Theravāda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan kesalahan pengetikan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k bentuk baku
Baris 74:
Bangsa Mon dan bangsa
Pyu
berada di antara orang-orang yang paling awal yang mendiami Burma. Penelitian arkeologi baru-baru ini di sebuah pemukiman Pyu di Lembah Samon (sekitar 100  km tenggara Bagan) telah
menunjukkan bahwa mereka memiliki hubungan perdagangan dengan India dari tahun 500-400 SM dan dengan Cina sekitar tahun 200 SM.<ref>Bob Hudson, ''The Origins of Bagan'', Thesis for University of Sydney,2004, hal.95</ref> Sumber-sumber Cina yang berasal dari sekitar tahun 240 M menyebutkan sebuah kerajaan Buddha dengan nama Lin-Yang, yang beberapa orang cendekiawan telah mengidentifikasikannya sebagai kerajaan Pyu kuno dari Beikthano sejauh 300 &nbsp;km sebelah utara Yangon.<ref>Elizabeth Moore, "Interpreting Pyu material culture: Royal chronologies and finger-marked bricks," Myanmar Historical Research Journal, No(13) June 2004, hal.1-57, 6 & 7.</ref> Teks Buddhis tertua yaitu Sri Ksetra yang ditulis dalam bahasa Pali berasal dari kota Pyu, teks yang berasal dari pertengahan tahun ke-5 M hingga pertengahan tahun ke-6 M tertulis di atas dua puluh-lembar naskah emas padat.<ref>Professor Janice Stargardt, "Historical Geography of Burma: Creation of enduring patterns in the Pyu period" IIAS Newsletter Online, No 25,Theme Burmese Heritage.</ref> Bangsa Burma perlahan-lahan menjadi penganut Theravada ketika mereka menjalin kontak dengan peradaban bangsa Pyu dan bangsa Mon. Bangsa Thai juga perlahan-lahan menjadi penganut Theravada setelah mereka menjalin kontak dengan peradaban bangsa Mon.
 
Meskipun berhasil di Asia Tenggara, Buddhisme Theravada di Cina secara umum terbatas pada daerah-daerah
Baris 111:
Di seluruh kanon Pali dua karakteristik dari semua fenomena yang berkondisi dan salah satu karakteristik dari semua dharmma sedang disebutkan. Tradisi Theravada telah mengelompokkannya bersama. Wawasan di dalam tiga karakteristik ini merupakan jalan masuk ke jalan Buddhis:
# '''[[Anicca|Ketidak-kekalan]]''' adalah satu dari Tiga Corak Kehidupan. Istilah ini menggambarkan pendapat Agama Buddha bahwa segala hal atau gejala yang berkondisi (materi atau pengalaman) adalah tidak tetap, senantiasa berubah dan tidak kekal. Segala sesuatu yang kita alami melalui indra kita terbentuk dari bagian-bagian, yang keberadaannya terbentuk dari kondisi-kondisi luar. Segala sesuatu berubah senantiasa, demikian juga dengan kondisi dan hal itu sendiri berubah tanpa henti. Segala hal berubah menjadi sesuatu, dan berhenti. Tidak ada yang abadi.
# '''[[Dukkha|Derita]]''', walaupun ''dukkha'' seringkalisering kali diterjemahkan sebagai "penderitaan", arti filosofisnya lebih menyerupai "kegelisahan", selayaknya berada dalam keadaan terganggu. Dengan demikian, "penderitaan" merupakan artian yang terlalu sempit untuk "konotasi emosional yang negatif" (Jeffrey Po),<ref> Jeffrey Po, [http://www.4ui.com/eart/172eart1.htm “Is Buddhism a Pessimistic Way of Life?”] </ref> yang dapat memberikan kesan akan pandangan Buddhis yang kurang yakin, tetapi Agama Buddha bukanlah mengenai keyakinan atau ketidak-yakinan, tetapi kenyataan. Dengan demikian, banyak dari naskah atau tulisan-tulisan Agama Buddha, kata Dukkha dibiarkan demikian adanya, tanpa pemberian arti, guna memberikan arti yang lebih luas.
# '''[[Anatta|Tanpa Inti]]'''; dalam filosofi India, pengertian akan diri disebut ātman (yang lebih mengarah kepada, "Jiwa" atau diri-metafisik), yang merujuk pada keadaan yang tidak berubah, bersifat tetap lewat pemahaman akan keberadaan. Agama Buddha tidak menerima pemahaman akan ātman, pada penekanan ketidak kekalan, tetapi kemampuan untuk berubah. Oleh karena itu, seluruh pemahaman akan diri secara keseluruhan adalah tidak benar dan terbentuk di alam ketidak-tahuan.
 
