh berkaitan dengan lima dokumen kita, sudah tidak terdengar lagi kabar tentang dirinya semenjak saat itu. Sebuah metode yang sepenuhnya baru diadopsi oleh Prancis dan Inggris, yang bersama-sama merumuskan rancangan-rancangan ala kadarnya dari wilayah tersebut dalam Persetujuan Sykes–Picot, yakni rancangan-rancangan yang sampai sejauh ini tidak diterima secara gamblang maupun diganti secara gamblang oleh negara-negara Blok Sekutu dan negara-negara mitranya."<ref name="Balfour1919" />}}
 
Kesepakatan antara Inggris dan Prancis ini dirundingkan pada akhir tahun 1915 dan awal tahun 1916 antara Sir [[Mark Sykes]] dan [[François Georges-Picot]]. Pokok-pokok kesepakatan utama masih berbentuk draf dalam memorandum bersama yang diterbitkan pada tanggal 5 Januari 1916.{{sfn|Kedourie|2013|p=66}}{{sfn|Dockrill|Lowe|2002|pp=539–543, isi memorandum bersama selengkapnya}} Mark Sykes adalah [[Kingston upon Hull Tengah (daerah pemilihan anggota parlemen Britania Raya)|anggota Parlemen Inggris]] dari Partai Konservatif yang berhasil menduduki posisi yang cukup berpengaruh terhadap kebijakan Inggris terkait Timur Tengah, mulai sejak diangkat menjadi anggota [[Komite De Bunsen|Panitia De Bunsen]] dan menggagas pembentukan [[Biro Arab]] pada tahun 1915.{{sfn|Ulrichsen|Ulrichsen|2014|pp=155–156}} François Georges-Picot adalah diplomat Prancis yang pernah menjadi [[Konsul|konsul jenderal]] di Beirut.{{sfn|Ulrichsen|Ulrichsen|2014|pp=155–156}} Isi kesepakatan mereka adalah penetapan batas-batas ruang lingkup pengaruh dan kekuasaan di Asia Barat yang diusulkan untuk dibentuk andaikata Entente Tiga berhasil mengalahkan Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah dalam Perang Dunia I.{{sfn|Schneer|2010|pp=75–86}}<ref name="Khouri">{{harvnb|Khouri|1985|pp=8–10}}</ref> Sejumlah besar kawasan yang didiami bangsa Arab dibagi-bagi menjadi bakal wilayah administratif Inggris dan bakal wilayah administratif Perancis. Palestina diusulkan untuk dijadikan wilayah internasional,{{sfn|Schneer|2010|pp=75–86}}<ref name="Khouri" /> dengan bentuk administrasi pemerintahan yang akan ditetapkan sesudah berkonsultasi dengan Rusia dan Husain bin Ali Alhasyimi.{{sfn|Schneer|2010|pp=75–86}} Draf bulan Januari ini mengetengahkan kepentingan-kepentingan umat Kristen maupun umat Islam, dan menyebutkan pula bahwa "anggota-anggota komunitas Yahudi di seluruh dunia memiliki keprihatinan yang sungguh-sungguh dan sentimental terhadap masa depan negeri itu."{{sfn|Dockrill|Lowe|2002|pp=539–543, isi memorandum bersama selengkapnya}}{{sfn|Kedourie|2013|p=81}}{{efn|group=qt|Sykes telah membincangkan urusan ini dengan Picot. Ia mengusulkan pembentukan sebuah negara kesultanan bangsa Arab di Palestina di bawah naungan Prancis dan Inggris. Ia mendapat teguran resmi dari Grey, Buchanan harus memberitahu Sykes 'untuk melupakan bahwa memorandum kabinet Tuan Samuel ada menyinggung mengenai wilayah protektorat Inggris dan saya sampaikan kepada Tuan Samuel waktu itu bahwa wilayah protektorat Inggris memang hal yang mustahil terwujud dan Sir M. Sykes mestinya tidak menyinggungnya tanpa menjelaskan kemustahilannya'.{{sfn|Lieshout|2016|p= 196}}}}
 
Sebelum memorandum bersama ini diterbitkan, belum ada negosiasi aktif dengan kaum Sionis, tetapi Mark Sykes sudah menginsafi keberadaan Sionisme, dan berhubungan baik dengan [[Moses Gaster]] – mantan Presiden Federasi Sionis Inggris{{sfn|Halpern|1987|pp=48, 133}} – dan boleh jadi sudah pernah membaca memorandum kabinet tahun 1915 yang disusun oleh Herbert Samuel.{{sfn|Kedourie|2013|p=81}}{{sfn|Rosen|1988|p=61}} Pada tanggal 3 Maret, ketika Mark Sykes dan François Georges-Picot masih berada di Petrograd, [[Lucien Wolf]], sekretaris Panitia Gabungan untuk Luar Negeri (panitia bentukan organisasi-organisasi Yahudi untuk memperjuangkan kepentingan orang Yahudi di luar negeri), mengajukan draf pernyataan jaminan kepada Kementerian Luar Negeri Inggris. Pernyataan jaminan ini disiapkan agar sewaktu-waktu dapat diterbitkan Blok Sekutu untuk mendukung aspirasi-aspirasi orang Yahudi. Isi draf tersebut adalah sebagai berikut:
Baris 129:
 
