Negara Sumatera Selatan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wiz Qyurei (bicara | kontrib) Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Wiz Qyurei (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 30:
'''Negara Sumatra Selatan''' adalah sebuah wilayah bentukan [[Belanda]] pada tanggal [[30 Agustus]] [[1948]].<ref>Ensiklopedi Umum, Penerbit Kanisius, Edisi Kedua dengan EYD, 1977, hal.412, ISBN 978-979-413-522-8</ref><ref>[http://www.worldstatesmen.org/Indonesia_states_1946-1950.html#Sumatra-Selatan Indonesian States 1946-1950 ]</ref> yang daerahnya meliputi [[Sumatra Selatan]] sekarang, [[Bengkulu]], [[Lampung]], dan [[Kepulauan Bangka Belitung]].
Pada masa itu, setelah [[Belanda]] kembali ke [[Indonesia]] berkembang dua pemikiran bentuk kenegaraan yaitu bentuk [[negara kesatuan]] dan bentuk [[negara federasi]]. Republik Indonesia menginginkan bentuk negara kesatuan sedangkan Belanda menghendaki bentuk negara federasi. Perselisihan antara kedua negara itu mulai menemukan persamaan persepsi sejak [[persetujuan Linggarjati]] di paraf pada tanggal [[15
Sistem federal memberikan kesempatan kepada daerah-daerah yang berbeda-beda itu untuk mengatur diri sendiri tanpa harus tunduk kepada pemerintah pusat yang cenderung mengatur secara [[nasional]] dengan mengabaikan ciri-ciri khas yang ada di berbagai daerah. Akan tetapi, sejarah telah menunjukan bahwa negara federal telah digunakan oleh penguasa pemerintah kolonial Belanda untuk memecahbelah rakyat Indonesia. Karena Belanda tidak mampu membubarkan Republik Indonesia dan mengalahkan kekuatan militernya maka Belanda membentuk sejumlah negara bagian yang akan bergabung menjadi negara federal untuk mengalahkan Indonesia (Rauf, 1998: 2).
Dalam peraturan tata Negara Sumatra Selatan, wilayah yang termasuk dalam NSS adalah wilayah dalam keputusan pemerintah tanggal [[30 Agustus]] [[1948]] nomor 4 (staadsblad nomor 204) yaitu wilayah Sumatra Selatan. Ibu kota negara adalah Palembang, bahasa resmi adalah bahasa Indonesia. Menurut Kahin, meskipun Sumatra Selatan mempunyai status negara bagian selama delapan bulan keadaan wilayahnya hanya meliputi Karesidenan Palembang, kira-kira seperempat wilayah Sumatra Selatan (Kahin, 1995: 485). Sementara itu Abdul Malik selaku Wali Negara mengatakan ada beberapa daerah yang akan dimasukan secara sukarela ke dalam wilayah NSS, wilayah itu adalah daerah-daerah di [[Palembang]], [[Bengkulu]] dan [[Jambi]]. Walaupun wilayah ini tidak sepenuhnya meliputi daerah-daerah di Sumatra Selatan tetapi hal ini cukup mewakili daerah Sumatra Selatan. Penduduk daerah-daerah ini secara budaya terikat dengan Sumatra Selatan dan melalui ungkapan secara bebas dan demokratis menyatakan harapan untuk bergabung dengan NSS. Dengan demikian semua orang yang berada di wilayah negara memiliki hak dan perlindungan yang sama.
Meskipun NSS berdiri dan mendapat sambutan terutama dari kalangan federalis, namun sesungguhnya dukungan rakyat terhadap negara federal ini sangat lemah. Hal ini tampak jelas hampir semua negara federal di Indonesia tidak berkembang, setelah [[Republik Indonesia Serikat]] (RIS) terbentuk tanggal [[27 Desember]] [[1949]]. Bentuk negara federal hasil persetujuan konferensi Meja Bundar itu pada dasarnya bukan bentuk yang berakar kepada kehendak penduduk. Negara Sumatra Selatan berakhir tanggal [[18 Maret]] [[1950]], umur negara ini hanya 17 bulan. Pada masa NSS berdiri keadaan daerah Palembang masih diliputi dengan suasana yang tidak aman, proses politik dijalankan secara paksa. Kondisi sosial dan ekonomi daerah Sumatra Selatan pada
== Peran Palembang Sebagai Ibu Kota Negara Sumatra Selatan ==
|