Bungaya, Bebandem, Karangasem: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
HsfBot (bicara | kontrib)
k jaman --> zaman
Baris 24:
Desa Bungaya bersama dengan [[Bungaya Kangin, Bebandem, Karangasem|Desa Bungaya Kangin]] adalah salah satu desa tua di Bali. Desa adat ini terdiri atas 15 banjar adat dengan jumlah penduduk kurang lebih 15.000 jiwa dan 3.021 KK. Desa Bungaya merupakan desa tua yang pernah menjadi pusat pemerintahan Raja Gelgel (Dalem Waturenggong), di mana pada saat pemberontakan Maruti, I Gusti Batan Jeruk gugur di Desa Bungaya ini tepatnya di Jungutan/Penataran pada abad ke-16 dan termuat dalam Babad Dalem. Dalam perkembangannya sampai dengan pemerintahan Raja Gelgel Dalem Dimade, telah dikukuhkan I Gusti Alit Ngurah Bungaya keturunan Pangeran Asak/Arya Kepakisan sebagai pemacek (pemimpin) Desa Bungaya pada abad ke-18. Ini dibuktikan dengan pemberian 40 buah Biring Agung besin tumbak dan 40 keris iluk Bungaya serta sawah dan pelaba sebanyak 108 saih (tanpa pipil) untuk biaya upacara (aci) seperti Usaba Dalem, Usaba Aya, Usaba di Pura Puseh, Balai Agung, dll.
 
Bukti Desa Adat Bungaya sebagai desa tua dapat dilihat dari tatanan kehidupan adat-istiadatnya sangat melekat sampai sekarang, di antaranya, adanya peninggalan sejarah berupa instrumen Selonding atau dapat disebut palinggih Ida Batara Bagus Selonding yang berasal dari zaman kerajaan Raja Bali lebih kurang abad ke-10 yaitu pada pemerintahan Sri Wira Dalem Kesari dengan Pemerajan Selondingnya di Besakih. Secara autentik, sejarah desa bungaya sulit dipecahkan dikarenakan prasasti desa bungaya telah lama sirna akibat pengaruh kekuasaan politik di jamanzaman Raja Karangasem, dikisahkan kembali oleh Gede Wayan Tamu dan Penyarikan Desa, De Salah Darmana, bahwa Ki Bendesa Bungaya yang dijabat oleh De Kabayan Sakti (I Gusti Ngurah Kubayan Bungaya) dianggap congah/congkak (durhaka) pada raja saat membawa bawaan ke Puri Karangasem, akibatnya Prasasti Desa Bungaya diamankan oleh pihak istana dan dibawa ke Lombok oleh seorang bendega kapal menggunakan kapal dagang cina waktu itu, di tengah perjalanan kapal dihadang gelombang besar dan angin kencang yang diyakini amembawa pusaka keramat yang dititipkan oleh Raja Karangasem. Ketika akhirnya perahu tersebut terdampar di Tulamben maka ditaruhlah pusaka titipan raja tersebut di cabang pohon jarak. Setelah itu ia melanjutkan kembali perjalanan dengan lancar ke Lombok dan pulau Jawa. Prasasti titipan raja tadi kemudian ditemukan dan diambil oleh seorang penggembala sapi dan diberikan ke Bendesa Tulamben, sejak saat itu keluarga dari bendesa ini menjadi sering tertimpa musibah dan sakit-sakitan, dak karena hal inilah kemudian prasasti ini diberikan pada teman baiknya bernama Pasek Sri Bubun (Bendesa Songan).
 
Ada pula yang menyebutkan pernyataan Dalem De Made (Raja Gelgel 1665-1686) kepada I Gusti Ketut Alit Ngurah Bungaya (Pemimpin Desa Adat Bungaya) yang meminta agar dicarikan nyuh aya (kelapa besar), dan setelah dapat dan diperlihatkan kepada Dalem De Made maka raja pun tatkala melihatnya sembari bersabda: