Ekonomi Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ryan Putro (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
k ←Suntingan Ryan Putro (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh HsfBot
Tag: Pengembalian
Baris 4:
|image = Jakarta Skyline Part 2.jpg
|width = 280px
|caption = Jakarta, Ibukotaibukota Ekonomiekonomi dan Politikpolitik Indonesia.
|currency = [[Rupiah]] (IDR)
|year = Tahun kalender
|organs = [[APEC]], [[ASEAN]], [[D-8]], [[G-20]], [[Iora|IORA]], [[MIKTA]], [[OPEC]], [[Regional Comprehensive Economic Partnership|RCEP]], [[World Trade Organization|WTO]]
|rank = 16 (PDB Nominalnominal) / 7 (Paritas Daya Beli /daya PPPbeli)
|gdp = {{increase}} Rp 1514.833837,94 Triliun (20192018) <ref name=2018bpsar>{{cite web|url=https://www.bpscnbcindonesia.go.idcom/pressreleasemarket/2020/02/05/175520190206140257-17-54058/ekonomi-indonesia-20192018-tumbuhcapai-5rp-02148374-persen.htmlt-ini-komposisinya}}</ref>
|growth = {{increase}} 5,0227% (20192018) <ref>https://www.bps.go.id/pressrelease/20202018/0208/0506/17551521/ekonomi-indonesia-2019triwulan-ii-2018-tumbuh-5-0227-persen.html/</ref>
|per capita = {{increase}} $43.175927/Rp 59,156 Juta (20192018)<ref>https://www.bpscnbcindonesia.go.idcom/pressreleasemarket/202020190206121724-17-54018/02/05/1755/ekonomipdb-indonesiaperkapita-2019ri-tumbuhdi-52018-02naik-persen.htmltipis-jadi-us--3927</ref>
|sectors = Pertanian: 13,7%, Industri: 40,3%, Jasa: 46% (perkiraan 2016)<ref>http://www.indexmundi.com/indonesia/gdp_composition_by_sector.html</ref>
|inflation = {{decreasePositive}} 2,57% (2019)<ref>https://www.bi.go.id/en/moneter/inflasi/data/Default.aspx</ref>
|poverty = {{decreasePositive}} 9,4166% (Maret 20192018)<ref>https://www.bps.go.id/pressrelease/2019/0701/15/16291549/persentase-penduduk-miskin-maretpada-2019september-2018-sebesar-9-4166-persen.html</ref>
|gini = {{decreasePositive}} 0,3839 (September 20192016)<ref>https://www.bps.go.id/pressreleaseBrs/2020view/01id/15/1747/gini-ratio-september-2019-tercatat-sebesar-0-380.html1280</ref>
|labor = {{increase}} 137125,9144 Jutajuta (20192016)<ref name=" Angkatan Kerja Indonesia ">{{cite web |url=httpshttp://www.bps.go.id/pressreleaseBrs/2020view/05/05id/1672/februari1230|title=Angkatan Kerja Indonesia 2016|publisher=Badan Pusat Statistik |accessdate=2017-202006--tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-4-99-persen.html06 }}</ref>
|occupations = Pertanian: 38,3%, Industri: 12,8%, Layanan: 48,9% (2010 est.)
