Majapahit: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
1. Revisi penulisan Majapahit dalam aksara Jawa. ꦤꦒꦫꦶꦏꦫꦗꦤ꧀ꦩꦗꦥꦻꦠ꧀ kurang akurat karena secara ejaan adalah Ma-ja-peyt, sedangkan seharusnya ꦤꦒꦫꦶꦠꦺꦴꦤ꧀ꦩꦗꦥꦲꦶꦠ꧀ Ma-ja-pa-(h)it // 2. Penghapusan kolom nama Majapahit di bahasa Hindi (Hindi bukan common language di Asia Tenggara dan tidak memiliki relasi signifikan dalam budaya Majapahit, serta kurangnya referensi dari sumber berbahasa Hindi di era Majapahit yang menyebutkan Majapahit) // 3. Typo dari suntingan sebelumnya
→‎Ekonomi: Tambah informasi dan referensi
Baris 299:
Majapahit merupakan negara [[agraris]] dan sekaligus negara [[perdagangan]].<ref name="Ricklefs_56"/> Pajak dan denda dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada masa kerajaan [[Medang]] yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak. Sekitar tahun 1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang "kepeng" yaitu keping uang tembaga impor dari China. Pada November 2008 sekitar 10.388 keping koin China kuno seberat sekitar 40 kilogram digali dari halaman belakang seorang penduduk di [[Sidoarjo]]. Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa koin tersebut berasal dari era Majapahit.<ref>{{cite web | title = Uang Kuno Temuan Rohimin Peninggalan Majapahit | url = http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/24/17571290/uang.kuno.temuan.rohimin.peninggalan.majapahit. | month = November | year = 2008 }}</ref> Alasan penggunaan uang logam atau koin asing ini tidak disebutkan dalam catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli menduga bahwa dengan semakin kompleksnya ekonomi Jawa, maka diperlukan uang pecahan kecil atau uang receh dalam sistem [[mata uang]] Majapahit agar dapat digunakan dalam aktivitas ekonomi sehari-hari di pasar Majapahit. Peran ini tidak cocok dan tidak dapat dipenuhi oleh uang emas dan perak yang mahal.<ref name="Millet_107">{{cite book | last =Millet | first =Didier| title =Indonesian Heritage Series: Ancient History | publisher =Archipelago Press | date =Hardcover edition&nbsp;— August 2003 | location =Singapore 169641| pages =107 | url = | doi = | isbn = 981-3018-26-7 | editor= John Miksic }}</ref>
 
''Tau-I Chi'', yang ditulis sekitar 1350 M, menyebutkan tentang kekayaan dan kemakmuran Jawa pada masa itu:<blockquote>"Ladang-ladang di Jawa kaya dan tanahnya rata dan berair baik, maka dari itu gandum dan beras berlimpah, dua kali lipat di negara lain. Orang-orang tidak mencuri, dan apa yang dijatuhkan di jalan tidak diambil. Pepatah umum: "Jawa yang makmur" berarti negara ini. Pria dan wanita menutup kepala mereka dan mengenakan pakaian panjang."<ref>{{Cite journal|last=Groeneveldt|first=W.P.|date=1896|title=Supplementary jottings to the notes on the Malay Archipelago and malacca compiled from chinese surces / by W.P. Groeneveldt|url=http://www.rhinoresourcecenter.com/pdf_files/131/1314916092.pdf|journal=T'oung pao|volume=7|pages=113-134|via=}}</ref></blockquote>Beberapa gambaran mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa saat itu dikumpulkan dari berbagai data dan prasasti. Prasasti Canggu yang berangka tahun 1358 menyebutkan sebanyak 78 titik perlintasan berupa tempat perahu penyeberangan di dalam negeri ([[Mandala (sejarah Asia Tenggara)|mandala]] Jawa).<ref name="Millet 107"/> Prasasti dari masa Majapahit menyebutkan berbagai macam pekerjaan dan spesialisasi karier, mulai dari pengrajin emas dan perak, hingga penjual minuman, dan jagal atau tukang daging. Meskipun banyak di antara pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada sejak zaman sebelumnya, namun proporsi populasi yang mencari pendapatan dan bermata pencarian di luar pertanian semakin meningkat pada era Majapahit.
 
Menurut catatan [[Wang Ta-Yuan]], [[pedagang]] [[Tiongkok]], komoditas [[ekspor]] Jawa pada saat itu ialah [[lada]], [[garam]], [[kain]], dan [[burung]] [[Kakaktua]], sedangkan komoditas impornya adalah [[mutiara]], [[emas]], [[perak]], [[sutra]], [[barang keramik]], dan barang dari [[besi]]. [[Mata uang]]nya dibuat dari campuran [[perak]], [[timah putih]], [[timah hitam]], dan [[tembaga]].<ref name="SNI434">Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 434-435.</ref> Selain itu, catatan [[Odorico da Pordenone]], biarawan [[Katolik Roma]] dari [[Italia]] yang mengunjungi Jawa pada tahun [[1321]], menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan [[permata]].<ref name="SNI431">Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 431-432.</ref>
Baris 306:
 
Nagarakretagama menyebutkan bahwa kemashuran penguasa Wilwatikta telah menarik banyak pedagang asing, di antaranya pedagang dari [[India]], [[Khmer]], [[Siam]], dan [[China]]. Pajak khusus dikenakan pada orang asing terutama yang menetap semi-permanen di Jawa dan melakukan pekerjaan selain perdagangan internasional. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi pedagang dari [[India]] dan [[Tiongkok]] yang menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa.<ref name="SNI220">Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 220.</ref>
 
Selama era Majapahit, hampir semua komoditas dari Asia ditemukan di Jawa. Ini dikarenakan perdagangan laut ekstensif yang dilakukan oleh kerajaan Majapahit yang menggunakan berbagai jenis kapal, terutamanya jong, untuk berdagang ke tempat-tempat yang jauh.<ref name=":12" />{{Rp|267-293}} Ma Huan (penerjemah Cheng Ho) yang mengunjungi Jawa pada 1413, menyatakan bahwa pelabuhan di Jawa adalah memperdagangkan barang dan menawarkan layanan yang lebih banyak dan lebih lengkap daripada pelabuhan lain di Asia Tenggara.<ref name=":12" />{{Rp|241}}
 
== Struktur pemerintahan ==