Baris 135:
:Sang Begawan Berkata, “Sekarang apakah, para bhikkhu, Jalan Mulia Berunsur Delapan itu? Pandangan benar, ketetapan hati benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar.<ref>[http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn45/sn45.008.than.html Magga-vibhanga Sutta: ''An Analysis of the Path'']</ref>
 
Jalan Utama Berunsur Delapan seringkalisering kali dibagi menjadi tiga bagian:
* '''Kebijaksanaan''' ([[Pali]]:Pañña ; [[Sanskerta]]:prajñā)
<ol>
Baris 201:
==== Nirwana ====
{{main|Nirwana}}
Nirwana (Sansekerta: निर्वाण, ''Nirvāṇa'', Pali: निब्बान, ''Nibbāna''; Thai: นิพพาน, ''Nípphaan'') adalah tujuan akhir dari Theravadin. Ini merupakan keadaan di mana api hawa nafsu telah ‘ditiup hingga padam,’ dan orang tersebut dibebaskan dari siklus-berulang kelahiran, penyakit, penuaan dan kematian. Dalam Sutta Saṃyojanapuggala dari Aṅgutarra Nikaya, Sang Buddha menjelaskan empat jenis orang dan mengatakan kepada kita bahwa orang terakhir--Arahat--terakhir—Arahat—telah mencapai Nirwana dengan menghapus seluruh 10 belenggu yang mengikat makhluk kepada samsara:
:“Dalam Arahat tersebut. Pada orang ini, para bhikkhu, semua belenggu [‘saṃyojanāni’] disingkirkan dari keberhubungannya dengan dunia ini, menimbulkan kelahiran kembali, dan menimbulkan kepantasan.<ref>Woodward, F.L. (2008). ''The Book of Gradual Sayings (Aṇguttara Nikāya)''. Pali Text Society - Oxford. halaman 137.</ref>
 
Baris 229:
[[Berkas:Buddhist Monk.JPG|jmpl|Seorang bhikkhu di [[Sri Lanka]].]]
=== Perbedaan antara kehidupan awam dan kehidupan biara ===
Secara tradisional, Buddhisme Theravada telah mengamati perbedaan antara praktik-praktik yang cocok untuk orang awam dan praktik yang dilakukan oleh para bhikkhu yang telah ditahbis (di zaman kuno, ada lembaga praktik yang terpisah untuk para bhikkhuni). Sementara kemungkinan pencapaian signifikan oleh orang awam tidak sepenuhnya diabaikan oleh Theravāda, umumnya menempati posisi kurang menonjol dibandingkan dengan yang ada pada tradisi Mahayana dan Vajrayana, dengan kehidupan monastik yang dielu-elukan sebagai suatu metode unggul untuk mencapai Nirwana.<ref>[http://www.asiasocietymuseum.org/buddhist_trade/glossary.html#Theravāda "Glossary of Buddhism".] ''Buddhist Art and the Trade Routes''. Asia Society. 2003. </ref> Pandangan bahwa Theravada, tidak seperti aliran Buddha lainnya, terutama sekali yang dimiliki tradisi monastik, bagaimanapun, telah diperdebatkan.<ref>Epstein, Ron (1999–02). [http://online.sfsu.edu/~rone/Buddhism/Misconceptions%20about%20Buddhism.htm "Clearing Up Some Misconceptions about Buddhism".] ''Vajra Bodhi Sea: A Monthly Journal of Orthodox Buddhism'' (Dharma Realm Buddhist Association): 41–43.</ref>
 