==== 1916–1917: Perubahan di lingkungan pemerintahan Inggris ====
Dari sudut pandang politik Inggris, Deklarasi Balfour lahir lantaran [[Kementerian koalisi Asquith|Perdana Menteri Herbert Henry Asquith beserta kabinetnya]] digantikan oleh [[Kementerian Lloyd George|Perdana Menteri Lloyd George beserta kabinetnya]] pada bulan Desember 1916. Sekalipun Herbert Henry Asquith dan Lloyd George sama-sama berasal dari [[Partai Liberal (Britania Raya)|Partai Liberal]] dan sama-sama membentuk kabinet [[pemerintahan koalisi|pemerintahan koalisi di masa perang]], Lloyd George dan menteri luar negerinya, Arthur Balfour, ingin agar wilayah Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah dipecah-belah seusai perang, sementara Herbert Henry Asquith dan menteri luar negerinya, [[Edward Grey, 1st Viscount Grey of Fallodon|Sir Edward Grey]], ingin agar Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah cukup direformasi saja.{{sfn|Gutwein|2016|pp=117–152}}{{sfn|Mathew|2013|pp=231–250}}
 
Dua hari sesudah menjabat, Lloyd George menyampaikan kepada [[Sir William Robertson, 1st Baronet|Jenderal Robertson]], [[Kepala Staf Umum (Britania Raya)|Kepala Staf Angkatan Bersenjata Kekaisaran Inggris]], bahwa ia menginginkan kemenangan besar, lebih bagus lagi kalau [[Yerusalem]] juga dapat direbut, demi menciptakan kesan yang mampu memukau opini publik Inggris.{{sfn| Woodward | 1998 | pp=119–120}} Lloyd George lantas bergegas menggelar rapat kabinet perang guna merencanakan "kampanye militer lebih lanjut ke dalam wilayah Palestina begitu Al Arisy berhasil diamankan."{{sfn| Woodfin|2012 | pp=47–49}} Tekanan dari Lloyd George terhadap Jenderal Robertson yang bersikap ragu-ragu menghasilkan perebutan daerah [[Semenanjung Sinai|Sinai]] yang selanjutnya disatukan kembali dengan wilayah [[Kewalirajaan Mesir|Mesir, jajahan Inggris]]. Dengan [[Pertempuran Magdhaba|merebut Al Arisy]] pada bulan Desember 1916 dan [[Pertempuran Rafa|Rafah]] pada bulan Januari 1917, pasukan Inggris akhirnya sampai di tapal batas selatan wilayah Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah.{{sfn| Woodfin|2012 | pp=47–49}} [[Kebuntuan di Palestina Selatan|Situasi buntu di kawasan selatan Palestina]] bermula setelah pasukan Inggris dua kali gagal [[Pertempuran Gaza Kedua|merebut Gaza]] antara tanggal 26 Maret sampai tanggal 19 April.{{sfn|Grainger|2006|pp=81–108}} Kegiatan [[Kampanye Sinai dan Palestina|kampanye militer di Sinai dan Palestina]] tertahan untuk sementara waktu, dan pasukan Inggris baru dapat bergerak memasuki wilayah Palestina pada tanggal 31 Oktober 1917.{{sfn|Grainger|2006|pp=109–114}}
 
==== 1917: Negosiasi resmi Inggris dengan kaum Sionis ====
Baris 146:
Arthur Balfour melangsungkan pertemuan dengan Chaim Weizmann di kantor Kementerian Luar Negeri Inggris pada tanggal 22 Maret 1917. Dua hari kemudian, Chaim Weizmann mengungkapkan bahwa pertemuan tersebut adalah "kali pertama saya berbincang secara mendalam dengan beliau".{{sfn|Schneer|2010|p=209}} Dalam pertemuan ini, Chaim Weizmann mengemukakan bahwa kaum Sionis lebih suka jika Palestina dijadikan wilayah protektorat Inggris alih-alih wilayah protektorat Amerika Serikat, wilayah protektorat Prancis, atau wilayah administrasi internasional. Arthur Balfour menyambut baik pernyataan ini, tetapi mewanti-wanti bahwa "bisa saja timbul masalah dengan Prancis dan Italia".{{sfn|Schneer|2010|p=209}}
 
