Kartini: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler menghilangkan referensi [ * ]
Menolak 4 perubahan teks terakhir (oleh Risesian dan 114.5.218.48) dan mengembalikan revisi 16794398 oleh Bennylin
Baris 5:
|image = COLLECTIE TROPENMUSEUM Portret van Raden Ajeng Kartini TMnr 10018776.jpg
|image_size = 200px
|caption = Repro negatif potret Raden Ajeng Kartini (foto [[1890-an]]) f
|birth_date = {{birth date|1879|4|21|mf=y}}
|birth_place = [[Jepara]], [[Hindia Belanda]] <small>(sekarang [[Indonesia]])</small>
Baris 15:
|spouse = [[K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojoadhiningrat]]
|signature = Sign RA Kartini.png
}}
}}hohohohohoohoho
 
'''Raden Adjeng Kartini''' ({{lahirmati|[[Jepara]], [[Hindia Belanda]]|21|4|1879|[[Rembang]], [[Hindia Belanda]]|17|9|1904}}) atau sebenarnya lebih tepat disebut '''[[Raden Ayu]] Kartini'''<ref>,[[Raden Ayu]] adalah gelar untuk wanita bangsawan yang menikah dengan pria bangsawan dari keturunan generasi kedua hingga ke delapan dari seorang raja Jawa yang pernah memerintah, sedang penggunaan gelar R.A. (Raden Ajeng) hanya berlaku ketika belum menikah.</ref> adalah seorang tokoh [[suku Jawa|Jawa]] dan [[Pahlawan Nasional Indonesia]]. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan [[pribumi]].
'''ribumi]].
 
== Biografi ==
Baris 52:
Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju. Meski memiliki seorang ayah yang tergolong maju karena telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski hanya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu untuk ke sana tertutup. Kartini sangat mencintai sang ayah, namun ternyata cinta kasih terhadap sang ayah tersebut juga pada akhirnya menjadi kendala besar dalam mewujudkan cita-cita. Sang ayah dalam surat juga diungkapkan begitu mengasihi Kartini. Ia disebutkan akhirnya mengizinkan Kartini untuk belajar menjadi guru di [[Betawi]], meski sebelumnya tak mengizinkan Kartini untuk melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah kedokteran di Betawi.
 
Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi, terutama ke Eropa, memang terungkap dalam surat-suratnya. Beberapa [[Sahabat pena|sahabat penanya]] mendukung dan berupaya mewujudkan keinginan Kartini tersebut. Ketika akhirnya Kartini membatalkan keinginan yang hampir terwujud tersebut, terungkap adanya kekecewaan dari sahabat-sahabat penanya. Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasihati oleh Nyonya Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.
 
Pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah. "''...Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin...''" Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi Kartini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.
Baris 78:
Memahami utuh pikiran Kartini terlihatlah jelas betapa ia orang yang kritis dan cerdas atas kondisi sosial dan sebagai pemeluk agama yang taat dan saleh ia menghargai pengobatan alternatif yang oleh kedokteran Belanda dan Barat saat itu dianggap terbelakang, tetapi ia sekaligus menyayangkan praktik perdukunan yang seringkali mengikuti pengobatan itu. Sebagai orang muda kuswardhani terpelajar yang berkeinginan melanjutkan studi kedokteran di Betawi (tapi ayahnya melarangnya) Kartini tentu mengerti bahwa penyakit bukan disebabkan oleh arwah jahat yang bisa diusir dengan asap. Namun demikian ia bijak menghargai upaya pengobatan demikian.
-->
 
 
== Buku ==