Takdir dalam Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Membalikkan revisi 17088986 oleh Merdeka170845 (bicara): ensiklopedia bukan buat publikasi misteri
Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 30:
Kesadaran manusia untuk [[beragama]] merupakan kesadaran akan kelemahan dirinya. Terkait dengan fenomena takdir, maka wujud kelemahan manusia itu ialah ketidaktahuannya akan takdirnya. Manusia tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi. Kemampuan berfikirnya memang dapat membawa dirinya kepada perhitungan, proyeksi dan perencanaan yang canggih. Namun setelah diusahakan realisasinya tidak selalu sesuai dengan keinginannya. Manuisa hanya tahu takdirnya setelah terjadi.
 
Oleh sebab itu sekiranya manusia menginginkan perubahan kondisi dalam menjalani hidup di dunia ini, diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk mengubahnya. Usaha perubahan yang dilakukan oleh manusia itu, kalau berhasil seperti yang diinginkannya maka Allah melarangnya untuk menepuk dada sebagai hasil karyanya sendiri. Bahkan sekiranya usahanya itu dinilainya gagal dan bahkan manusia itu sedih bermuram durja menganggap dirinya sumber kegagalan, maka Allah juga menganggap hal itu sebagai kesombongan yang dilarang juga (Al Hadiid 57:23). Ibarat sebuah sistem, takdir adalah output, usaha adalah proses (syaratnya mengikuti Sunnatullah/hukum Alam buatan Allah), inputnya adalah manusia dengan variabel yang dibutuhkan misalnya : ilmu, berjama'ah(team working), harta dst.
 
Kesimpulannya, karena manusia itu lemah (antara lain tidak tahu akan takdirnya) maka diwajibkan untuk '''berusaha''' secara bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu [[ibadat|beribadah kepada Allah]]. Dalam menjalani hidupnya, manusia diberikan pegangan hidup berupa wahyu Allah yaitu Al Quran dan Al Hadits untuk ditaati.