Arah kebijakan Pracis sehubungan dengan Palestina pada khususnya dan [[Syam|Negeri Syam]] pada umumnya menjelang pencanangan Deklarasi Balfour mula-mula sejalan dengan butir-butir Persetujuan Sykes-Picot, tetapi mulai simpang siur sejak tanggal 23 November 1915 setelah Prancis mengendus adanya pembicaraan antara Inggris dan Syarif Mekah.{{sfn|Brecher|1993|pp=642–643}} Sebelum tahun 1917, hanya Inggris yang bertempur di tapal batas selatan Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah, mengingat [[Sejarah Mesir di bawah kekuasaan Inggris|Mesir jajahan Inggris]] memang berbatasan langsung dengan wilayah Kekaisaran Turki OsmanliUtsmaniyah, lagipula Prancis masih disibukkan oleh pertempuran Front Barat yang berlangsung di negaranya.{{sfn|Grainger|2006|p=66}}{{sfn|Wavell|1968|pp=90–91}} Italia, yang mulai melibatkan diri dalam Perang Dunia I sesudah menandatangani [[Perjanjian London (1915)|Perjanjian London]] pada bulan April 1915, baru ikut turun tangan di Timur Tengah sesudah mencapai [[Perjanjian Saint-Jean-de-Maurienne|kesepakatan dengan Prancis dan Inggris dalam konferensi yang diselenggarakan di Saint-Jean-de-Maurienne]] pada bulan April 1917. Dalam konferensi ini, Lloyd George mengemukakan gagasan menjadikan Palestina sebagai negara protektorat Inggris , tetapi gagasan ini "ditanggapi dengan sangat dingin" oleh Prancis maupun Italia.{{sfn|Lieshout|2016|p=281}}{{sfn|Grainger|2006|p=65}}{{efn|group=qt|Setelah meninjau kembali konferensi ini pada tanggal 25 April, kabinet perang "cenderung berpandangan bahwa cepat atau lambat Persetujuan Sykes-Picot mesti dikaji ulang... Tidak ada tindakan apapun yang sekarang harus diambil sehubungan dengan hal ini".{{sfn|Lieshout|2016|p=281}}}} Pada bulan Mei dan Juni 1917, Prancis dan Italia menurunkan [[Detasemen|detasemen-detasemennya]] untuk membantu Inggris yang sedang giat memperbesar kekuatan tempurnya dalam rangka mempersiapkan diri untuk menyerang Palestina sekali lagi.{{sfn|Grainger|2006|p=66}}{{sfn|Wavell|1968|pp=90–91}}
 
Pada awal bulan April, Mark Sykes dan François Georges-Picot sekali lagi ditunjuk menjadi negosiator utama. Kali ini keduanya diutus ke Timur Tengah selama sebulan penuh untuk melakukan pembicaraan-pembicaraan lebih lanjut dengan Syarif Mekah dan pemimpin-pemimpin Arab lainnya.{{sfn|Schneer|2010|pp=227–236}}{{efn|Sykes selaku ''Kepala Pejabat Politik untuk Pasukan Ekspedisioner Mesir'' dan Picot selaku ''Haut-Commissaire Français pour Les Territoires Occupés en Palestine et en Syrie'' (Komisaris Tinggi untuk [bakal] Wilayah-Wilayah Pendudukan di Palestina dan Suriah), masing-masing menerima surat tugas mereka pada tanggal 3 April dan 2 April.{{sfn|Laurens|1999|p=305}}{{sfn|Lieshout|2016|p=203}} Rencananya Sykes dan Picot akan tiba di Timur Tengah pada akhir bulan April, dan melanjutkan pembicaraan sampai akhir bulan Mei.{{sfn|Schneer|2010|pp=227–236}}}} Pada tanggal 3 April 1917, Mark Sykes menemui Lloyd George, Lord Curzon, dan Maurice Hankey untuk menerima surat tugas sehubungan dengan misi yang diembannya, yakni berusaha agar Prancis tidak menarik dukungannya sekaligus berusaha agar "tidak mencelakai pergerakan kaum Sionis maupun peluangnya untuk berkembang di bawah pengayoman Inggris , tidak membuat janji politik apapun dengan orang Arab, khususnya janji politik yang berkaitan dengan Palestina".{{sfn|Lieshout|2016|p=203}} Sebelum bertolak ke Timur Tengah, François Georges-Picot, melalui Mark Sykes, mengundang Nahum Sokolow ke Paris untuk menatar para pejabat pemerintah Prancis agar paham akan Sionisme.{{sfn|Schneer|2010|p=210}} Mark Sykes, yang sudah melapangkan jalan lewat surat-menyurat dengan François Georges-Picot,{{sfn|Schneer|2010|p=211}} tiba beberapa hari sesudah Nahum Sokolow sampai ke Paris. Sebelum Mark Sykes tiba, Nahum Sokolow telah menemui François Georges-Picot dan pejabat-pejabat pemerintah Prancis lainnya, dan berhasil meyakinkan Kementerian Luar Negeri Prancis untuk menerima, sebagai bahan kajian, sebuah pernyataan sasaran-sasaran kaum Sionis "sehubungan dengan kumudahan-kemudahan kolonisasi, otonomi komunal, hak-hak berbahasa, dan pembentukan sebuah badan usaha Yahudi berpiagam pemerintah."{{sfn|Schneer|2010|p=212}} Mark Sykes melanjutkan perjalanannya ke Italia dan melangsungkan pertemuan dengan Duta Besar Inggris maupun wakil pemerintah Inggris di Vatikan untuk sekali lagi melapangkan jalan bagi Nahum Sokolow.{{sfn|Schneer|2010|p=214}}