Perbedaan antara bhikkhu yang sudah ditahbiskan dengan orang awam—sama halnya dengan perbedaan antara praktik-praktik yang dianjurkan oleh Kanon Pali, dan unsur-unsur kisah keagamaan rakyat yang dianut oleh banyak bhikkhu—telah memotivasi beberapa ahli untuk mempertimbangkan Buddhisme Theravāda yang akan terdiri dari beberapa tradisi terpisah yang bertumpang-tindih meskipun masih berbeda. Paling mencolok, antropolog Melford Spiro dalam karyanya ''Buddhism and Society'' memisahkan Theravada Burma menjadi tiga kelompok: Buddhisme Apotropaik (berkenaan dengan memberikan perlindungan dari roh-roh jahat), Buddhisme Kammatik (berkenaan dengan membuat kebaikan untuk kelahiran pada masa depan), dan'' ''Buddhisme Nibbanik (berkenaan dengan mencapai pembebasan Nirwana, seperti yang digambarkan dalam Tipitaka). Ia menekankan bahwa ketiganya berakar kuat dalam Kanon Pali. Kategori-kategori ini tidak diterima oleh semua cendekiawan, dan biasanya dianggap non-eksklusif oleh mereka yang mempekerjakan para cendekiawan tersebut.
Baris 241:
=== Bhikkhu sekolahan dan bhikkhu pedesaan ===
 
Nibbana (nirwana), tujuan tertinggi dari Buddhisme Theravāda, dicapai melalui pembelajaran dan praktik moralitas, meditasi dan kebijaksanaan (sila, samadhi, panna). Tujuan dari Nirwana (dan teknik yang terkait) secara tradisional telah dipandang sebagai domain dari biara yang telah ditahbiskan sepenuhnya, sedangkan banyak teknik yang sama dapat digunakan oleh orang awam untuk menghasilkan kebahagiaan dalam hidup mereka, tanpa berfokus pada Nirwana. Peranan monastik pada Theravada dapat secara luas digambarkan sebagai pembagian antara peran bhikkhu sekolahan (seringkalisering kali perkotaan) dan bhikkhu meditasi (seringkalisering kali pedesaan atau hutan). Kedua jenis bhikkhu ini melayani masyarakat mereka sebagai guru dan pekerja spiritual dengan memimpin upacara-upacara spiritual dan memberikan instruksi dalam moralitas dan ajaran Buddhis dasar.
 
Bhikkhu sekolahan mengambil jalan belajar dan melestarikan pustaka Theravada Pali. Mereka mungkin mencurahkan sedikit waktu untuk latihan meditasi, tetapi bisa mendapatkan penghargaan yang besar dan mahsyur dengan menjadi ahli bagian tertentu dari Kanon Pali ataupun komentar penjelasnya. Para ahli Abhidhamma, disebut Abhidhammika, secara khusus dihormati dalam tradisi skolastik.
 
Bhikkhu meditasi, seringkalisering kali disebut sebagai bhikkhu hutan karena hubungannya dengan tradisi tinggal di alam liar, dianggap spesialis dalam meditasi. Sementara beberapa bhikkhu hutan dapat pula belajar Kanon Pali, pada umumnya bhikkhu meditasi diharapkan untuk belajar terutama dari pengalaman meditasi dan guru-guru pribadinya, dan boleh tidak tahu lebih banyak tentang Tipitaka daripada yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam kehidupan liturgis dan untuk menyediakan dasar bagi ajaran-ajaran Buddha yang mendasar. Lebih daripada tradisi skolastik, tradisi meditasi dikaitkan dengan pencapaian kekuatan gaib tertentu yang dijelaskan baik dalam sumber Pali maupun tradisi rakyat. Kekuatan ini termasuk pencapaian Nirwana, membaca pikiran, kekuatan supranatural atas benda material dan badan ragawi mereka sendiri, melihat dan bercakap-cakap dengan dewa-dewa dan makhluk hidup yang ada di neraka, dan mengingat kehidupan lampau mereka. Kekuatan ini disebut abhiñña. Kadang-kadang serpihan tulang kremasi yang tersisa dari seorang bhikkhu hutan yang telah mencapai kesempuranaan diyakini bisa berubah menjadi relik-relik seperti kristal (sārira-dhātu).
 
=== Pentahbisan ===