Sejarah Gereja Katolik: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 79:
Ada dua langgam arsitektur gereja yang lahir pada kurun waktu ini. Langgam arsitektur yang lahir lebih dulu adalah [[Arsitektur Romanesque|langgam Romawi]], yakni gaya arsitektur yang memadukan dinding-dinding raksasa dengan pelengkung-pelengkung bundar dan langit-langit batu. Ketiadaan jendela-jendela berukuran besar diimbangi dengan lukisan-lukisan berwarna-warni pada dinding ruangan yang bertemakan kisah-kisah Alkitab dan riwayat hidup orang-orang kudus. [[Basilika Saint-Denis]] menandai kemunculan trend baru di bidang arsitektur katedral, karena dibangun menggunakan gaya [[arsitektur Gotik|arsitektur Gothik]].<ref name="Woods122">Woods, ''How the Church Built Western Civilization'' (2005), hlmn. 119–122</ref> Gaya arsitektur yang menghadirkan jendela-jendela besar serta pelengkung-pelengkung yang lancip dan tinggi ini membuat pencahayaan ruangan maupun keselarasan geometri bangunan menjadi lebih baik, dengan maksud untuk mengarahkan pikiran umat kepada Allah, "Sang Mahapengatur".<ref name="Woods122"/> Pada abad ke-12, lahir empat [[Monastisisme|tarekat kerahiban]] baru yang sebagian besar anggotanya berkiprah sebagai [[ordo militer|kesatria-kesatria militer]] dalam Perang Salib.<ref name="Norman62">Norman, ''The Roman Catholic Church'' (2007), hlm. 62</ref> Santo [[Bernardus dari Clairvaux]], rahib tarekat [[Sistersien]], sangat besar pengaruhnya terhadap tarekat-tarekat baru ini, dan memprakarsai usaha-usaha pembaharuan demi memastikan kemurnian tujuan pembentukannya.<ref name="Norman62"/> Berkat pengaruhnya yang besar, [[Paus Aleksander III]] melancarkan usaha-usaha pembaharuan yang melahirkan [[Hukum kanon Gereja Katolik|hukum kanon]].<ref name="Duffy101">Duffy, ''Saints and Sinners'' (1997), hlm. 101</ref> Pada abad berikutnya, [[Fransiskus dari Assisi|Francesco di Bernardone]] dan [[Dominikus|Domingo de Guzmán]] mendirikan [[ordo mendikan|tarekat-tarekat fakir]] baru yang menghadirkan [[Hidup bakti|cara hidup bakti]] di tengah-tengah lingkungan perkotaan.<ref name="LeGoff87">Le Goff, ''Medieval Civilization'' (1964), hlm. 87</ref>
 
Pada abad ke-12, muncul sempalan [[Katarisme]] di Languedoc, Prancis. Usaha-usaha untuk menanggulangi ajaran bidah inilah yang melahirkan lembaga inkuisisi. Setelah kaum Katar didakwa membunuh seorang [[Pierre de Castelnau|utusan paus]] pada tahun 1208, [[Paus Innosensius III|Paus Inosensius III]] melancarkan [[Perang Salib Albigensian|Perang Salib Albigenses]].<ref name="Duffy112">Duffy, ''Saints and Sinners'' (1997), hlm. 112</ref> Berbagai tindakan penyalahgunaan kewenangan yang terjadi selama berlangsungnya Perang Salib ini mendorong Paus InosensiuInosensius III untuk membentuk lembaga inkuisisi kepausan secara informal guna mencegah tindakan-tindakan pembantaian lanjutan dan memberantas sisa-sisa kaum Katar sampai ke akar-akarnya.<ref name="Vidmar144">Vidmar, ''The Catholic Church Through the Ages'' (2005), hlmn. 144–147, quote: "Perang Salib yang kelak dikenal dengan sebutan Perang Salib Albigenses ini berlangsung sampai tahun 1219. Selaku seorang ahli hukum, Paus Inosensius III mampu menyadari kenyataan bahwa Perang Salib mudah sekali lepas kendali sekaligus mampu memikirkan cara untuk membendungnya. Ia mengimbau para penguasa lokal untuk mengadopsi undang-undang anti-ahli bidah dan menghadapkan terdakwa ke mahkamah. Pada tahun 1231, lembaga kepausan mulai melancarkan inkuisisi, dan para frater ditugaskan untuk membentuk mahkamah-mahkamah investigasi."</ref><ref name="Bokenkotter132">Bokenkotter, ''A Concise History of the Catholic Church'' (2004), hlm. 132, quote: "Sebuah Perang Salib dimaklumkan terhadap kaum yang kadang-kadang disebut "Albigenses"&nbsp;...&nbsp;Dalam rangka Perang Salib inilah lahir sistem inkuisisi lembaga kepausan, yakni mahkamah khusus yang dibentuk atas ketetapan Sri Paus dan bertugas mengusut para ahli bidah. Tanggung jawab tersebut sebelumnya dipercayakan kepada para uskup lokal. Meskipun demikian, Paus Innosensius merasa perlu menanggulangi ancaman kaum Albigenses sehingga mengirim delegasi-delegasi dengan kuasa khusus yang membuat mereka lepas dari kewenangan uskup. Pada tahun 1233, Paus Gregorius IX mengubah lembaga ''ad hoc'' ini menjadi sebuah sistem permanen yang dijalankan oleh para inkuisitor, yang lazimnya dipilih dari kaum fakir Kristen, yakni anggota-anggota tarekat Dominikan dan tarekat Fransiskan yang terkenal berani, jujur, arif, dan giat."</ref> Pada masa-masa jayanya, sesudah diformalisasi [[Paus Gregorius IX]], lembaga [[inkuisisi Abad Pertengahan]] ini menghukum mati rata-rata tiga orang per tahun.<ref name="Bokenkotter132"/><ref name="Norman93">Norman, ''The Roman Catholic Church an Illustrated History'' (2007), hlm. 93</ref> Seiring waktu, aksi-aksi [[inkuisisi]] lain juga dilancarkan oleh Gereja atau penguasa sekuler untuk menindas ahli bidah, untuk menghadapi ancaman invasi [[Moor|orang Moro]], maupun untuk tujuan-tujuan politik.<ref name=christopherblack/> Para terdakwa bidah diimbau untuk mengingkari kesesatannya jika ingin terhindar dari hukuman penitensi, denda, kurungan, atau [[eksekusi pembakaran|bakar hidup-hidup]].<ref name="christopherblack">Black, ''Early Modern Italy'' (2001), hlmn. 200–202</ref><ref name="Casey">Casey, ''Early Modern Spain: A Social History'' (2002), hlmn. 229–230</ref>
 
{{Konsili Ekumenis Katolik}}