Suku Dayak Bakumpai: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k Perubahan kosmetik tanda baca
HsfBot (bicara | kontrib)
k clean up, replaced: berfikir → berpikir
Baris 4:
|poptime='''200.000'''.
|image=[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Dajak vrouwen verkopen vruchten vanaf een vlot op de Barito-rivier bij Bandjermasin Zuid-Borneo TMnr 10005854.jpg|jmpl|200 px|ka| Masyarakat Dayak (Bakumpai) di Sungai Barito tempo dulu]]
|popplace=[[Kalimantan Tengah]]:'''135.297'''.<ref name="ReferenceA">Sumber: Badan Pusat Statistik - Sensus Penduduk Tahun 2000</ref>,
[[Kalimantan Selatan]]: '''20.609'''.<ref name="ReferenceA">Sumber: Badan Pusat Statistik - Sensus Penduduk Tahun 2000</ref>
|langs= [[bahasa Bakumpai|Bakumpai]], [[bahasa Ngaju|Ngaju]], [[bahasa Banjar|Banjar]], [[bahasa Indonesia|Indonesia]]
|rels=[[Islam]]
Baris 13:
'''Suku Dayak Bakumpai''' ([[bahasa Belanda|Belanda]]: Becompaijers/Bekoempaiers/Becompayer )adalah salah satu subetnis Dayak Ngaju<ref>{{id}} {{cite book|title=Kalimantan membangun, alam, dan kebudayaan|publisher=NR Pub.|year=2007|isbn=9792399526|authors=Tjilik Riwut, Nila Riwut}}ISBN 9789792399523</ref> yang beragama Islam.<ref>{{id}} {{cite book|url=http://books.google.co.id/books?id=rTiifZ-SlaEC&pg=PA151&dq=bakumpai&hl=id&ei=sMmqTdu7BcimrAfS3fynCA&sa=X&oi=book_result&ct=book-preview-link&resnum=8&ved=0CEkQuwUwBzgK#v=onepage&q=bakumpai&f=false|pages=151|title= Tuaiannya sungguh banyak: sejarah Gereja Kalimantan Evanggelis sejak tahun 1835|first=Fridolin|last= Ukur|publisher= BPK Gunung Mulia|year=2000|isbn=9789799290588}} ISBN [http://books.google.co.id/books?id=rTiifZ-SlaEC&printsec=copyright#v=onepage&q&f=false 979-9290-58-9]</ref> Suku Bakumpai terutama mendiami sepanjang tepian daerah aliran sungai Barito di [[Kalimantan Selatan]] dan [[Kalimantan Tengah]] yaitu dari kota [[Marabahan, Barito Kuala|Marabahan]], sampai kota [[Puruk Cahu]], [[Murung Raya]]. Secara administratif Suku Bakumpai merupakan suku baru yang muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 7,51% dari penduduk Kalimantan Tengah, sebelumnya suku Bakumpai tergabung ke dalam suku Dayak pada sensus 1930.<ref>[http://books.google.co.id/books?id=oLVTKSefAtIC&lpg=PA173&dq=suku%20sampit&pg=PA174#v=onepage&q=suku%20sampit&f=true {{id}} Riwanto Tirtosudarmo, Mencari Indonesia: demografi-politik pasca-Soeharto, Yayasan Obor Indonesia, 2007, ISBN 979-799-083-4, 9789797990831]</ref>.<Br>
Kota-kota utama Dayak Bakumpai yakni:
# [[Marabahan|Marabahan, Barito Kuala]],<br>
# [[Muara Teweh|Muara Teweh, Barito Utara]],<br>
# [[Buntok|Buntok, Barito Selatan]],dan<br>
# [[Puruk Cahu|Puruk cahu, Murung Raya]].
Suku Bakumpai berasal bagian hulu dari bekas [[Distrik Bakumpai]] sedangkan di bagian hilirnya adalah pemukiman [[orang Barangas]] (Baraki). Sebelah utara (hulu) dari wilayah bekas Distrik Bakumpai adalah wilayah Distrik Mangkatip (Mengkatib) merupakan pemukiman [[suku Dayak Bara Dia]] atau [[Suku Dayak Mangkatip]]. Suku Bakumpai maupun suku Mangkatip merupakan keturunan [[suku Dayak Ngaju]] dari [[Tanah Dayak]].
Baris 30:
Datu Sadurung Malan sangat cantik parasnya, sehingga banyak pemuda yang ingin memperistrinya. Karena parasnya sangat cantik sehingga kakaknya jatuh cinta padanya. Pernah sekali ia bersama berada di sawah, pada waktu itu kakaknya mengatakan bahwa ia ingin memperistrinya. Tentu saja Datu Sadurung Malan tidak akan mau kawin dengan kakaknya sendiri. Setelah kejadian itu Datu Sadurung Malan tidak lagi pergi ke sawah bersama kakaknya, kecuali kalau ada ayahnya, baru ia berani.
 