|unemployment = {{decreasePositive}} 45,9961% (Februari 20202016)<ref>https://www.bps.go.id/pressreleaseBrs/2020view/05id/05/1672/februari-2020--tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-4-99-persen.html1230</ref>
|industries = Minyak dan gas alam, [[Industri tekstil di Indonesia|tekstil]], pakaian, sepatu, pertambangan, semen, pupuk kimia, kayu lapis, karet, makanan, pariwisata
|edbr = {{increase}} 73 (2019)91 <ref name=" World Bank and International Financial Corporation ">{{cite web |url=httpshttp://tradingeconomicswww.comdoingbusiness.org/indonesiadata/ease-exploreeconomies/indonesia |title=Ease of-doing-business Doing Business in Indonesia |publisher=Doingbusiness.org |accessdate=20202017-0506-3106 }}</ref>
|exports = {{decrease}} $144,43 miliar (2016)<ref name=eks-im>{{cite web|url=http://www.beritasatu.com/makro/409556-meski-eksporimpor-turun-neraca-perdagangan-2016-surplus-us-878-m.html|title=ekspor-imporIndonesia|publisher=Beritasatu.com|date=|accessdate=2017-06-06}}</ref>
|export-goods = minyak dan gas, alat listrik, kayu lapis, tekstil, karet
Baris 39:
*[[ASEAN]] US$ 25,09 Miliar
*[[Uni Eropa]] US$ 10,65 Miliar
|reserves = {{increase}} $127116,94 miliar (per Mei 20202016)<ref>httpshttp://tradingeconomicsbisniskeuangan.kompas.com/indonesiaread/foreign-exchange-reserves2017/01/09/164840626/cadangan.devisa.indonesia.akhir.2016.capai.116.4.miliar.dollar.as</ref>
|FDI = $292.8 Miliar <ref>{{cite web|title=COUNTRY COMPARISON :: STOCK OF DIRECT FOREIGN INVESTMENT – AT HOME|url=https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/rankorder/2198rank.html|publisher=The World Factbook|accessdate=06 Juni 2017}}</ref>
|gross external debt = {{decreasePositive}}Rp 3.466,96 (2016)<ref name=eks-imINA>{{cite web|url=https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3430651/utang-pemerintah-ri-sekarang-rp-3549-t|title=perbendaharaanfiskal|publisher=https://finance.detik.com/|date=|accessdate=2017-06-06}}</ref>
Baris 53:
'''Ekonomi Indonesia''' merupakan salah satu kekuatan ekonomi berkembang utama dunia yang terbesar di [[Asia Tenggara]] dan terbesar di Asia ketiga setelah China dan [[India]]. Ekonomi negara ini menempatkan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi terbesar ke-16 dunia yang artinya Indonesia juga merupakan anggota G-20. Setelah mengalami gejolak politik dan sosial yang hebat pada pertengahan 1960an di bawah Presiden [[Soekarno]], Indonesia yang dipimpin oleh Presiden [[Soeharto]] segera melakukan restrukturisasi tata kelola fiskal yang tercerai berai akibat berbagai kebijakan ekonomi yang memberatkan perimbangan neraca [[APBN]] yang ada dengan berbagai cara, dari mengadakan renegosiasi terkait pembayaran utang jatuh tempo hingga meminta [[IMF]] untuk mengasistensi pengelolaan [[fiskal]] Indonesia yang masih rapuh. Selama 2 dekade Indonesia membangkitan kembali ekonomi, ekonomi Indonesia yang ditopang dari kegiatan [[industri]] dan [[perdagangan]] berbasis [[ekspor]] menggerakkan ekonomi Indonesia masuk sebagai salah satu ''The East Asia Miracle'' pada tahun 1990an, di mana Indonesia mampu menciptakan stabilitas politik, sosial dan pertahanan-keamanan yang menjadi fondasi ekonomi yang kuat untuk menghasilkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan ditopang dari sektor industri manufaktur berbasis ekspor dan industri pengolahan sumber daya alam.
 
Alhasil, ekonomi Indonesia menjadi salah satu ekonomi yang terindustrialisasi seperti [[Jepang]], [[Korea Selatan]] dan [[Thailand]]. Meski Indonesia berhasil mencapai stabilitas polsoshankam dan industri [[manufaktur]] dan pengolahan mampu menggerakkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, ternyata keberadaan [[infrastruktur transportasi]] seperti [[jalan tol]], [[pelabuhan]], [[kereta api]] dan [[bandara]] yang ada di Indonesia tidak mampu mengejar pertumbuhan kebutuhan pasar yang ada dan perlahan, hal ini mengakibatkan munculnya kesenjangan ekonomi di antara [[Pulau Jawa]] dan Pulau di luar Jawa akibat minimnya pembangunan infrastruktur transportasi di luar pulau Jawa, mengakibatkan terjadi maraknya urbanisasi massal warga luar Pulau Jawa yang menuju Pulau Jawa memunculkan kesimpulan bahwa pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya diperuntukkan untuk Pulau Jawa sendiri. Tidak hanya itu saja, pengelolaan fiskal APBN yang mulai menunjukkan perimbangan neraca yang tidak sehat dan penegakan regulasi dan pengawasan kegiatan sektor finansial yang lemah karena minimnya kecakapan instansi untuk mengatur kegiatan sektor jasa keuangan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan pinjaman tidak bergerak (non-performing loan) yang tidak terkendali, hal ini tidak lepas juga dari peran regulator finansial yang gagal untuk menegakkan peraturan untuk memberikan pertanggungjawaban sosial perusahaan berupa edukasi keuangan kepada rakyat.
