Gedong Kirtya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k sansekerta --> sanskerta
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 2:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Gouverneur-Generaal B.C. de Jonge tijdens een bezoek aan de lontar bibliotheek van de stichting Kirtya Liefrinck-Van der Tuuk in Singaradja TMnr 60037470.jpg|jmpl|Gouverneur-General [[Bonifacius Cornelis de Jonge|B.C. de Jonge]] mengunjungi Gedong Kirtya]]
 
'''Gedong Kirtya''' disebut juga '''Museum Gedong Kirtya''' atau '''Perpustakaan Gedong Kirtya''' adalah [[perpustakaan]] lontar yang beralamat di Jalan Veteran, No. 20, [[Paket Agung, Buleleng, Buleleng|Kelurahan Paket Agung]], [[Kecamatan Buleleng]], [[Kabupaten Buleleng]], Provinsi [[Bali]]. Didirikan pada tanggal 2 Juni 1928 dan mulai dibuka untuk umum pada tanggal 14 September 1928 oleh bangsa [[Belanda]] di [[Singaraja]], [[Bali]], yang pada waktu itu berfungsi sebagai ibu kota [[Sunda kecil]]. Kata “kirtya” diusulkan oleh I Gusti Putu Djelantik, Raja Buleleng ketika itu; ''kirtya'' berakar kata "kr", menjadi "krtya", sebuah kata dari [[Bahasa Sanskerta|bahasa Sanskerta]] yang mengandung arti "usaha" atau "jerih payah". Gedung ini terletak di kompleks [[Sasana Budaya]], yang merupakan istana tua [[kerajaan Buleleng]]. Museum ini memiliki luas lahan 300 meter persegi.<ref>{{Cite web|url= https://travel.kompas.com/read/2014/02/27/1325580/Memahami.Lontar.Datanglah.ke.Museum.Gedong.Kirtya |title= Memahami Lontar, Datanglah ke Museum Gedong Kirtya |last=Media |first=Kompas Cyber |website=KOMPAS.com |language=id |access-date=2019-06-08}}</ref>
 
Di perpustakaan ini, terdapat ribuan koleksi [[manuskrip daun lontar]], [[prasasti]], manuskrip kertas dalam bahasa Bali dan huruf Romawi termasuk dokumen-dokumen dari [[zaman kolonial]] (1901-1953) yang tersimpan rapi dalam kotak yang disebut ''keropak'' yang panjangnya sekitar 60 centimeter. Semua tersusun rapi berdasarkan kelompok atau klasifikasi. Barisan paling atas ''Lontar Sasak'', isinya tentang [[Suku Sasak|budaya Sasak]]. Kemudian ''Matrastawa'' (mantra/puja/weda), Niticastra (etik), ''Wariga'' (astronomi dan astrologi), ''Tutur'' (petuah), ''Usadha'' (pengobatan tradisional), ''Geguritan'' (kidung), ''Babad Pamancangah'' (sejarah), ''Satua'' (cerita rakyat). Semua lontar berbahasa [[Bahasa Jawa Kuno|Jawa kuno]] dan Sanskerta. Hanya dalam Lontar Satua menggunakan [[bahasa Bali]].