Hari terus berjalan, Patih Bahandang Balau makin bertambah keinginannya untuk memperistrikan adiknya. Orang tua mereka tidak mengetahui persoalan mereka berdua. Tidak kuat menahan hatinya lagi, maka Pathi Bahandang Balau mengancam hendak membunuh adaiknya kalau ia tidak mau kawin dengannya. Mendengar ancaman kakaknya itu, Datu Sadurung Malan berfikirberpikir hendak pergi jauh. Waktu tengah malam ketika kakak dan ayahnya sedang tidur, ia pergi ke luar rumah dan terus turun ke sungai masuk ke dalam perahunya. Sesudah tali sampannya lepas, dikayuhnya sampannya perlahan. Hatinya terasa lega ketika ia telah jauh dari rumah. Dengan perasaan hati yang lega dipercepatnya kayuhannya, dan bermaksud hendak ke Banjar dan terus ke Jawa.
 
Sampai di Muara Pulau, ia tidak mau belok ke sungai Kahayan, karena ia takut kalau dikejar-kejar kakaknya. Dibuatnyalah jalanan sendiri. Ditariknya sampannya sehingga terbentuk sungai kecil. Pada mulanya memang belum ada airnya, tetapi lama kelamaan berair juga karena hujan, hingga akhirnya terbentuk sungai yang banyak dilalui orang. Demikianlah sungai itu bertambah lama bertambah besar dan sampai sekarang dinamai orang [[Sungai Barito]].
Baris 40:
Seperti itulah asal usul terjadinya sungai Barito, kampung Bakumpai dan kampung orang Dusun. (Ibrahim, dkk, 1979:98-99)
 
Kisah tentang Patih Bahandang Balau ini tampaknya menceritakan beberapa hal, yakni:<br>
# Asal usul orang Bakumpai,<br>
# Larangan insest dalam suku bangsa Dayak, yakni larinya Datu Sadurung Malan yang tidak mau diperistrikan oleh kakaknya,<br>
# Asal mula kejadian sungai Barito,<br>
# Tempat asal usul orang Bakumpai, yakni Kampung Bakumpai di Kota Marabahan sebagai ibu kota [[Kabupaten Barito Kuala]], dan<br>
# Hubungan persaudaraan antara [[Suku Dayak Bakupai|Dayak Bakumpai]] dan [[Suku Dayak Ngaju|Dayak Dusun Biaju]].
 
Baris 96:
 
== Etimologis ==
Secara etimologis, '''bakumpai''' adalah julukan bagi suku dayak yang mendiami daerah aliran sungai barito. bakumpai berasal dari kata '''ba''' (dalam bahasa banjar) yang artinya memiliki dan '''kumpai''' yang artinya adalah rumput. Dari julukan ini, dapat dipahami bahwa suku ini mendiami wilayah yang memiliki banyak rumput. menurut legenda, bahwa asal muasal ''Suku Dayak Bakumpai'' adalah dari [[Suku Dayak Ngaju]] yang akhirnya berhijrah ke negeri yang sekarang disebut dengan negeri [[Marabahan]].<Br>
 
Pada mulanya mereka menganut agama nenek moyang yaitu [[kaharingan]], hal ini dapat dilihat dari peninggalan budaya yang sama seperti [[Suku Dayak]] lainnya, seperti (Batatenga|bubur bahandang), mempercayai adanya nilai magis pada beras kuning (Behas Bahenda), mempercayai bahwa burung elang (burung antang) dapat membawa sebuah berita kematian, kekuatan rohani/batin disebut dengan istilah (batekang hambaruan), dan adanya tradisi (tampung tawar).<Br>
kemudian, pada suatu hari mereka menjumpai akan [[Marabahan|wilayah itu]] seseorang yang memiliki kharismatik, yang apabila dia berdiri di suatu tanah, maka tanah itu akan ditumbuhi rumput. Orang tersebut tidak lain adalah [[khidir|Nabiyullah Khidir as]].<Br>
 
Di dalam cerita mereka kemudian masuk agama [[Islam]] dan berkembang biaklah mereka menjadi suatu suku. suku bakumpai adalah julukan bagi mereka, karena apabila mereka belajar agama di suatu daerah dengan gurunya [[khidir]], maka tumbuhlah rumput dari daratan tersebut, sehingga kemudian mereka dikenal dengan suku bangsa bakumpai.
Baris 108:
Dari cerita rakyat, bahwa ada suatu daerah di Kabupaten Murung Raya yaitu Muara Untu pada mulanya hanyalah suatu hutan belantara yang dikuasai oleh bangsa Jin bernama Untu. Kemudian ada dari Suku Bakumpai yang hijrah kesana dan mendiami daerah tersebut yang bernama Raghuy. sampai sekarang jika ditinjau dari silsilah orang yang mendiami muara untu, mereka menamakan moyang mereka Raghuy.
 