 
Hal tersebut mencapai titik klimaksnya ketika [[Krisis moneter 1998]] merebak ke berbagaikeberbagai negara di Asia, ketika jaring pengaman sistem keuangan gagal menahan epidemi krisis moneter tersebut masuk ke Indonesia, maka merebaklah krisis tersebut kesemua sektor perekonomian dan menjangkiti industri keuangan Indonesia yang akhirnya menjadi awal kejatuhan ekonomi dan segala pencapaian yang Indonesia raih yang diawali dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja massal yang berakhir dengan berbagai kerusuhan yang menuntut mundurnya Soeharto sebagai Presiden Indonesia, membuat Indonesia mau tidak mau harus meminta IMF untuk mengajukan pinjaman untuk melakukan normalisasi ekonomi Indonesia yang sudah sakit akibat harus menanggung biaya yang sangat berat akibat kegagalan jaringan sistem pengamanan keuangan Indonesia saat itu untuk mendeteksi adanya kejatuhan sistem keuangan secara sistemik dan mengantisipasi terjadinya peningkatan beban yang luar biasa, hal ini tidak lepas dari ketidakmampuan rezim Soeharto yang tidak mampu menciptakan ekonomi yang berpondasi kuat untuk mengantisipasi dan menghadapi bahaya ekonomi, ditambah lagi dengan kurang cakapnya pejabat dan sistem yang terkait untuk mengantisipasi adanya krisis moneter tersebut.
 
== Sejarah Ekonomi Indonesia ==
Baris 68:
Hal ini mencapai puncaknya ketika Krisis finansial terjadi di Asia dan merembet hingga ke [[Asia Tenggara]], termasuk Indonesia pada akhir [[1997]] dengan cepat berubah menjadi sebuah krisis ekonomi dan politik. Dengan defisit anggaran yang sudah mencapai lebih dari 60% dari PDB nasional, ditambah dengan rasio NPL (kredit macet) yang sudah mencapai 20% lebih membuat pemerintah dan institusi pengawasan kegiatan keuangan hanya bisa memperlambat dan mengurangi parahnya krisis tersebut dengan menaikkan tingkat suku bunga domestik untuk mengendalikan naiknya [[inflasi]] dan melemahnya nilai tukar rupiah, dan memperketat kebijakan fiskalnya. Pada Oktober 1997, Indonesia dan [[International Monetary Fund]] (IMF) mencapai kesepakatan tentang program reformasi ekonomi yang diarahkan pada penstabilan ekonomi makro dan penghapusan beberapa kebijakan ekonomi yang dinilai membebani anggaran negara dan berpotensi melebarkan defisit anggaran, berupa penutupan program pesawat nasional, permobilan nasional hingga subsidi ekspor komoditas. Rupiah masih belum stabil dalam jangka waktu yang cukup lama, hingga pada akhirnya Presiden Suharto terpaksa mengundurkan diri pada Mei 1998.
 
=== Pasca-SoehartoSuharto ===
[[Berkas:PDRB Provinsi di Indonesia 2016 Perbandingan dengan Negara.png|jmpl|350x350px|Perbandingan [[Daftar provinsi di Indonesia menurut PDRB tahun 2016|PDRB provinsi-provinsi di Indonesia]] dengan negara lain pada 2016]]
Di bulan Agustus 1998, Indonesia dan IMF menyetujui program pinjaman dana di bawah Presiden [[Habibie|B.J Habibie]]. Presiden [[Abdurrahman Wahid|Gus Dur]] yang terpilih sebagai presiden pada Oktober [[1999]] kemudian memperpanjang program tersebut.