Aksara Lontara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ok
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 7:
|type = Abugida
|time = Abad 17 hingga sekarang
|languages = [[Bahasa Bugis|Bugis]], [[Bahasa Makassar|Makassar]], [[Bahasa Mandar|Mandar]], [[Bahasa Ende|Bima]] (dengan modifikasi), [[Bahasa Ende|Ende]] (dengan modifikasi)
|fam1={{hipotesis abjad aram-brahmi}}
|fam2=[[Aksara Pallawa]]
Baris 18:
}}
 
'''Aksara Lontara''', juga dikenal sebagai '''aksara Bugis''', '''aksara Bugis-Makassar''', atau '''aksara Lontara Baru''' adalah salah satu [[aksara]] tradisional Indonesia yang berkembang di [[Sulawesi Selatan]]. Aksara ini terutama digunakan untuk menulis bahasa [[Bahasa Bugis|Bugis]] dan [[Bahasa Makassar|Makassar]], namun dalam pekembangannya juga digunakan di wilayah lain yang mendapat pengaruh Bugis-Makassar seperti [[Bahasa Bima|Bima]] di [[Pulau Sumbawa|Sumbawa]] timur dan [[Bahasa Ende|Ende]] di [[Pulau Flores|Flores]] dengan tambahan atau modifikasi.{{sfn|Tol|1996|pp=213, 216}} Aksara ini merupakan turunan dari [[aksara Brahmi]] India melalui perantara aksara Kawi.{{sfn|Macknight|2016|p=57}} Aksara Lontara aktif digunakan sebagai tulisan sehari-hari maupun sastra Sulawesi Selatan setidaknya sejak abad 16 M hingga awal abad 20 M sebelum fungsinya berangsur-angsur tergantikan dengan huruf Latin. Aksara ini masih diajarkan di Sulawesi Selatan sebagai bagian dari muatan lokal, namun dengan penerapan yang terbatas dalam kehidupan sehari-hari.
 
Aksara Lontara adalah sistem tulisan [[abugida]] yang terdiri dari 23 aksara dasar. Seperti aksara [[Brahmi]] lainnya, setiap konsonan merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren /a/ yang dapat diubah dengan pemberian diakritik tertentu. Arah penulisan aksara Lontara adalah kiri ke kanan. Secara tradisional aksara ini ditulis tanpa spasi antarkata (''[[scriptio continua]]'') dengan [[tanda baca]] yang minimal. Suku kata mati, atau suku kata yang diakhiri dengan konsonan, tidak ditulis dalam aksara Lontara, sehingga teks Lontara secara inheren dapat memiliki banyak kerancuan kata yang hanya dapat dibedakan dengan konteks.