Dalam hal matapencaharian, masyarakat Dayak Bakumpai umumnya mengandalkan aktivitas pertanian. Aktivitas pertanian biasanya mereka lakukan di lahan gambut. Masyarakat Dayak Bakumpai cenderung mencari lahan pertanian baru untuk mengganti lahan pertanian lama. Hal itu tentunya berbeda dengan Suku Dayak lain yang kebanyakan lebih memilih untuk tetap memberdayakan lahan yang lama. Selain itu, aktivitas pertanian yang mereka lakukan biasanya hanya untuk memproduksi satu jenis komoditas tertentu, yaitu padi. Hal itu mereka lakukan karena kebutuhan mereka hanya untuk memenuhi urusan pangan saja. Namun demikian, pertambahan jumlah penduduk yang diiringi'' ''dengan peningkatan kebutuhan pangan “menuntut” mereka untuk melakukan perluasan lahan pertanian yang lebih masif<ref name="Khairisa, Noor Husna 2016">Khairisa, Noor Husna. 2016. Strategi Konservasi Gambut (Studi Pola Hubungan Karakteristik Fisik Lahan dan Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Kabupaten Barito Kuala. Tesis. Universitas Gadjah Mada.</ref>.
 
Meskipun melakukan pembukaan lahan lumayan masif, masyarakat Dayak Bakumpai tetap memperhatikan unsur-unsur kelestarian alam. Mereka tidak membuka lahan secara sembarangan. Mereka percaya bahwa alam dititipkan nenek moyang untuk dijaga. Kepercayaan tersebut mereka wujudkan dalam bentuk kearifan lokal yang secara turun temurun telah mampu mencegah terjadinya kebakaran dan menjaga kualitas lahan gambut, namun tetap menghasilkan produk pertanian yang memuaskan<ref> name="Khairisa, Noor Husna. 2016. Strategi Konservasi Gambut (Studi Pola Hubungan Karakteristik Fisik Lahan dan Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Kabupaten Barito Kuala. Tesis. Universitas Gadjah Mada.<"/ref>.
 
Beberapa bentuk kearifan lokal tersebut diwujudkan dalam <ref> name="Khairisa, Noor Husna. 2016. Strategi Konservasi Gambut (Studi Pola Hubungan Karakteristik Fisik Lahan dan Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Kabupaten Barito Kuala. Tesis. Universitas Gadjah Mada.<"/ref>:
# Pembuatan ''Tatas'' berupa sekat bakar di sekeliling ladang yang dilakukan dengan cara menebas semak dan rumput selebar rata-rata dua meter agar api tidak keluar ladang.
# Pembuatan ''Beje'' berupa kolam penangkapan ikan yang terbentuk pada cekungan-cekungan rawa yang dalam. Pada saat air pasang, ''Beje'' akan terisi air hingga tergenang. Pada saat surut, air tersisa pada cekungan-cekungan rawa yang dalam dan ikan terkumpul, sehingga masyarakat dapat mengambil ikan tersebut. Seiring berjalannya waktu, ''Beje'' dibuat oleh masyarakat dengan menggali tanah gambut hingga membentuk kolam-kolam dengan lebar 1-2 meter dan panjang antara 10-50 meter dengan kedalaman rata-rata 2 meter (''Ibid'').
Baris 131:
* [[Kabupaten Kutai Barat]] (1,7% populasi)
* [[Kota Palangkaraya]]
* [[Kota Banjarmasin]]<br>
Organisasi '''''KKB''''' merupakan primordialisme Suku Bakumpai di [[Kalimantan Selatan]] dan [[Kalimantan Tengah]]. Di luar wilayah kedua provinsi ini biasanya orang Bakumpai bergabung ke dalam organisasi [[Suku Banjar]]. Keturunan orang Bakumpai beserta orang Kutai dan Berau di Malaysia termasuk ke dalam kategori [[Suku Banjar]]. Pada tahun 1955, Kerukunan Keluarga Bakumpai merupakan salah satu peserta pemilu di wilayah Kalimantan. Kantor pusat KKB terletak di [[Banjarmasin]], dengan cabang-cabang yang terdapat di:<br>
'''Kabupaten'''<br>
* [[Murung Raya]],<br>
* [[Barito Kuala]],<br>
* [[Barito Selatan]],<br>
* [[Barito Timur]],<br>
* [[Barito Utara]],<br>
* [[Kapuas]],<br>
* [[Katingan]],<br>
* [[Kotawaringin Timur]],dan<br>
* [[Kota Palangka Raya]].